
Utang pemerintah pusat mencatatkan angka Rp9.138,05 triliun pada akhir Juni 2025, sebuah penurunan jika dibandingkan dengan posisi bulan Mei 2025 yang mencapai Rp9.177,48 triliun. Penurunan ini, meskipun tidak signifikan secara absolut, memiliki implikasi penting dalam menjaga rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat yang dianggap aman dan moderat. Informasi ini diperoleh dari Media Nganjuk.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, dalam sebuah kesempatan Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jawa Barat, menggarisbawahi bahwa nominal utang tersebut setara dengan 39,86 persen terhadap PDB. Angka ini menjadi krusial karena menjadi tolok ukur kesehatan fiskal suatu negara.
"Jadi per akhir Juni 2025 adalah 39,86 persen debt to GDP ratio-nya, satu level yang cukup rendah, cukup moderate dibandingkan banyak negara," ujar Suminto, menekankan bahwa Indonesia berada dalam posisi yang relatif baik dibandingkan negara-negara lain.
Also Read
Penting untuk dicatat bahwa rasio utang terhadap PDB ini menjadi perhatian utama bagi para ekonom dan pembuat kebijakan. Rasio yang tinggi dapat mengindikasikan potensi masalah dalam kemampuan pemerintah untuk membayar utangnya, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Suminto dengan tegas menyatakan bahwa rasio utang terhadap PDB Indonesia saat ini berada dalam batas aman, jauh di bawah batas maksimum 60 persen PDB yang diamanatkan oleh UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang ini menjadi landasan hukum bagi pengelolaan keuangan negara, dan batas 60 persen PDB berfungsi sebagai rambu-rambu untuk menjaga keberlanjutan fiskal.
Lebih lanjut, Suminto membandingkan posisi Indonesia dengan negara-negara lain yang memiliki kekuatan ekonomi setara. Perbandingan ini memberikan konteks yang lebih luas dan membantu dalam mengevaluasi kinerja Indonesia secara relatif. Data menunjukkan bahwa rasio 39,86 persen Indonesia lebih rendah dibandingkan Malaysia (61,9 persen), Filipina (62 persen), Thailand (62,8 persen), dan India (84,3 persen). Perbandingan ini memperkuat argumen bahwa Indonesia mengelola utangnya dengan lebih hati-hati dan terukur.
"Kita betul-betul melakukan utang secara hati-hati, secara terukur dan dalam batas kemampuan," tegas Suminto, menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan menghindari praktik-praktik yang dapat membahayakan stabilitas ekonomi.
Namun, penting untuk dicatat bahwa pengelolaan utang pemerintah bukanlah tugas yang mudah. Ada berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan, termasuk tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang, dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah juga harus mempertimbangkan dampak utang terhadap generasi mendatang.
Dalam konteks global, isu utang pemerintah menjadi semakin relevan di tengah pandemi COVID-19. Banyak negara terpaksa meningkatkan utang mereka untuk membiayai program-program stimulus ekonomi dan mengatasi dampak negatif pandemi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan utang jangka panjang dan potensi risiko krisis utang.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk terus memantau dan mengevaluasi posisi utangnya, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan fiskal. Ini termasuk meningkatkan pendapatan negara, mengelola pengeluaran secara efisien, dan memastikan bahwa utang digunakan untuk tujuan-tujuan yang produktif dan berkelanjutan.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang juga sangat penting. Masyarakat perlu memiliki akses terhadap informasi yang akurat dan komprehensif tentang posisi utang pemerintah, serta bagaimana utang tersebut digunakan. Hal ini akan membantu membangun kepercayaan publik dan memastikan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan negara.
Dalam jangka panjang, Indonesia perlu fokus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan daya saing. Ini akan membantu meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi ketergantungan pada utang. Selain itu, investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan juga penting untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas sumber daya manusia.
Dengan pengelolaan utang yang hati-hati dan terukur, serta fokus pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, Indonesia dapat menjaga stabilitas fiskal dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang lebih luas. Namun, ini membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, serta dukungan dari semua pemangku kepentingan.
Penurunan utang pemerintah pusat pada Juni 2025, meskipun tidak signifikan secara nominal, merupakan sinyal positif bahwa pemerintah terus berupaya untuk mengelola utangnya dengan hati-hati. Namun, tantangan ke depan tetap besar, dan pemerintah perlu terus memantau dan mengevaluasi posisi utangnya, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan fiskal.
Selain itu, penting untuk diingat bahwa utang hanyalah salah satu aspek dari kesehatan fiskal suatu negara. Faktor-faktor lain, seperti tingkat inflasi, tingkat pengangguran, dan neraca perdagangan, juga perlu diperhatikan. Oleh karena itu, pemerintah perlu memiliki pendekatan yang komprehensif dalam mengelola ekonomi, dan tidak hanya fokus pada utang.
Dalam konteks ini, penting untuk mengapresiasi upaya Kementerian Keuangan dalam mengelola utang negara secara hati-hati dan terukur. Namun, pemerintah juga perlu terus berupaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang, serta melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan kerja sama dari semua pihak, Indonesia dapat mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, ini membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, serta dukungan dari semua pemangku kepentingan.
Pada akhirnya, pengelolaan utang pemerintah adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa utang digunakan untuk tujuan-tujuan yang produktif dan berkelanjutan, dan bahwa beban utang tidak menjadi terlalu berat bagi generasi mendatang.
Dengan demikian, berita tentang utang pemerintah pusat yang mencapai Rp9.138 triliun per Juni 2025 merupakan isu penting yang perlu diperhatikan oleh semua pihak. Pemerintah perlu terus mengelola utangnya dengan hati-hati dan terukur, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang. Masyarakat juga perlu terlibat dalam proses pengambilan keputusan, dan memastikan bahwa utang digunakan untuk tujuan-tujuan yang produktif dan berkelanjutan.
Semoga informasi ini bermanfaat dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang isu utang pemerintah pusat. Penting untuk terus mengikuti perkembangan ekonomi dan keuangan negara, serta berpartisipasi dalam diskusi publik tentang isu-isu penting yang mempengaruhi masa depan Indonesia.
