Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia saat ini masih dalam tahap negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait permintaan akses terhadap mineral kritis Indonesia sebagai bagian dari negosiasi tarif resiprokal yang diinisiasi oleh mantan Presiden AS, Donald Trump. Permintaan ini muncul di tengah upaya Indonesia untuk menarik investasi asing dan mengembangkan industri hilirisasi mineralnya.
Bahlil menjelaskan bahwa permintaan akses mineral kritis merupakan bagian dari kesepakatan negosiasi tarif yang bertujuan untuk menurunkan tarif yang dikenakan pada produk-produk Indonesia yang masuk ke pasar AS. Tarif Indonesia yang sebelumnya mencapai 32% telah berhasil diturunkan menjadi 19% melalui negosiasi, namun AS mengajukan beberapa syarat tambahan, termasuk akses terhadap mineral kritis Indonesia.
"Masih omon-omon. Masih loby-loby (permintaan akses AS terhadap mineral kritis di Indonesia)," ujar Bahlil dalam konferensi pers Capaian Kinerja Sektor ESDM Semester I 2025 di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, pada Senin, 11 Agustus 2025. Istilah "omon-omon" yang digunakan Bahlil mengindikasikan bahwa negosiasi masih berada pada tahap awal dan belum mencapai kesepakatan yang konkret.
Also Read
Mineral kritis merupakan bahan tambang yang memiliki peran penting dalam berbagai industri strategis, seperti energi terbarukan, elektronik, otomotif, dan pertahanan. Beberapa contoh mineral kritis antara lain nikel, kobalt, litium, mangan, grafit, dan rare earth elements (REE). Indonesia memiliki potensi sumber daya mineral kritis yang signifikan, terutama nikel, yang menjadi bahan baku utama untuk pembuatan baterai kendaraan listrik.
Permintaan AS untuk mengakses mineral kritis Indonesia mencerminkan kepentingan strategis negara tersebut dalam mengamankan pasokan bahan baku untuk industri-industri pentingnya. Dengan meningkatnya permintaan global akan mineral kritis, terutama untuk mendukung transisi energi bersih, negara-negara maju seperti AS berlomba-lomba untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber mineral kritis di seluruh dunia.
Namun, permintaan AS ini juga menimbulkan tantangan bagi Indonesia. Pemerintah Indonesia memiliki ambisi besar untuk mengembangkan industri hilirisasi mineral di dalam negeri, yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah mineral mentah sebelum diekspor. Hilirisasi mineral diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan negara, dan memperkuat daya saing industri Indonesia di pasar global.
Jika Indonesia memberikan akses penuh kepada AS untuk mengelola mineral kritisnya, dikhawatirkan akan menghambat upaya hilirisasi mineral dan mengurangi manfaat ekonomi yang dapat diperoleh Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu berhati-hati dalam menegosiasikan persyaratan akses mineral kritis dengan AS, dan memastikan bahwa kepentingan nasional Indonesia tetap terlindungi.
Bahlil menegaskan bahwa hilirisasi mineral di Indonesia bersifat terbuka dan memberikan perlakuan yang sama untuk semua negara. Menurutnya, tidak ada perlakuan khusus untuk mengelola mineral-mineral kritis di Indonesia, termasuk Amerika Serikat. "Hilirisasi ini diberikan kesempatan kepada semua negara equal treatment untuk diberikan kesempatan, mau China, mau Jepang, mau Amerika, mau apa namanya? Eropa, semuanya sama. Kita akan mengurus mereka, kita akan berikan kesempatan yang sama. Jadi nggak ada perlakuan khusus," tambahnya.
Pernyataan Bahlil ini menunjukkan bahwa Indonesia akan tetap berpegang pada prinsip kesetaraan dalam memberikan kesempatan investasi di sektor mineral. Pemerintah Indonesia tidak akan memberikan keistimewaan khusus kepada negara tertentu, termasuk AS, dalam pengelolaan mineral kritis. Semua investor akan diperlakukan sama dan harus mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Namun, prinsip kesetaraan ini tidak berarti bahwa Indonesia akan mengabaikan kepentingan strategisnya dalam negosiasi dengan AS. Pemerintah Indonesia perlu memastikan bahwa setiap kesepakatan yang dicapai dengan AS akan menguntungkan Indonesia dan mendukung tujuan hilirisasi mineral. Indonesia dapat mempertimbangkan untuk memberikan akses terbatas kepada AS untuk mineral kritis tertentu, dengan syarat bahwa AS harus berinvestasi dalam pengembangan industri hilirisasi mineral di Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga perlu memperkuat kerja sama dengan negara-negara lain, seperti China, Jepang, dan Korea Selatan, dalam pengembangan industri hilirisasi mineral. Diversifikasi mitra investasi akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada satu negara dan meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam negosiasi dengan negara-negara maju.
Negosiasi tarif resiprokal antara Indonesia dan AS merupakan isu yang kompleks dan melibatkan berbagai kepentingan. Pemerintah Indonesia perlu melakukan kajian mendalam dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri, akademisi, dan masyarakat sipil, dalam proses negosiasi. Dengan pendekatan yang hati-hati dan strategis, Indonesia dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan dan mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Selain itu, penting bagi Indonesia untuk terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya mineral. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap izin pertambangan dikeluarkan secara transparan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengawasan terhadap kegiatan pertambangan juga perlu diperketat untuk mencegah praktik-praktik ilegal dan merusak lingkungan.
Pengembangan industri hilirisasi mineral juga perlu dilakukan secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pemerintah perlu mendorong penggunaan teknologi yang lebih bersih dan efisien dalam proses pengolahan mineral. Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan dampak sosial dari kegiatan pertambangan dan memastikan bahwa masyarakat lokal mendapatkan manfaat yang adil dari pemanfaatan sumber daya mineral.
Dengan pengelolaan sumber daya mineral yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, Indonesia dapat memanfaatkan potensi mineral kritisnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat posisinya sebagai pemain kunci dalam rantai pasok global. Negosiasi dengan AS terkait akses mineral kritis merupakan peluang bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya terhadap pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Pemerintah Indonesia perlu memanfaatkan momentum ini untuk menarik investasi berkualitas di sektor hilirisasi mineral, yang dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan negara, dan memperkuat daya saing industri Indonesia di pasar global. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat menjadi pusat industri hilirisasi mineral yang terkemuka di dunia.
Namun, keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan industri hilirisasi mineral juga bergantung pada dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat sipil. Semua pihak perlu bekerja sama untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan mengembangkan teknologi yang inovatif.
Dengan kerja keras dan komitmen yang kuat, Indonesia dapat mewujudkan visinya untuk menjadi negara maju yang mandiri dan berdaulat dalam pengelolaan sumber daya alamnya. Negosiasi dengan AS terkait akses mineral kritis merupakan langkah penting dalam mencapai tujuan tersebut.
Sebagai penutup, permintaan akses mineral kritis oleh AS merupakan tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia. Pemerintah Indonesia perlu berhati-hati dalam menegosiasikan persyaratan akses mineral kritis dengan AS, dan memastikan bahwa kepentingan nasional Indonesia tetap terlindungi. Dengan pengelolaan sumber daya mineral yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, Indonesia dapat memanfaatkan potensi mineral kritisnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat posisinya sebagai pemain kunci dalam rantai pasok global.










