JAKARTA (Media Nganjuk) – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait permintaan akses penuh terhadap mineral kritis Indonesia oleh mantan Presiden Donald Trump masih dalam tahap awal dan belum mencapai kesepakatan konkret. Permintaan ini muncul sebagai bagian dari negosiasi tarif resiprokal antara kedua negara, di mana Indonesia berhasil menurunkan tarif dari 32% menjadi 19% dengan beberapa syarat yang diajukan oleh AS.
"Masih omon-omon. Masih lobi-lobi (permintaan akses AS terhadap mineral kritis di Indonesia)," kata Bahlil dalam konferensi pers Capaian Kinerja Sektor ESDM Semester I 2025 di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat. Istilah "omon-omon" yang digunakan Bahlil mengindikasikan bahwa pembicaraan masih bersifat informal dan belum memasuki tahap serius.
Latar Belakang Permintaan Mineral Kritis
Also Read
Permintaan AS untuk mendapatkan akses penuh terhadap mineral kritis Indonesia didorong oleh kebutuhan global yang meningkat akan bahan-bahan tersebut. Mineral kritis, seperti nikel, kobalt, litium, dan tembaga, sangat penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik, panel surya, turbin angin, dan teknologi energi bersih lainnya. Transisi global menuju energi bersih telah meningkatkan permintaan mineral kritis secara signifikan, dan negara-negara maju seperti AS berusaha untuk mengamankan pasokan yang stabil.
Indonesia memiliki cadangan mineral kritis yang signifikan, terutama nikel, yang merupakan bahan utama dalam baterai kendaraan listrik. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk mengembangkan industri pengolahan mineral (hilirisasi) di dalam negeri, dengan tujuan meningkatkan nilai tambah produk mineral dan menciptakan lapangan kerja. Kebijakan hilirisasi ini mengharuskan perusahaan pertambangan untuk mengolah mineral di Indonesia sebelum diekspor.
Posisi Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya mineral kritis bagi perekonomian global dan potensi manfaat dari kerja sama dengan negara-negara lain dalam pengembangan industri mineral. Namun, pemerintah juga berkomitmen untuk melindungi kepentingan nasional dan memastikan bahwa setiap kesepakatan yang dicapai sejalan dengan kebijakan hilirisasi dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat Indonesia.
Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa hilirisasi mineral di Indonesia bersifat terbuka dan memberikan perlakuan yang sama untuk semua negara. "Hilirisasi ini diberikan kesempatan kepada semua negara equal treatment untuk diberikan kesempatan, mau China, mau Jepang, mau Amerika, mau apa namanya? Eropa, semuanya sama. Kita akan mengurus mereka, kita akan berikan kesempatan yang sama. Jadi nggak ada perlakuan khusus," tambahnya.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan memberikan perlakuan istimewa kepada AS atau negara lain dalam pengelolaan mineral kritis. Semua investor akan diperlakukan sama dan harus mengikuti aturan dan regulasi yang berlaku di Indonesia.
Tantangan dalam Negosiasi
Negosiasi antara Indonesia dan AS terkait akses mineral kritis menghadapi beberapa tantangan. Pertama, terdapat perbedaan pandangan mengenai bagaimana mineral kritis harus dikelola dan diolah. AS mungkin menginginkan akses langsung ke mineral mentah untuk diolah di dalam negeri, sementara Indonesia lebih memilih untuk mengolah mineral di dalam negeri melalui kebijakan hilirisasi.
Kedua, terdapat kekhawatiran mengenai dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan pertambangan. Pemerintah Indonesia harus memastikan bahwa setiap proyek pertambangan dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, dengan memperhatikan dampak terhadap lingkungan dan masyarakat setempat.
Ketiga, terdapat persaingan dari negara-negara lain yang juga tertarik untuk berinvestasi di sektor mineral Indonesia. Pemerintah Indonesia harus mampu menarik investasi yang berkualitas dan memberikan manfaat maksimal bagi negara.
Peluang Kerja Sama
Meskipun terdapat tantangan, kerja sama antara Indonesia dan AS dalam pengembangan industri mineral kritis juga menawarkan peluang yang signifikan. AS memiliki teknologi dan keahlian yang canggih dalam pengolahan mineral dan pengembangan teknologi energi bersih. Indonesia memiliki sumber daya mineral yang melimpah dan potensi pasar yang besar.
Kerja sama antara kedua negara dapat mencakup investasi dalam proyek pengolahan mineral di Indonesia, transfer teknologi, pelatihan tenaga kerja, dan pengembangan rantai pasokan mineral kritis yang berkelanjutan. Kerja sama ini dapat memberikan manfaat ekonomi bagi kedua negara dan membantu mempercepat transisi global menuju energi bersih.
Implikasi Kebijakan Hilirisasi
Kebijakan hilirisasi yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia memiliki implikasi yang signifikan terhadap negosiasi dengan AS. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk mineral dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Dengan mengolah mineral di Indonesia sebelum diekspor, pemerintah berharap dapat meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.
Kebijakan hilirisasi juga dapat meningkatkan daya tawar Indonesia dalam negosiasi dengan negara-negara lain. Dengan memiliki industri pengolahan mineral yang maju, Indonesia dapat menawarkan produk mineral yang lebih bernilai tambah dan menarik investasi yang lebih besar.
Namun, kebijakan hilirisasi juga menghadapi tantangan. Pembangunan industri pengolahan mineral membutuhkan investasi yang besar, teknologi yang canggih, dan tenaga kerja yang terampil. Pemerintah Indonesia harus menciptakan iklim investasi yang kondusif dan memberikan insentif yang menarik bagi investor.
Kesimpulan
Permintaan AS untuk mendapatkan akses penuh terhadap mineral kritis Indonesia merupakan isu yang kompleks dan melibatkan berbagai kepentingan. Pemerintah Indonesia harus berhati-hati dalam melakukan negosiasi dan memastikan bahwa setiap kesepakatan yang dicapai sejalan dengan kepentingan nasional dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat Indonesia.
Kebijakan hilirisasi yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia memiliki implikasi yang signifikan terhadap negosiasi dengan AS. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk mineral dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri.
Kerja sama antara Indonesia dan AS dalam pengembangan industri mineral kritis menawarkan peluang yang signifikan. Namun, kerja sama ini harus dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, dengan memperhatikan dampak terhadap lingkungan dan masyarakat setempat.
Pemerintah Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum ini untuk mengembangkan industri mineral yang maju dan berkelanjutan, yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan membantu mempercepat transisi global menuju energi bersih. Negosiasi dengan AS harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan terkait. Dengan pendekatan yang hati-hati dan strategis, Indonesia dapat memanfaatkan potensi sumber daya mineralnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat posisinya di panggung global.












