Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mendesak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk segera merealisasikan pengenaan pajak kekayaan terhadap kelompok masyarakat superkaya di Indonesia. Kajian terbaru CELIOS menunjukkan bahwa potensi penerimaan negara dari pajak kekayaan sebesar 2 persen yang dikenakan pada aset 50 orang terkaya di Indonesia dalam kurun waktu satu tahun saja dapat mencapai angka fantastis, yakni sekitar Rp81 triliun. Angka ini, menurut CELIOS, dapat menjadi angin segar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang selama ini bergantung pada sumber-sumber pendapatan yang semakin tertekan.
Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS, Media Wahyudi Askar, dalam sebuah forum diskusi publik, menyoroti bahwa potensi Rp81 triliun tersebut baru berasal dari pengenaan pajak terhadap 50 orang terkaya. Padahal, berdasarkan data yang dihimpun, terdapat hampir 2.000 individu yang masuk dalam kategori superkaya di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi penerimaan negara dari pajak kekayaan bisa jauh lebih besar jika pemerintah berani mengambil langkah progresif dan komprehensif.
"Kita berbicara tentang potensi yang sangat signifikan. Dengan hanya memajaki 50 orang terkaya, kita sudah bisa mendapatkan Rp81 triliun. Bayangkan jika kita memperluas cakupan pajak kekayaan ini, berapa banyak lagi dana yang bisa kita himpun untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat," ujar Media dalam acara peluncuran riset CELIOS bertajuk "Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang" yang diselenggarakan pada Selasa (12/8). Judul riset ini sendiri merupakan sindiran terhadap praktik pemungutan pajak yang selama ini dinilai kurang efektif dan cenderung menyasar kelompok masyarakat yang rentan.
Also Read
Desakan CELIOS untuk menerapkan pajak kekayaan ini merupakan bagian dari temuan riset mereka yang lebih luas, yang mengungkap potensi penerimaan negara alternatif sebesar Rp524 triliun jika berbagai pajak progresif diterapkan secara optimal. Pajak progresif adalah sistem pajak yang mengenakan tarif yang lebih tinggi kepada individu atau entitas dengan pendapatan atau kekayaan yang lebih besar. CELIOS berpendapat bahwa sistem pajak yang berlaku saat ini cenderung regresif, di mana beban pajak lebih berat dirasakan oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah, sementara kelompok konglomerat justru menikmati berbagai insentif pajak yang tidak proporsional.
Lebih lanjut, CELIOS menyoroti bahwa insentif pajak yang selama ini diberikan kepada konglomerat seringkali tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Sebaliknya, insentif tersebut justru memperlebar kesenjangan ekonomi dan sosial di masyarakat. Oleh karena itu, CELIOS mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan insentif pajak dan mengalihkan sumber daya tersebut untuk membiayai program-program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat luas, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Penerapan pajak kekayaan bukan hanya soal meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga soal keadilan sosial. Kelompok masyarakat superkaya, dengan kekayaan yang mereka miliki, seharusnya berkontribusi lebih besar terhadap pembangunan negara. Pajak kekayaan dapat menjadi instrumen untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial, serta memastikan bahwa semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati hasil pembangunan.
Namun, penerapan pajak kekayaan bukan tanpa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah resistensi dari kelompok masyarakat superkaya yang tentu saja tidak ingin kekayaan mereka dikenakan pajak. Selain itu, pemerintah juga perlu berhati-hati dalam merancang kebijakan pajak kekayaan agar tidak memicu pelarian modal atau investasi ke luar negeri.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat, khususnya kepada kelompok masyarakat superkaya, tentang manfaat pajak kekayaan bagi pembangunan negara. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa kebijakan pajak kekayaan dirancang secara transparan, akuntabel, dan adil, sehingga tidak menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
Selain itu, pemerintah perlu memperkuat kerja sama internasional untuk mencegah praktik penghindaran pajak oleh kelompok masyarakat superkaya. Dengan kerja sama internasional, pemerintah dapat melacak aset-aset yang disembunyikan di luar negeri dan memastikan bahwa semua warga negara membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerapan pajak kekayaan merupakan langkah penting untuk mewujudkan keadilan sosial dan meningkatkan penerimaan negara. Namun, keberhasilan penerapan pajak kekayaan sangat bergantung pada komitmen pemerintah, dukungan masyarakat, dan kerja sama internasional. Jika semua pihak bersinergi, maka pajak kekayaan dapat menjadi instrumen yang efektif untuk membiayai pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sebagai tambahan informasi, merujuk pada data Forbes Agustus 2025, total kekayaan 10 orang terkaya di Indonesia mencapai angka fantastis, yaitu Rp2.490 triliun. Angka ini menunjukkan betapa besarnya potensi penerimaan negara jika pajak kekayaan diterapkan secara efektif.
CELIOS berharap, dengan adanya kajian ini, pemerintah dapat mempertimbangkan secara serius penerapan pajak kekayaan sebagai salah satu sumber penerimaan negara alternatif. CELIOS juga siap untuk memberikan masukan dan rekomendasi kepada pemerintah dalam merancang kebijakan pajak kekayaan yang efektif dan adil.
Pajak kekayaan bukan hanya sekadar menambah pundi-pundi negara, tetapi juga merupakan simbol komitmen terhadap keadilan sosial dan pemerataan ekonomi. Dengan pajak kekayaan, kita dapat membangun Indonesia yang lebih sejahtera dan berkeadilan bagi seluruh rakyatnya.











