Media Nganjuk – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah akan mengambil langkah tegas untuk memberantas praktik impor ilegal pakaian bekas atau thrifting yang masih marak di pasaran. Melalui pengawasan ketat di lapangan, terutama di pelabuhan dan titik masuk barang impor, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan menjadi ujung tombak dalam menekan peredaran barang ilegal tersebut.
“Kan akan kita monitor terus di lapangan. Nama-namanya saya sudah punya, siapa yang biasa impor segala macam. Saya harapkan mereka mulai hentikan itu, karena ke depan kita akan tindak,” ujar Purbaya saat ditemui di Menara Bank Mega, Jakarta, Senin (27/10/2025).
Purbaya menegaskan, barang impor ilegal seperti pakaian bekas tidak akan lagi ditoleransi. Ia menyebut, selama ini praktik tersebut merugikan industri dalam negeri dan mematikan potensi produksi tekstil dan konveksi lokal.
Also Read
“Kalau ilegal ya dilarang. Nggak tahu siapa yang melegalkan. Kecuali dia bisa legal lewat jalur tertentu, tapi yang disebut balpres itu ya akan dilarang,” tegasnya.
Menurut dia, pelanggaran impor ilegal akan ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku. Barang hasil sitaan akan dimusnahkan, sementara pelaku bisa dikenakan denda, hukuman penjara, serta masuk daftar hitam impor.
Analisis Mendalam dan Konteks Lebih Luas
Pernyataan tegas Menkeu Purbaya ini menandakan keseriusan pemerintah dalam menanggapi isu impor pakaian bekas ilegal yang telah menjadi perhatian publik dalam beberapa waktu terakhir. Praktik thrifting memang memiliki daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat, terutama karena harganya yang relatif terjangkau dan potensi untuk menemukan barang-barang unik. Namun, di balik popularitasnya, terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian nasional, khususnya industri tekstil dan konveksi lokal.
Kerugian Ekonomi Akibat Impor Pakaian Bekas Ilegal
Impor pakaian bekas ilegal, atau yang sering disebut "balpres," merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan industri tekstil dan konveksi dalam negeri. Berikut adalah beberapa kerugian ekonomi yang ditimbulkan:
- Penurunan Daya Saing Industri Lokal: Pakaian bekas impor, dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk lokal, membanjiri pasar dan menurunkan daya saing produk tekstil dan konveksi dalam negeri. Hal ini menyebabkan penurunan penjualan, bahkan kebangkrutan, bagi para pelaku industri lokal.
- Hilangnya Lapangan Kerja: Ketika industri tekstil dan konveksi lokal mengalami penurunan kinerja, dampaknya langsung terasa pada hilangnya lapangan kerja. Ribuan pekerja, mulai dari penjahit, desainer, hingga tenaga pemasaran, terancam kehilangan mata pencaharian.
- Potensi Penerimaan Negara yang Hilang: Impor pakaian bekas ilegal tidak hanya merugikan industri lokal, tetapi juga berpotensi mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak dan bea masuk. Praktik ilegal ini seringkali dilakukan secara tersembunyi, sehingga sulit untuk dideteksi dan dikenakan pajak yang sesuai.
- Dampak Lingkungan: Selain kerugian ekonomi, impor pakaian bekas juga menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan. Pakaian bekas yang tidak laku dijual seringkali berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) dan menjadi sumber polusi. Proses penguraian tekstil di TPA juga menghasilkan gas metana, yang merupakan salah satu gas rumah kaca penyebab perubahan iklim.
Langkah-Langkah Pemerintah dalam Memberantas Impor Pakaian Bekas Ilegal
Pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk memberantas impor pakaian bekas ilegal, antara lain:
- Peningkatan Pengawasan di Pelabuhan dan Titik Masuk Barang: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus meningkatkan pengawasan di pelabuhan dan titik masuk barang impor untuk mencegah masuknya pakaian bekas ilegal. Penggunaan teknologi canggih, seperti scanner dan anjing pelacak, juga dioptimalkan untuk mendeteksi barang-barang ilegal.
- Penegakan Hukum yang Tegas: Pemerintah tidak segan-segan menindak tegas para pelaku impor pakaian bekas ilegal. Selain penyitaan dan pemusnahan barang bukti, pelaku juga dapat dikenakan denda, hukuman penjara, dan dimasukkan ke dalam daftar hitam impor.
- Sosialisasi dan Edukasi kepada Masyarakat: Pemerintah juga melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak negatif impor pakaian bekas ilegal terhadap perekonomian nasional dan lingkungan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengurangi permintaan terhadap pakaian bekas impor.
- Dukungan bagi Industri Tekstil dan Konveksi Lokal: Pemerintah memberikan dukungan kepada industri tekstil dan konveksi lokal melalui berbagai program, seperti pelatihan, bantuan permodalan, dan promosi produk. Tujuannya adalah untuk meningkatkan daya saing industri lokal dan menciptakan lapangan kerja baru.
Peran Masyarakat dalam Memberantas Impor Pakaian Bekas Ilegal
Pemberantasan impor pakaian bekas ilegal tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran aktif dari masyarakat. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat:
- Meningkatkan Kesadaran: Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran mengenai dampak negatif impor pakaian bekas ilegal terhadap perekonomian nasional dan lingkungan. Informasi ini dapat disebarkan melalui media sosial, diskusi, atau kegiatan komunitas.
- Memilih Produk Lokal: Masyarakat diimbau untuk lebih memilih produk tekstil dan konveksi lokal daripada pakaian bekas impor. Dengan membeli produk lokal, masyarakat turut mendukung pertumbuhan industri dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja.
- Melaporkan Praktik Ilegal: Jika masyarakat menemukan indikasi adanya praktik impor pakaian bekas ilegal, segera laporkan kepada pihak berwenang, seperti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kepolisian.
- Mendukung Kampanye Anti-Thrifting Ilegal: Masyarakat dapat mendukung kampanye anti-thrifting ilegal yang diselenggarakan oleh pemerintah atau organisasi masyarakat sipil. Dukungan ini dapat berupa partisipasi dalam kegiatan kampanye, menyebarkan informasi, atau memberikan donasi.
Ancaman Hukuman Berat bagi Pelaku Impor Pakaian Bekas Ilegal
Menkeu Purbaya dengan tegas menyatakan bahwa pelaku impor pakaian bekas ilegal akan dilarang melakukan impor seumur hidup. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak akan memberikan toleransi kepada para pelaku yang merugikan perekonomian nasional.
Selain larangan impor seumur hidup, pelaku juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal 111 ayat (1) UU Perdagangan mengatur bahwa setiap orang yang melakukan impor barang yang dilarang dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Dengan adanya ancaman hukuman yang berat ini, diharapkan para pelaku impor pakaian bekas ilegal akan berpikir dua kali sebelum melakukan aksinya. Pemerintah akan terus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum untuk memastikan bahwa praktik ilegal ini dapat diberantas secara tuntas.
Kesimpulan
Pemberantasan impor pakaian bekas ilegal merupakan upaya penting untuk melindungi industri tekstil dan konveksi dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga kelestarian lingkungan. Pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk memberantas praktik ilegal ini, namun membutuhkan dukungan aktif dari masyarakat untuk mencapai hasil yang optimal. Dengan meningkatkan kesadaran, memilih produk lokal, melaporkan praktik ilegal, dan mendukung kampanye anti-thrifting ilegal, masyarakat dapat turut berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera dan berkelanjutan. Ancaman hukuman berat bagi pelaku impor pakaian bekas ilegal juga menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah tidak akan memberikan toleransi terhadap praktik yang merugikan perekonomian nasional.















