Konfederasi Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) mengusulkan agar pemerintah memberikan keikutsertaan gratis dalam program BPJS Ketenagakerjaan bagi 20 persen penduduk Indonesia yang bekerja, dengan fokus utama pada pekerja berpenghasilan rendah dan kelompok rentan. Usulan ini mencuat di tengah kekhawatiran akan rapuhnya kondisi ketenagakerjaan dan rendahnya tingkat partisipasi pekerja informal dalam program jaminan sosial.
Presiden Sarbumusi, Irham Ali Saifuddin, menyoroti bahwa saat ini, di tengah lesunya ekonomi riil, kondisi ketenagakerjaan di Indonesia semakin rentan. Ia menekankan bahwa kepesertaan pekerja informal dalam program BPJS Ketenagakerjaan masih sangat rendah, hanya sekitar 1,5 persen dari total pekerja informal. Kondisi ini, menurut Irham, sangat memprihatinkan dan memerlukan intervensi khusus dari pemerintah untuk memastikan perlindungan sosial bagi kelompok pekerja yang paling rentan.
Usulan Sarbumusi ini didasarkan pada keyakinan bahwa perlindungan sosial merupakan hak dasar setiap warga negara, termasuk para pekerja informal yang seringkali menghadapi risiko kerja yang tinggi tanpa jaminan perlindungan yang memadai. Dengan memberikan keikutsertaan gratis dalam program BPJS Ketenagakerjaan, pemerintah dapat membantu mengurangi kerentanan ekonomi para pekerja informal dan mencegah mereka jatuh lebih dalam ke jurang kemiskinan.
Also Read
Menurut perhitungan Sarbumusi, pemerintah hanya perlu mengalokasikan sekitar Rp6 triliun per tahun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai perluasan program ini. Anggaran tersebut akan mencakup dua manfaat dasar BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). JKK memberikan perlindungan bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, sedangkan JKM memberikan santunan kepada ahli waris jika pekerja meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja.
Irham meyakini bahwa nilai anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai program ini relatif kecil dibandingkan dengan manfaat sosial dan ekonomi yang akan dihasilkan. Dengan memberikan perlindungan sosial kepada jutaan pekerja rentan, pemerintah tidak hanya membantu meningkatkan kesejahteraan mereka, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Deputi Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan, Hendra Nopriansyah, menyambut baik usulan Sarbumusi dan menegaskan komitmen lembaganya untuk mewujudkan universal coverage jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja Indonesia, termasuk mereka yang bekerja di sektor informal. Ia mengakui bahwa mencapai universal coverage merupakan tantangan yang kompleks, tetapi BPJS Ketenagakerjaan terus berupaya untuk memperluas jangkauan programnya melalui berbagai inovasi dan strategi.
BPJS Ketenagakerjaan juga memperkuat model ekosistem berbasis komunitas dan inovasi digital agar pendaftaran tidak terhambat administrasi maupun biaya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah akses bagi pekerja informal yang seringkali terkendala oleh berbagai faktor seperti kurangnya informasi, kesulitan dalam proses pendaftaran, dan keterbatasan biaya. Dengan memanfaatkan teknologi digital dan membangun kemitraan dengan komunitas-komunitas lokal, BPJS Ketenagakerjaan berharap dapat menjangkau lebih banyak pekerja informal dan meningkatkan partisipasi mereka dalam program jaminan sosial.
Hendra menekankan bahwa universal coverage hanya dapat tercapai dengan kolaborasi dari berbagai pihak. Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan integrasi data, pengusaha perlu memastikan kepatuhan terhadap peraturan ketenagakerjaan, dan serikat pekerja perlu berperan aktif dalam edukasi dan advokasi. Dengan sinergi dari semua pihak, diharapkan target universal coverage jaminan sosial ketenagakerjaan dapat segera terwujud.
Minimnya perlindungan bagi pekerja informal menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk Federasi Serikat Pekerja Panasonic Gobel (FSPPG). Djoko Wahyudi dari FSPPG mencatat bahwa dari total 61 juta pekerja informal di Indonesia, hanya sekitar 8,6 juta orang atau 14,08 persen yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Angka ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerja informal yang belum terlindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan, sehingga rentan terhadap risiko ekonomi dan sosial.
Djoko juga menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran pekerja informal tentang manfaat BPJS Ketenagakerjaan. Banyak pekerja informal yang belum memahami pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan dan manfaat yang dapat mereka peroleh jika menjadi peserta. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi pekerja informal dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, Djoko juga mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif bagi pekerja informal yang mendaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Insentif ini dapat berupa subsidi iuran atau kemudahan dalam proses pendaftaran. Dengan adanya insentif, diharapkan lebih banyak pekerja informal yang tertarik untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Usulan Sarbumusi tentang BPJS Ketenagakerjaan gratis bagi 20 persen penduduk bekerja merupakan langkah penting untuk meningkatkan perlindungan sosial bagi pekerja rentan di Indonesia. Dengan memberikan perlindungan sosial yang memadai, pemerintah dapat membantu meningkatkan kesejahteraan pekerja, mengurangi kesenjangan sosial, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Namun, implementasi usulan ini memerlukan perencanaan yang matang dan koordinasi yang baik antara berbagai pihak terkait. Pemerintah perlu melakukan kajian yang mendalam tentang mekanisme pendanaan, target penerima, dan dampak sosial ekonomi dari program ini. Selain itu, pemerintah juga perlu melibatkan serikat pekerja, organisasi pengusaha, dan lembaga swadaya masyarakat dalam proses perencanaan dan implementasi program ini.
Dengan kerja sama dari semua pihak, diharapkan program BPJS Ketenagakerjaan gratis bagi 20 persen penduduk bekerja dapat berjalan sukses dan memberikan manfaat yang optimal bagi pekerja rentan di Indonesia. Perlindungan sosial yang memadai merupakan investasi penting untuk masa depan bangsa.














