Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah mengumumkan kesiapan pemerintah pusat untuk menyalurkan pinjaman kepada pemerintah daerah (pemda) dengan total nilai mencapai Rp240 triliun. Inisiatif ini bertujuan untuk membantu pemda memenuhi kebutuhan anggaran mereka dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Namun, rencana ini menuai kritik dan kekhawatiran dari para ekonom, yang memperingatkan potensi jebakan utang bagi pemda yang sudah kesulitan keuangan.
Menurut Purbaya, skema pinjaman ini dijamin oleh pemerintah pusat, sehingga pemda dapat memanfaatkannya secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan masing-masing. "Itu totalnya nanti kalau semuanya siap kan disiapkan Rp240 triliun, tergantung kesiapan kooperasi. Jadi uangnya cukup," ujar Purbaya pada Senin, 27 Oktober 2025.
Purbaya menekankan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah memastikan anggaran belanja dapat berjalan tepat sasaran dan tepat waktu untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Ia optimis bahwa dengan realisasi sektor riil yang baik, rasio pajak (tax ratio) dapat meningkat signifikan, berkontribusi minimal Rp100 triliun terhadap pendapatan negara.
Also Read
Namun, Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memberikan pandangan yang berbeda. Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menilai bahwa kebijakan pinjaman pusat ke daerah ini berpotensi bertentangan dengan upaya efisiensi anggaran dan dapat memperburuk kondisi keuangan pemda.
Bhima mengingatkan bahwa banyak pemda akan mengalami pemotongan anggaran transfer dari pusat (TKD) hingga 24,7 persen pada tahun 2026. Padahal, hampir setengah dari pemda di Indonesia saat ini sudah kesulitan membiayai kebutuhan dasar mereka. "Jelas Pemda hampir sulit mengembalikan dananya. Ini jebakan utang," tegas Bhima.
Kekhawatiran Bhima didasarkan pada beberapa faktor. Pertama, kemampuan pemda untuk menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) masih terbatas. Banyak pemda bergantung pada transfer dari pusat untuk membiayai sebagian besar anggaran mereka. Pemotongan TKD akan semakin mempersempit ruang fiskal pemda dan membuat mereka semakin sulit untuk membayar kembali pinjaman.
Kedua, pengelolaan keuangan pemda seringkali kurang efisien dan transparan. Banyak proyek pembangunan yang mangkrak atau tidak memberikan manfaat ekonomi yang signifikan. Hal ini dapat memperburuk kondisi keuangan pemda dan meningkatkan risiko gagal bayar pinjaman.
Ketiga, suku bunga pinjaman yang ditawarkan oleh pemerintah pusat mungkin tidak kompetitif. Jika suku bunga terlalu tinggi, pemda akan semakin terbebani oleh pembayaran bunga dan pokok pinjaman.
Untuk menghindari jebakan utang, Bhima menyarankan agar pemerintah pusat melakukan evaluasi yang cermat terhadap kemampuan keuangan masing-masing pemda sebelum memberikan pinjaman. Pemerintah pusat juga perlu memberikan pendampingan dan pelatihan kepada pemda dalam pengelolaan keuangan dan perencanaan pembangunan.
Selain itu, pemerintah pusat perlu memastikan bahwa pinjaman yang diberikan digunakan untuk proyek-proyek yang produktif dan memberikan manfaat ekonomi yang jelas bagi daerah. Proyek-proyek tersebut harus memiliki studi kelayakan yang komprehensif dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa mereka berjalan sesuai rencana.
Pemerintah pusat juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan hibah atau bantuan teknis kepada pemda yang kesulitan keuangan, daripada hanya memberikan pinjaman. Hibah dan bantuan teknis dapat membantu pemda meningkatkan kapasitas mereka dalam pengelolaan keuangan dan perencanaan pembangunan, serta mengurangi ketergantungan mereka pada pinjaman.
Di sisi lain, pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab untuk mengelola keuangan mereka secara efisien dan transparan. Pemda perlu meningkatkan PAD dengan menggali potensi ekonomi daerah dan memperbaiki sistem perpajakan. Pemda juga perlu memprioritaskan belanja untuk proyek-proyek yang produktif dan memberikan manfaat ekonomi yang jelas bagi masyarakat.
Selain itu, pemda perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan. Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses perencanaan dan penganggaran agar mereka dapat memberikan masukan dan mengawasi penggunaan anggaran.
Kebijakan pinjaman daerah memang dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah keuangan daerah dan mendorong pembangunan. Namun, kebijakan ini perlu dikelola dengan hati-hati agar tidak menjadi jebakan utang yang justru memperburuk kondisi keuangan daerah. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa pinjaman digunakan secara efektif dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat.
Penting untuk dicatat bahwa rencana pinjaman Rp240 triliun ini merupakan jumlah yang signifikan dan dapat memberikan dampak besar bagi perekonomian daerah. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran dan penggunaan dana pinjaman sangat penting untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan secara efektif dan efisien untuk pembangunan daerah.
Selain itu, pemerintah pusat dan daerah perlu bekerja sama untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan keuangan daerah. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, pendampingan, dan pengembangan sistem informasi keuangan yang terintegrasi. Dengan pengelolaan keuangan yang baik, daerah akan lebih mampu untuk memanfaatkan pinjaman secara produktif dan menghindari jebakan utang.
Pada akhirnya, keberhasilan kebijakan pinjaman daerah ini akan bergantung pada komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk bekerja sama secara transparan dan akuntabel. Dengan pengelolaan yang baik, pinjaman daerah dapat menjadi alat yang efektif untuk mendorong pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, inisiatif pinjaman daerah yang digagas oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ini memerlukan perhatian dan pengawasan yang ketat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga pengawas, dan masyarakat sipil. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa dana pinjaman digunakan secara efektif dan efisien untuk pembangunan daerah, serta menghindari potensi jebakan utang yang dapat merugikan daerah dan negara.
Pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampak dari pinjaman ini terhadap generasi mendatang. Utang yang berlebihan dapat membebani generasi mendatang dengan kewajiban pembayaran yang besar, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk berinvestasi dalam pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil pendekatan yang hati-hati dan bertanggung jawab dalam mengelola utang negara. Pinjaman hanya boleh digunakan untuk proyek-proyek yang produktif dan memberikan manfaat ekonomi yang jelas bagi masyarakat, serta harus dikelola secara transparan dan akuntabel.
Dengan demikian, inisiatif pinjaman daerah yang digagas oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ini memerlukan perhatian dan pengawasan yang ketat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga pengawas, dan masyarakat sipil. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa dana pinjaman digunakan secara efektif dan efisien untuk pembangunan daerah, serta menghindari potensi jebakan utang yang dapat merugikan daerah dan negara.












