Media Nganjuk – Pemerintah Indonesia berencana menerapkan strategi unik dalam mengatasi hambatan investasi yang kerap kali menjadi keluhan para pelaku usaha. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan pembentukan kelompok kerja (Pokja) khusus yang bertugas mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah-masalah yang disebabkan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN). Pendekatan ini, menurut Purbaya, terinspirasi dari kecerdikan Abu Nawas, tokoh legendaris yang dikenal dengan solusi-solusi cerdiknya dalam menyelesaikan masalah.
Pokja ini akan berfungsi sebagai wadah bagi para pengusaha untuk melaporkan berbagai kendala bisnis yang mereka hadapi di lapangan. Purbaya menyadari adanya kesenjangan informasi antara laporan internal pemerintah dengan realitas yang dialami oleh para pelaku usaha. "Saya tanya ke bawahan saya, ada hambatan atau tidak? Aman. Saya tanya lagi ke yang lain, tidak ada. Tapi kalau kita tanya ke pelaku usaha, kusut," ungkap Purbaya dalam acara Rapimnas Kadin 2025 di Park Hyatt Jakarta.
Menyadari pentingnya penanganan yang serius terhadap masalah ini, Purbaya berkomitmen untuk mengalokasikan waktu khusus guna memimpin sidang Pokja. "Saya sudah memutuskan untuk mengalokasikan satu hari penuh untuk memimpin sidang (Pokja) the bottlenecking," tegasnya.
Also Read
Keputusan Purbaya untuk terjun langsung dalam menangani hambatan investasi ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Muncul keraguan mengenai kompetensi Purbaya dalam bidang hukum dan peradilan. Menanggapi keraguan tersebut, Purbaya menjelaskan bahwa pengalamannya selama tiga tahun terakhir dalam menyidangkan lebih dari 600 kasus telah mengasah kemampuan analisis dan pengambilan keputusannya. "Kalau ada yang ragu, Purbaya memang tahu hukum apa, memang dia bisa jadi hakim? Saya sudah mensidangkan 600-an lebih kasus selama 3 tahun, kemampuan hakimnya sudah setara Abu Nawas," ujarnya.
Analogi dengan Abu Nawas inilah yang kemudian menjadi sorotan utama. Purbaya menceritakan kembali kisah klasik tentang bagaimana Abu Nawas diminta oleh Raja untuk menilai kejujuran seseorang yang dikenal sebagai pembual. Abu Nawas menggunakan cara yang tidak konvensional, yaitu dengan melumuri seekor kuda dengan minyak dan meminta semua pihak yang terlibat dalam persidangan untuk memegang kuda tersebut. Hasilnya, mereka yang bersalah justru enggan memegang kuda, sementara mereka yang tidak bersalah dengan berani memegang kuda tersebut. Kejujuran mereka terungkap melalui kondisi tangan setelah memegang kuda yang dilumuri minyak.
Purbaya kemudian mengadaptasi metode Abu Nawas ini dalam konteks yang lebih modern. Ia menjelaskan bahwa meskipun tidak menggunakan minyak secara harfiah, ia mengandalkan intuisi dan pengalamannya untuk mendeteksi ketidakjujuran. "Kalau saya tidak kasih minyak, tapi berjalannya waktu, setiap saya sidang kan saya salaman tuh, mungkin 20 sidang sudah tahu, yang bersalah tangannya dingin, yang tidak bersalah tangannya anget. Lama-lama kita tahu, oh ini salah, ini tidak," jelasnya.
Pendekatan yang dilakukan Purbaya ini tentu saja menimbulkan pro dan kontra. Sebagian pihak mengapresiasi inovasi dan keberanian Purbaya dalam mencari solusi yang tidak konvensional. Mereka menilai bahwa pendekatan ini dapat menjadi terobosan dalam mengatasi birokrasi yang rumit dan mempercepat proses investasi di Indonesia. Di sisi lain, ada juga yang meragukan efektivitas metode ini. Mereka berpendapat bahwa intuisi dan firasat tidak dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan yang akurat dan objektif.
Terlepas dari pro dan kontra yang ada, inisiatif Purbaya ini menunjukkan adanya kesadaran yang kuat dari pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Pembentukan Pokja dan komitmen Purbaya untuk terlibat langsung dalam penanganan hambatan investasi merupakan langkah positif yang patut diapresiasi. Namun, keberhasilan dari inisiatif ini akan sangat bergantung pada implementasi yang efektif dan transparan.
Pemerintah perlu memastikan bahwa Pokja ini memiliki mekanisme yang jelas dan terukur dalam menerima, memproses, dan menyelesaikan aduan dari para pelaku usaha. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan koordinasi antar instansi terkait untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan selaras dengan upaya peningkatan investasi.
Keberhasilan Purbaya dalam meniru kecerdikan Abu Nawas dalam menyelesaikan masalah investasi di Indonesia akan menjadi ujian tersendiri. Masyarakat akan terus memantau dan mengevaluasi kinerja Pokja ini. Jika Pokja ini mampu memberikan solusi yang efektif dan berkelanjutan bagi para pelaku usaha, maka inisiatif ini dapat menjadi contoh bagi upaya-upaya peningkatan investasi di sektor-sektor lain. Namun, jika Pokja ini gagal memenuhi harapan, maka inisiatif ini hanya akan menjadi anekdot lucu tentang bagaimana pemerintah mencoba menyelesaikan masalah dengan cara yang tidak konvensional.
Pada akhirnya, kunci keberhasilan investasi di Indonesia terletak pada komitmen pemerintah untuk menciptakan birokrasi yang efisien, transparan, dan akuntabel. Selain itu, pemerintah juga perlu terus berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, memperbaiki infrastruktur, dan menjaga stabilitas ekonomi dan politik. Dengan melakukan hal-hal tersebut, Indonesia dapat menjadi tujuan investasi yang menarik bagi para investor domestik dan asing.













