
Patung dan seni pahat mendapatkan perhatian khusus dalam Al Quran, tidak hanya sebagai objek fisik, tetapi juga dalam konteks keimanan dan sejarah. Beberapa ayat menjelaskan secara rinci tentang keberadaan patung, penggunaannya, dan bagaimana para nabi menyikapinya. Bahkan, surat Al-Anbiya (21) ayat 51-58 secara eksplisit menguraikan tentang patung-patung yang disembah oleh ayah Nabi Ibrahim dan kaumnya. Ayat-ayat ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang pandangan Islam terhadap patung dan seni pahat.
Sikap Al-Quran terhadap patung-patung yang disembah tersebut tidak hanya sebatas penolakan, tetapi juga memberikan legitimasi terhadap penghancurannya. Hal ini tercermin dalam kisah Nabi Ibrahim AS yang dengan berani menghancurkan berhala-berhala kaumnya.
"Maka Ibrahim menjadikan berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya." (QS Al-Anbiya : 58).
Also Read
Ayat ini mengisahkan bagaimana Nabi Ibrahim AS menghancurkan seluruh berhala, kecuali satu yang terbesar. Tindakan ini bukan tanpa alasan. Nabi Ibrahim AS ingin memberikan pelajaran kepada kaumnya bahwa berhala-berhala tersebut tidak memiliki kekuatan apa pun, bahkan untuk melindungi diri mereka sendiri.
Quraish Shihab dalam kitabnya "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat" menjelaskan bahwa tindakan Nabi Ibrahim AS menghancurkan semua berhala kecuali satu yang terbesar memiliki makna yang mendalam. Beliau berpendapat bahwa membiarkan satu berhala tetap berdiri dibenarkan karena pada saat itu berhala tersebut diharapkan dapat berperan sesuai dengan ajaran tauhid. Melalui berhala yang terbesar itulah, Nabi Ibrahim AS membuktikan kepada kaumnya bahwa berhala, betapapun besar dan indahnya, tidak layak untuk disembah.
Lebih lanjut, Al Quran mengisahkan dialog antara Nabi Ibrahim AS dengan kaumnya setelah penghancuran berhala-berhala tersebut.
"Sebenarnya patung yang besar inilah yang melakukannya (penghancuran berhala-berhala itu). Maka tanyakanlah kepada mereka jika mereka dapat berbicara. Maka mereka kembali kepada kesadaran diri mereka, lalu mereka berkata, Sesungguhnya kami sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)." (QS Al-Anbiya : 63-64)
Ayat ini menggambarkan bagaimana kaum Nabi Ibrahim AS akhirnya menyadari kesalahan mereka setelah melihat berhala-berhala mereka hancur. Mereka mengakui bahwa mereka telah menganiaya diri sendiri dengan menyembah sesuatu yang tidak berdaya.
Dari kisah Nabi Ibrahim AS ini, kita dapat memahami bahwa yang dipersoalkan bukanlah bentuk fisik patung itu sendiri, melainkan keyakinan dan sikap manusia terhadap patung tersebut. Jika patung dijadikan sebagai objek penyembahan dan diyakini memiliki kekuatan gaib, maka hal itu dilarang dalam Islam. Namun, jika patung hanya berfungsi sebagai karya seni atau benda dekoratif, maka tidak ada larangan yang eksplisit dalam Al Quran.
Patung dalam Konteks Seni dan Sejarah
Selain kisah Nabi Ibrahim AS, Al Quran juga menyinggung tentang seni pahat dalam konteks yang berbeda. Dalam surat Saba (34): 12-13, Allah SWT menguraikan tentang nikmat yang dianugerahkan kepada Nabi Sulaiman AS, yang antara lain adalah kemampuan untuk memanfaatkan jin dalam berbagai pekerjaan, termasuk membuat patung dan bangunan megah.
"(Dan Kami tundukkan pula kepadanya segolongan setan-setan) dan (di antara mereka) ada yang menyelam (ke dasar laut) untuknya dan mengerjakan pekerjaan selain itu; dan Kamilah yang memelihara mereka itu. Dan Kami telah melimpahkan karunia kepada Daud dari Kami. (Kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah kebajikan. Sesungguhnya Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Saba: 12-13)
Ayat ini menunjukkan bahwa seni pahat dan pembuatan patung dapat menjadi bagian dari kemajuan peradaban dan teknologi, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid. Nabi Sulaiman AS memanfaatkan kemampuan jin untuk membangun berbagai infrastruktur yang bermanfaat bagi masyarakat, termasuk membuat patung-patung yang indah dan megah.
Interpretasi Ulama tentang Patung dalam Islam
Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hukum membuat dan memajang patung dalam Islam. Sebagian ulama mengharamkan secara mutlak pembuatan dan pemajangan patung makhluk bernyawa, dengan alasan bahwa hal itu dapat mengarah pada perbuatan syirik dan menyerupai ciptaan Allah SWT. Mereka berpegang pada hadis-hadis yang melarang pembuatan gambar dan patung makhluk bernyawa.
Namun, sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa larangan tersebut bersifat kondisional dan tidak berlaku secara mutlak. Mereka membolehkan pembuatan dan pemajangan patung jika tidak bertujuan untuk disembah atau diagungkan secara berlebihan. Mereka juga membolehkan pembuatan patung untuk tujuan pendidikan, penelitian, atau seni, asalkan tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar dalam sejarah Islam, berpendapat bahwa membuat patung yang tidak menyerupai makhluk bernyawa, seperti patung tumbuhan atau benda mati, hukumnya boleh. Beliau juga membolehkan membuat patung makhluk bernyawa jika tidak dipajang di tempat yang dapat menimbulkan fitnah atau mengarah pada perbuatan syirik.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Al Quran memberikan perhatian yang cukup besar terhadap patung dan seni pahat. Al Quran tidak secara mutlak melarang pembuatan dan pemajangan patung, tetapi memberikan batasan yang jelas agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid.
Yang dilarang dalam Islam adalah menjadikan patung sebagai objek penyembahan atau mengagungkannya secara berlebihan sehingga menyerupai perbuatan syirik. Namun, jika patung hanya berfungsi sebagai karya seni, benda dekoratif, atau media pendidikan, maka tidak ada larangan yang eksplisit dalam Al Quran.
Perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum patung menunjukkan bahwa masalah ini bersifat kompleks dan memerlukan pemahaman yang mendalam tentang dalil-dalil agama serta konteks sosial dan budaya. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya berhati-hati dalam menyikapi masalah patung dan senantiasa berpedoman pada ajaran Al Quran dan Sunnah serta nasihat para ulama yang terpercaya.
Dengan memahami pandangan Al Quran tentang patung dan seni pahat, diharapkan umat Islam dapat bersikap bijak dan proporsional dalam menghargai karya seni serta menjaga keimanan dan ketauhidan kepada Allah SWT. Seni pahat dapat menjadi sarana untuk mengagumi keindahan ciptaan Allah SWT dan meningkatkan kreativitas manusia, asalkan tidak melupakan batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam agama Islam.
