Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat Indonesia atas pernyataan kontroversialnya terkait kepemilikan tanah oleh negara yang sempat memicu polemik dan kesalahpahaman luas. Permohonan maaf ini disampaikan dalam sebuah konferensi pers yang digelar di kantor Kementerian ATR/BPN pada hari Selasa, 12 Agustus 2025, sebagai respons atas reaksi negatif yang timbul dari pernyataan sebelumnya.
Pernyataan yang dimaksud, yang menjadi sumber kegaduhan, dilontarkan oleh Nusron Wahid saat menjelaskan kebijakan pemerintah terkait upaya pengamanan 100 ribu hektare tanah telantar di berbagai wilayah Indonesia. Dalam penjelasannya, ia menggunakan diksi yang dianggap kurang tepat dan menimbulkan interpretasi bahwa negara memiliki hak untuk mengambil alih tanah-tanah yang dianggap tidak produktif, termasuk tanah milik masyarakat.
"Saya atas nama Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid, menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia, kepada publik, kepada netizen, atas pernyataan saya beberapa waktu yang lalu terkait kepemilikan tanah yang viral dan menimbulkan polemik di masyarakat serta memicu kesalahpahaman," ujar Nusron Wahid dengan nada menyesal. Ia mengakui bahwa pemilihan kata yang kurang hati-hati telah menyebabkan kebingungan dan kecemasan di kalangan masyarakat, terutama mereka yang memiliki tanah dan merasa khawatir akan potensi pengambilalihan oleh negara.
Also Read
Dalam kesempatan tersebut, Nusron Wahid juga memberikan klarifikasi mendalam mengenai maksud dan tujuan sebenarnya dari kebijakan pengamanan tanah telantar yang sedang digalakkan oleh pemerintah. Ia menegaskan bahwa negara tidak memiliki niat sedikit pun untuk merampas atau mengambil alih tanah rakyat secara sewenang-wenang. Sebaliknya, negara memiliki kewajiban untuk mengatur dan menata hubungan hukum antara masyarakat dengan tanah yang dimilikinya, sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.
"Negara hadir bukan untuk memiliki tanah rakyat, tetapi untuk mengatur dan memastikan bahwa pemanfaatan tanah dilakukan secara optimal dan berkelanjutan, demi kepentingan bersama," tegas Nusron Wahid. Ia menjelaskan bahwa pengaturan ini meliputi aspek-aspek seperti pemberian hak atas tanah, penegakan hukum terkait pertanahan, serta penyelesaian sengketa tanah yang seringkali menjadi sumber konflik di masyarakat.
Lebih lanjut, Nusron Wahid menjelaskan bahwa kebijakan pengamanan tanah telantar hanya akan menyasar tanah-tanah yang memiliki status Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Artinya, tanah-tanah tersebut telah diberikan izin pemanfaatan kepada pihak tertentu, namun tidak dikelola atau dimanfaatkan secara optimal dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
"Kebijakan ini tidak akan menyentuh tanah rakyat, sawah, pekarangan, atau tanah waris, terutama yang sudah memiliki sertifikat hak milik atau hak pakai," tandas Nusron Wahid. Ia meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah sangat menghormati hak kepemilikan tanah yang sah dan tidak akan melakukan tindakan yang merugikan kepentingan rakyat.
Nusron Wahid juga menyinggung soal pentingnya pemanfaatan tanah secara produktif untuk mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Ia mengajak seluruh pihak, termasuk pemilik tanah, investor, dan pemerintah daerah, untuk bersama-sama mengoptimalkan pemanfaatan tanah yang ada, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi bangsa dan negara.
"Tanah adalah sumber daya yang sangat berharga, dan kita harus memanfaatkannya secara bijak dan bertanggung jawab," kata Nusron Wahid. Ia menambahkan bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif di sektor pertanahan, sehingga dapat menarik minat investor untuk mengembangkan potensi tanah yang ada.
Selain menyampaikan permohonan maaf dan memberikan klarifikasi, Nusron Wahid juga menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan di seluruh Indonesia. Ia menyadari bahwa masih banyak permasalahan pertanahan yang perlu diselesaikan, seperti sengketa tanah, tumpang tindih kepemilikan, dan praktik mafia tanah.
"Kami akan terus berupaya untuk memberantas praktik mafia tanah dan memastikan bahwa seluruh proses pertanahan dilakukan secara transparan, akuntabel, dan profesional," janji Nusron Wahid. Ia juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mengawasi dan melaporkan segala bentuk pelanggaran atau penyimpangan yang terjadi di sektor pertanahan.
Konferensi pers yang digelar oleh Menteri ATR/BPN Nusron Wahid ini mendapat perhatian luas dari berbagai kalangan, termasuk media massa, organisasi masyarakat sipil, dan para ahli hukum pertanahan. Banyak pihak yang mengapresiasi langkah Nusron Wahid untuk meminta maaf secara terbuka dan memberikan klarifikasi yang mendalam mengenai kebijakan pengamanan tanah telantar.
Namun, ada juga sebagian pihak yang masih skeptis dan meragukan komitmen pemerintah untuk melindungi hak kepemilikan tanah rakyat. Mereka menilai bahwa pernyataan Nusron Wahid sebelumnya telah menimbulkan trauma dan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat, sehingga sulit untuk dipulihkan dalam waktu singkat.
Menanggapi hal ini, Nusron Wahid menyatakan bahwa ia memahami kekhawatiran dan keraguan yang masih ada di sebagian kalangan masyarakat. Ia berjanji akan terus bekerja keras untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap pemerintah, khususnya di sektor pertanahan.
"Kepercayaan adalah modal utama dalam membangun bangsa, dan kami akan berupaya sekuat tenaga untuk menjaga dan memelihara kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat," kata Nusron Wahid. Ia menambahkan bahwa pemerintah akan terus membuka diri terhadap kritik dan saran dari masyarakat, serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan terkait pertanahan.
Sebagai langkah konkret untuk membangun kembali kepercayaan publik, Kementerian ATR/BPN telah meluncurkan sejumlah program dan inisiatif baru, antara lain:
- Program Sertifikasi Tanah Massal: Program ini bertujuan untuk mempercepat proses sertifikasi tanah di seluruh Indonesia, sehingga masyarakat memiliki kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.
- Pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Tanah: Satgas ini bertugas untuk memberantas praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat dan negara.
- Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam seluruh proses pertanahan, mulai dari pendaftaran tanah hingga penyelesaian sengketa tanah.
- Peningkatan Kualitas Pelayanan: Kementerian ATR/BPN terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan, sehingga masyarakat dapat mengakses layanan pertanahan dengan mudah, cepat, dan murah.
- Sosialisasi dan Edukasi: Kementerian ATR/BPN secara aktif melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban terkait pertanahan.
Nusron Wahid berharap bahwa dengan adanya program dan inisiatif ini, masyarakat akan semakin percaya kepada pemerintah dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan sektor pertanahan. Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan memelihara tanah sebagai aset bangsa yang sangat berharga.
"Mari kita manfaatkan tanah secara bijak dan bertanggung jawab, demi kesejahteraan kita bersama dan generasi mendatang," pungkas Nusron Wahid. Ia menutup konferensi pers dengan senyum optimis dan harapan yang besar akan masa depan pertanahan Indonesia yang lebih baik.
Permohonan maaf dan klarifikasi yang disampaikan oleh Menteri ATR/BPN Nusron Wahid ini diharapkan dapat meredakan polemik yang sempat timbul di masyarakat dan membangun kembali kepercayaan publik terhadap pemerintah di sektor pertanahan. Namun, tantangan yang dihadapi oleh Kementerian ATR/BPN masih sangat besar, dan dibutuhkan kerja keras serta komitmen yang kuat dari seluruh pihak untuk mewujudkan tata kelola pertanahan yang adil, transparan, dan berkelanjutan.
Masyarakat akan terus memantau dan mengawasi kinerja Kementerian ATR/BPN dalam menyelesaikan berbagai permasalahan pertanahan yang masih ada, serta memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil benar-benar berpihak kepada kepentingan rakyat dan negara. Hanya dengan demikian, kepercayaan publik terhadap pemerintah di sektor pertanahan dapat dipulihkan sepenuhnya.














