
Pemimpin oposisi Venezuela, Maria Corina Machado, menyatakan keterkejutannya setelah mengetahui dirinya dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian. Kabar ini disambut dengan keheranan sekaligus kegembiraan, mengingat Machado saat ini masih berada dalam persembunyian di Venezuela akibat ancaman serius terhadap keselamatannya. Reaksi spontan Machado terekam dalam sebuah video yang disebarkan oleh tim persnya, di mana ia terdengar berbicara melalui telepon dengan Edmundo Gonzalez Urrutia, sosok yang menggantikannya sebagai kandidat dalam pemilihan presiden setelah ia dilarang berpartisipasi.
"Saya terkejut!" seru Machado dalam percakapan telepon tersebut. Gonzalez Urrutia, yang telah mengasingkan diri selama hampir setahun, menimpali dengan, "Kami terkejut sekaligus gembira." Machado, yang berusia 58 tahun, kembali menegaskan ketidakpercayaannya dengan mengatakan, "Apa ini? Saya tidak percaya."
Komite Nobel Norwegia, melalui Ketua Frydne, menyatakan harapan bahwa penghargaan ini akan memperkuat perjuangan Machado dan bukan justru mempersempit ruang geraknya. Frydne menjelaskan bahwa komite selalu mempertimbangkan faktor keamanan dan keselamatan para kandidat, terutama mereka yang menghadapi ancaman serius terhadap nyawa mereka. Ia menambahkan bahwa diskusi mendalam dilakukan setiap tahun terkait hal ini, memastikan bahwa pemberian penghargaan tidak malah membahayakan penerima.
Also Read
Pengumuman pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini secara eksplisit menyebutkan penghargaan kepada "perempuan dan laki-laki pemberani yang telah melawan penindasan, yang telah membawa harapan kebebasan di sel penjara, di jalanan, dan di alun-alun publik, dan yang telah menunjukkan melalui tindakan mereka bahwa perlawanan damai dapat mengubah dunia." Komite Nobel secara khusus menyoroti keberanian Machado yang tetap tinggal di Venezuela meskipun menghadapi ancaman serius, sebuah pilihan yang dinilai telah menginspirasi jutaan orang.
Maria Corina Machado adalah figur sentral dalam gerakan oposisi Venezuela yang telah lama berjuang melawan pemerintahan yang dipimpin oleh Nicolas Maduro. Perjuangannya ditandai dengan serangkaian tantangan dan rintangan, termasuk larangan berpartisipasi dalam pemilihan presiden dan ancaman terhadap keselamatannya yang memaksanya untuk hidup dalam persembunyian.
Machado lahir pada tahun 1967 di Caracas, Venezuela. Ia meraih gelar sarjana teknik industri dari Universitas Katolik Andrés Bello dan kemudian melanjutkan studi di bidang keuangan di Institut Studi Lanjutan Administrasi (IESA). Karier politiknya dimulai pada awal tahun 2000-an, ketika ia mendirikan organisasi nirlaba bernama Súmate, yang bertujuan untuk mempromosikan partisipasi warga negara dalam proses demokrasi.
Súmate memainkan peran penting dalam mengorganisir referendum tahun 2004 yang bertujuan untuk mencopot Hugo Chávez dari jabatannya sebagai presiden. Meskipun referendum tersebut gagal, Súmate berhasil mengumpulkan jutaan tanda tangan dukungan dan meningkatkan kesadaran publik tentang isu-isu demokrasi dan hak asasi manusia di Venezuela.
Machado terpilih sebagai anggota Majelis Nasional Venezuela pada tahun 2010, mewakili negara bagian Miranda. Selama masa jabatannya, ia dikenal sebagai kritikus vokal terhadap pemerintahan Chávez dan Maduro. Ia secara aktif memperjuangkan reformasi ekonomi, kebebasan pers, dan perlindungan hak asasi manusia.
Pada tahun 2014, Machado dicopot dari jabatannya sebagai anggota Majelis Nasional setelah ia menerima tawaran untuk berbicara di depan Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) tentang situasi politik di Venezuela. Pemerintah Venezuela menuduhnya melanggar konstitusi dengan menerima undangan tersebut tanpa izin dari Majelis Nasional.
Setelah dicopot dari jabatannya, Machado terus aktif dalam gerakan oposisi. Ia menjadi salah satu pemimpin utama gerakan protes anti-pemerintah yang melanda Venezuela pada tahun 2014 dan 2017. Protes-protes tersebut menuntut pengunduran diri Maduro, pembebasan tahanan politik, dan penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan adil.
Pada tahun 2023, Machado mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan primer oposisi. Ia memenangkan pemilihan tersebut dengan selisih suara yang signifikan, mengalahkan kandidat-kandidat lain yang lebih mapan. Namun, pemerintah Venezuela kemudian melarangnya untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden yang dijadwalkan pada tahun 2024.
Larangan tersebut dikecam oleh komunitas internasional sebagai tindakan yang tidak demokratis. Banyak negara dan organisasi internasional menyerukan kepada pemerintah Venezuela untuk mencabut larangan tersebut dan mengizinkan Machado untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden.
Meskipun dilarang mencalonkan diri, Machado tetap menjadi figur sentral dalam gerakan oposisi. Ia terus mengadvokasi perubahan politik di Venezuela dan menyerukan kepada rakyat Venezuela untuk bersatu dan berjuang untuk demokrasi. Penunjukannya sebagai penerima Hadiah Nobel Perdamaian menjadi pengakuan atas perjuangannya yang tak kenal lelah untuk demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan di Venezuela.
Hadiah Nobel Perdamaian ini bukan hanya sekadar penghargaan simbolis, melainkan juga sebuah pengakuan atas keberanian dan keteguhan Machado dalam menghadapi tekanan dan ancaman yang luar biasa. Diharapkan, penghargaan ini akan memberikan dorongan moral bagi gerakan oposisi di Venezuela dan menginspirasi lebih banyak orang untuk berjuang demi perubahan positif di negara tersebut. Selain itu, penghargaan ini juga diharapkan dapat meningkatkan perhatian internasional terhadap situasi politik dan kemanusiaan yang memprihatinkan di Venezuela, mendorong komunitas internasional untuk mengambil tindakan yang lebih tegas dalam mendukung transisi menuju demokrasi dan pemulihan hak asasi manusia di negara tersebut. Penghargaan Nobel Perdamaian kepada Maria Corina Machado adalah sebuah pesan yang kuat bahwa perjuangan untuk kebebasan dan demokrasi tidak akan pernah sia-sia, dan bahwa keberanian untuk melawan penindasan akan selalu dihargai dan diakui.
