
Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia tengah berupaya mentransformasi peran penghulu, tidak lagi terbatas sebagai pengadministrasi dan pencatat akad nikah semata. Langkah ini diambil sebagai upaya mengembalikan marwah dan peran historis penghulu sebagai tokoh sentral dalam kehidupan keagamaan dan sosial masyarakat. Penghulu, dengan akar sejarah yang panjang sejak masa Kesultanan Demak, diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam pembinaan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, serta menjadi solusi bagi berbagai permasalahan yang dihadapi umat.
Sejarah mencatat, penghulu memiliki peran yang sangat signifikan dalam perkembangan peradaban Islam di Nusantara. Di masa Kesultanan Demak, penghulu bukan hanya sekadar pemimpin upacara pernikahan, melainkan juga tokoh agama yang disegani, penasihat spiritual kerajaan, dan hakim yang menyelesaikan sengketa di masyarakat. Bahkan, tokoh sekaliber Sunan Bonang, salah satu dari Wali Songo yang sangat berpengaruh, pernah mengemban amanah sebagai penghulu kerajaan. Hal ini menunjukkan betapa penting dan strategisnya posisi penghulu dalam struktur sosial dan keagamaan pada masa itu.
Peran penghulu tetap relevan di masa kolonial dan pendudukan Jepang. Lembaga keagamaan bernama Shumubu, yang kemudian menjadi cikal bakal Kementerian Agama pada tahun 1946, menjadi wadah bagi para penghulu untuk terus berkontribusi dalam membimbing umat dan menjaga nilai-nilai agama. Setelah kemerdekaan, Kementerian Agama terus mengembangkan peran dan fungsi penghulu seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Also Read
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, peran penghulu cenderung tereduksi menjadi sekadar pengadministrasi dan pencatat akad nikah. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya pelatihan yang memadai, beban kerja yang berat, serta perubahan sosial dan budaya yang kompleks. Kemenag menyadari bahwa perlu ada upaya serius untuk mengembalikan peran ideal penghulu sebagai tokoh panutan dan pembimbing masyarakat.
Sebagai langkah konkret, Kemenag menggelar pelatihan intensif bagi 100 penghulu dari berbagai daerah di Indonesia. Pelatihan ini tidak hanya fokus pada peningkatan keterampilan teknis dalam pelaksanaan akad nikah, tetapi juga membekali para penghulu dengan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan tantangan keluarga modern. Materi pelatihan meliputi komunikasi efektif, manajemen konflik, pemahaman tentang peran gender, kesehatan reproduksi, perencanaan keuangan keluarga, serta isu-isu sosial dan keagamaan terkini.
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Cecep Khairul Anwar, menekankan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk mengembalikan penghulu ke posisi idealnya, yaitu sebagai pendidik masyarakat dan pelayan umat. "Penghulu bukan hanya hadir saat ijab kabul, tapi juga saat calon pengantin menata masa depan rumah tangga mereka," ujarnya saat membuka sesi Bimbingan Teknis Fasilitator Bimbingan Perkawinan Angkatan V dan VI di Jakarta.
Cecep berharap, melalui pelatihan ini, para penghulu dapat menjadi fasilitator bimbingan perkawinan yang andal dan berdampak nyata. "Fasilitator bukan hanya pengajar, tapi pelayan umat yang mampu membina keluarga Indonesia secara utuh," tegasnya.
Bimbingan Perkawinan (Bimwin) merupakan program yang sudah lama dijalankan di KUA, namun pendekatan yang dibawa dalam pelatihan kali ini terasa berbeda. Para penghulu diajak untuk memahami dinamika rumah tangga modern, termasuk tantangan komunikasi antar pasangan, perubahan peran gender, serta pentingnya kesiapan mental dan spiritual calon pengantin.
Kepala Subdirektorat Bina Keluarga Sakinah, Zudi Rahmanto, menjelaskan bahwa program ini merupakan salah satu fondasi penting dalam memperkuat layanan dasar KUA. "Satu KUA minimal memiliki satu fasilitator. Ini penting agar semua Catin mendapat bimbingan yang berkualitas," ujarnya.
Zudi menambahkan, fasilitator bimbingan perkawinan tidak hanya bertugas memberikan nasihat pranikah, tetapi juga harus mampu membaca situasi sosial, menjawab keresahan pasangan muda, dan menjadi tempat bertanya yang aman dan terpercaya. "Harapan kita, fasilitator mampu menjadi pendamping yang komunikatif dan solutif bagi Catin. Mereka bukan hanya memberi materi, tetapi menggerakkan masyarakat menuju keluarga yang tangguh demi mewujudkan Indonesia Emas 2045," sambungnya.
Pelatihan ini juga menekankan pentingnya penghulu sebagai agen perubahan di masyarakat. Penghulu diharapkan mampu mengadvokasi isu-isu penting seperti pencegahan pernikahan dini, kekerasan dalam rumah tangga, dan perceraian. Selain itu, penghulu juga diharapkan dapat berperan aktif dalam mempromosikan nilai-nilai keluarga yang harmonis, seperti saling menghormati, saling mendukung, dan saling mencintai.
Kemenag menyadari bahwa upaya mentransformasi peran penghulu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, dan tokoh agama. Oleh karena itu, Kemenag terus menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas layanan KUA dan memberdayakan penghulu.
Salah satu bentuk kerjasama tersebut adalah dengan menggandeng perguruan tinggi untuk mengembangkan kurikulum pelatihan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, Kemenag juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam program-program bimbingan perkawinan dan pembinaan keluarga.
Kemenag berharap, dengan upaya yang berkelanjutan dan kerjasama yang solid, peran penghulu dapat dikembalikan ke posisi idealnya sebagai tokoh panutan dan pembimbing masyarakat. Dengan demikian, diharapkan kualitas kehidupan keluarga Indonesia dapat meningkat dan terwujud keluarga sakinah, mawaddah, warahmah yang menjadi fondasi bagi pembangunan bangsa yang kuat dan sejahtera.
Transformasi peran penghulu ini juga sejalan dengan visi Kementerian Agama untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang religius, cerdas, unggul, dan moderat. Penghulu, sebagai ujung tombak pelayanan keagamaan di tingkat masyarakat, memiliki peran strategis dalam mencapai visi tersebut.
Kemenag optimis bahwa dengan komitmen dan kerja keras bersama, transformasi peran penghulu dapat berhasil dan memberikan dampak positif bagi kehidupan keluarga dan masyarakat Indonesia.
