Komisi Informasi Pusat (KIP) menggelar sidang perdana atas gugatan yang diajukan oleh pengamat kebijakan publik, Bonatua Silalahi, terkait dengan legalitas ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Gugatan dengan nomor perkara 083/X/KIP-PSI/2025 ini menyoroti proses penyetaraan ijazah Gibran yang diperoleh dari UTS Insearch Sydney. Sidang perdana berlangsung di kantor KIP, Jakarta Pusat, pada Senin, 1 Desember 2025.
Bonatua Silalahi secara khusus menggugat Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terkait dengan proses dan dasar penyetaraan ijazah Gibran Rakabuming Raka. Permasalahan ini muncul setelah Bonatua mengajukan permintaan resmi kepada Kemendikdasmen untuk memperoleh dokumen terkait penyetaraan ijazah Gibran dari UTS Insearch Sydney.
Abdul Gafur Sangadji, selaku kuasa hukum Bonatua Silalahi, menjelaskan bahwa gugatan ini dilatarbelakangi oleh ketidakjelasan informasi yang diperoleh kliennya terkait dengan dokumen penyetaraan ijazah Gibran. Menurut Abdul, ijazah yang diperoleh Gibran dari UTS Insearch Sydney disetarakan dengan ijazah setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia.
Also Read
"Gugatan ini berawal dari permintaan klien kami untuk mendapatkan dokumen penyetaraan ijazah Gibran dari UTS Insearch Sydney kepada Kemendikdasmen. Ijazah tersebut disetarakan dengan grade 12 di UTS Insearch Sydney, yang setara dengan SMA di Indonesia," ujar Abdul setelah persidangan.
Lebih lanjut, Abdul menjelaskan bahwa ada dua dokumen utama yang menjadi fokus gugatan ini. Pertama, surat keterangan kelulusan yang disetarakan dengan grade 12 di UTS Insearch Sydney. Kedua, dokumen hasil penilaian dari Kemendikdasmen yang menjadi dasar penerbitan surat kesetaraan tersebut. Pihak penggugat mempertanyakan keabsahan dan transparansi dari kedua dokumen tersebut.
Gugatan ini memicu berbagai spekulasi dan pertanyaan di kalangan masyarakat terkait dengan proses pendidikan dan penyetaraan ijazah yang ditempuh oleh Gibran Rakabuming Raka. Beberapa pihak menilai bahwa gugatan ini merupakan upaya untuk mencari celah kesalahan atau kekurangan dalam administrasi pendidikan Gibran, sementara pihak lain berpendapat bahwa gugatan ini merupakan hak warga negara untuk memperoleh informasi yang transparan dan akuntabel dari pemerintah.
UTS Insearch Sydney sendiri merupakan lembaga pendidikan yang menawarkan program persiapan universitas bagi siswa internasional yang ingin melanjutkan studi ke University of Technology Sydney (UTS). Program ini dirancang untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan akademik dan bahasa Inggris mereka sebelum memasuki program sarjana di UTS.
Proses penyetaraan ijazah dari lembaga pendidikan asing seperti UTS Insearch Sydney di Indonesia diatur oleh Kemendikdasmen. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kualifikasi yang diperoleh dari luar negeri setara dengan standar pendidikan di Indonesia. Proses ini melibatkan penilaian terhadap kurikulum, sistem evaluasi, dan kualitas lembaga pendidikan asing tersebut.
Dalam kasus ijazah Gibran, Kemendikdasmen telah mengeluarkan surat kesetaraan yang menyatakan bahwa ijazah dari UTS Insearch Sydney setara dengan ijazah SMA di Indonesia. Namun, Bonatua Silalahi meragukan validitas dan dasar penilaian yang digunakan oleh Kemendikdasmen dalam mengeluarkan surat kesetaraan tersebut.
Gugatan ini menjadi sorotan publik karena menyangkut pejabat publik yang memiliki posisi strategis dalam pemerintahan. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses pendidikan pejabat publik menjadi isu penting yang perlu diperhatikan. Masyarakat berhak mengetahui bahwa pejabat publik memiliki kualifikasi yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
KIP sebagai lembaga yang berwenang dalam menyelesaikan sengketa informasi publik memiliki peran penting dalam mengadili gugatan ini. KIP harus memastikan bahwa proses persidangan berjalan secara adil, transparan, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Putusan KIP akan menjadi preseden penting dalam kasus-kasus serupa di masa mendatang.
Sidang perdana gugatan ini dihadiri oleh pihak penggugat, tergugat, dan perwakilan dari KIP. Dalam sidang tersebut, pihak penggugat menyampaikan pokok-pokok gugatan dan bukti-bukti yang mendukung argumentasi mereka. Sementara itu, pihak tergugat memberikan jawaban dan tanggapan terhadap gugatan yang diajukan.
Proses persidangan di KIP akan melibatkan serangkaian tahapan, termasuk pemeriksaan dokumen, keterangan saksi, dan ahli. KIP akan mempertimbangkan semua bukti dan argumentasi yang diajukan oleh kedua belah pihak sebelum mengeluarkan putusan.
Putusan KIP dapat berupa perintah kepada Kemendikdasmen untuk membuka informasi yang diminta oleh penggugat, atau menolak gugatan penggugat jika tidak terbukti adanya pelanggaran dalam penyediaan informasi publik. Jika salah satu pihak tidak puas dengan putusan KIP, mereka dapat mengajukan banding ke pengadilan tata usaha negara.
Kasus gugatan ijazah Gibran ini menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan. Pemerintah perlu memastikan bahwa proses penyetaraan ijazah dari lembaga pendidikan asing dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan standar yang berlaku.
Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya verifikasi dan validasi informasi publik yang beredar di masyarakat. Masyarakat perlu lebih kritis dan selektif dalam menerima informasi, terutama yang berkaitan dengan isu-isu sensitif seperti pendidikan dan politik.
Gugatan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang peran media dalam menyebarkan informasi yang akurat dan berimbang. Media memiliki tanggung jawab untuk melakukan verifikasi terhadap informasi yang diperoleh sebelum dipublikasikan kepada masyarakat. Hal ini penting untuk mencegah penyebaran berita bohong atau hoaks yang dapat merugikan individu atau kelompok tertentu.
Penyelesaian kasus gugatan ijazah Gibran ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Putusan KIP akan menjadi pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi kasus-kasus serupa di masa mendatang.
Selain itu, kasus ini juga diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi pejabat publik untuk selalu menjaga integritas dan transparansi dalam segala tindakan dan keputusan yang diambil. Pejabat publik harus menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab yang besar kepada masyarakat dan harus bertindak sesuai dengan etika dan norma yang berlaku.
Gugatan terhadap ijazah Gibran ini juga mencerminkan dinamika politik dan sosial di Indonesia yang semakin terbuka dan kritis. Masyarakat semakin berani untuk menyampaikan pendapat dan mengkritik kebijakan pemerintah. Hal ini merupakan bagian dari proses demokratisasi yang sehat dan perlu dijaga.
Namun, kritik dan perbedaan pendapat harus disampaikan dengan cara yang santun dan konstruktif. Hindari ujaran kebencian, fitnah, dan provokasi yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Pemerintah juga perlu merespons kritik dan masukan dari masyarakat dengan bijak dan terbuka. Pemerintah harus mendengarkan aspirasi masyarakat dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan pelayanan publik.
Kasus gugatan ijazah Gibran ini masih dalam proses persidangan di KIP. Kita semua berharap agar proses persidangan berjalan lancar, adil, dan transparan. Putusan KIP akan menjadi penentu akhir dari kasus ini dan akan memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan hukum dan politik di Indonesia.











