Syariat Islam memberikan panduan yang jelas mengenai interaksi sosial, termasuk dalam hal perselisihan dan upaya mendamaikan diri. Salah satu aspek yang diatur adalah hukum mendiamkan orang lain, khususnya teman atau saudara sesama Muslim. Prinsip dasarnya adalah Islam mendorong perdamaian dan rekonsiliasi, sehingga mendiamkan teman secara berkepanjangan tidak dianjurkan. Namun, terdapat batasan waktu dan pengecualian yang perlu dipahami agar sesuai dengan ajaran Islam.
Batasan Waktu Mendiamkan Teman
Menurut syariat Islam, mendiamkan teman atau saudara Muslim diperbolehkan, namun dengan batasan waktu maksimal tiga hari. Lebih dari itu, dianggap tidak sesuai dengan semangat persaudaraan dan perdamaian yang diajarkan Islam.
Also Read
Ustaz Muhammad Ihsan, seorang pengasuh laman Bimbingan Islam, menjelaskan, "Mendiamkan seorang Muslim dan enggan bertegur sapa karena suatu permasalahan dengan dirinya, hanya diizinkan syariat selama tiga hari."
Dalil yang mendasari ketentuan ini adalah hadis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
"Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Mereka berdua bertemu tapi saling memalingkan wajah, dan yang terbaik adalah yang lebih dahulu memulai salam." (HR. Muslim no. 2560).
Hadis ini secara eksplisit melarang seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Jika terjadi perselisihan, kedua belah pihak dianjurkan untuk segera mencari solusi dan berbaikan. Bahkan, orang yang pertama kali memulai salam dianggap lebih baik karena menunjukkan kerendahan hati dan keinginan untuk menyelesaikan masalah.
Hikmah di Balik Batasan Waktu
Batasan waktu tiga hari ini mengandung hikmah yang mendalam. Dalam kurun waktu tersebut, diharapkan kedua belah pihak dapat merenungkan kesalahan masing-masing, menenangkan diri, dan membuka diri untuk berdialog. Tiga hari dianggap waktu yang cukup untuk meredakan emosi dan mencari solusi yang terbaik.
Selain itu, batasan waktu ini juga mencegah terjadinya permusuhan yang berkepanjangan. Jika perselisihan dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan menimbulkan dendam dan kebencian yang sulit dihilangkan. Islam tidak menginginkan umatnya hidup dalam permusuhan, melainkan dalam persaudaraan dan kasih sayang.
Pengecualian: Mendiamkan karena Urusan Agama
Meskipun terdapat batasan waktu dalam mendiamkan teman, terdapat pengecualian dalam kondisi tertentu. Jika permasalahan yang terjadi berkaitan dengan urusan agama, seperti kemaksiatan atau bid’ah, maka mendiamkan teman diperbolehkan lebih dari tiga hari, bahkan dianjurkan jika dianggap bermanfaat untuk memberikan efek jera atau mencegah penyebaran kemaksiatan tersebut.
Zainuddin Al-‘Iraqy dalam kitab Tharhut Tatsrib (8/98) menjelaskan:
"Pengharaman ini berlaku pada sikap pendiaman yang disebabkan oleh marah karena suatu urusan yang mubah dan tidak berkaitan dengan agama. Adapun mendiamkan karena kemashlahatan agama, seperti maksiat atau bid’ah, hukumnya tidak dilarang (lebih dari tiga hari). Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dahulu memerintahkan untuk memboikot Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah, dan Murarah bin Rabi’."
Dalam sejarah Islam, terdapat contoh di mana Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memboikot beberapa sahabat karena melakukan kesalahan yang berkaitan dengan agama. Hal ini menunjukkan bahwa mendiamkan seseorang diperbolehkan jika bertujuan untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran.
Syarat dan Adab Mendiamkan karena Urusan Agama
Meskipun diperbolehkan mendiamkan teman karena urusan agama, terdapat syarat dan adab yang perlu diperhatikan:
-
Niat yang Ikhlas: Mendiamkan teman harus dilakukan dengan niat yang ikhlas karena Allah, bukan karena dendam atau kebencian pribadi. Tujuannya adalah untuk memberikan nasihat dan mengingatkan teman agar kembali ke jalan yang benar.
-
Tidak Menyebarkan Aib: Mendiamkan teman tidak boleh disertai dengan menyebarkan aib atau kekurangan teman tersebut kepada orang lain. Hal ini justru akan memperburuk keadaan dan merusak hubungan persaudaraan.
-
Menjaga Lisan dan Perbuatan: Selama mendiamkan teman, tetaplah menjaga lisan dan perbuatan agar tidak menyakiti atau merendahkan teman tersebut. Hindari perkataan atau tindakan yang dapat menimbulkan permusuhan yang lebih besar.
-
Mencari Waktu yang Tepat untuk Berbicara: Setelah beberapa waktu mendiamkan teman, carilah waktu yang tepat untuk berbicara secara baik-baik dan memberikan nasihat dengan cara yang bijaksana. Sampaikanlah alasan mengapa Anda mendiamkan teman tersebut dan berikan solusi yang terbaik.
-
Memaafkan Kesalahan: Jika teman tersebut telah menyadari kesalahannya dan meminta maaf, maka berikanlah maaf dengan lapang dada. Jangan menyimpan dendam atau kebencian dalam hati. Ingatlah bahwa setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik manusia adalah yang mau bertaubat dan memperbaiki diri.
Mendahulukan Perdamaian dan Rekonsiliasi
Meskipun terdapat pengecualian dalam mendiamkan teman karena urusan agama, Islam tetap menganjurkan untuk mendahulukan perdamaian dan rekonsiliasi. Jika memungkinkan, berusahalah untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang baik-baik, seperti berdialog, memberikan nasihat, atau meminta bantuan orang yang bijaksana.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
"Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang lebih utama daripada derajat puasa, shalat, dan sedekah?" Para sahabat menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Mendamaikan antara orang-orang yang berselisih." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya mendamaikan orang-orang yang berselisih dalam Islam. Bahkan, derajatnya lebih utama daripada ibadah-ibadah sunnah lainnya. Hal ini karena dengan mendamaikan orang-orang yang berselisih, kita dapat menciptakan kedamaian dan persatuan dalam masyarakat.
Kesimpulan
Mendiamkan teman dalam Islam diperbolehkan dengan batasan waktu maksimal tiga hari, kecuali jika berkaitan dengan urusan agama. Dalam kondisi tersebut, mendiamkan teman diperbolehkan lebih dari tiga hari jika dianggap bermanfaat untuk memberikan efek jera atau mencegah penyebaran kemaksiatan. Namun, dalam semua kondisi, Islam tetap menganjurkan untuk mendahulukan perdamaian dan rekonsiliasi. Jika memungkinkan, berusahalah untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang baik-baik dan saling memaafkan kesalahan. Dengan demikian, kita dapat menjaga hubungan persaudaraan dan menciptakan kedamaian dalam masyarakat.
Penting untuk diingat bahwa tujuan utama dari syariat Islam adalah untuk menciptakan kebaikan dan mencegah kerusakan. Oleh karena itu, dalam setiap tindakan dan keputusan yang kita ambil, hendaknya kita selalu mempertimbangkan dampaknya terhadap diri sendiri, orang lain, dan masyarakat secara keseluruhan. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan kita petunjuk dan kekuatan untuk menjalankan ajaran-ajaran Islam dengan sebaik-baiknya.











