Media Nganjuk melaporkan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terkini mengenai perkembangan harga beras di berbagai tingkatan, mulai dari penggilingan, grosir, hingga eceran, menunjukkan tren penurunan harga pada November 2025. Data ini memberikan gambaran yang komprehensif mengenai dinamika pasar beras di Indonesia, yang merupakan komoditas pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat. Penurunan harga ini tentu menjadi kabar baik bagi konsumen, namun di sisi lain, perlu dianalisis lebih lanjut dampaknya terhadap petani dan pelaku usaha di sektor perberasan.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa rata-rata harga beras di tingkat penggilingan pada November 2025 mengalami penurunan sebesar 0,88 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), terdapat kenaikan sebesar 6 persen. Data ini mengindikasikan adanya fluktuasi harga beras yang perlu dicermati lebih dalam. Penurunan harga bulanan bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti peningkatan pasokan beras akibat panen raya, penurunan permintaan, atau kebijakan pemerintah dalam pengendalian harga. Sementara itu, kenaikan harga tahunan menunjukkan adanya tren peningkatan harga beras secara umum dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Lebih lanjut, Pudji Ismartini merinci data harga beras di penggilingan berdasarkan kualitasnya. Beras premium mengalami penurunan harga sebesar 0,66 persen (mtm), namun mengalami kenaikan sebesar 5,48 persen (yoy). Sementara itu, beras medium mengalami penurunan harga yang lebih signifikan, yaitu sebesar 0,97 persen (mtm), dan kenaikan sebesar 6,46 persen (yoy). Perbedaan tren harga antara beras premium dan medium ini menunjukkan adanya preferensi konsumen yang berbeda. Penurunan harga beras medium yang lebih besar bisa disebabkan oleh peralihan konsumsi ke beras premium atau peningkatan pasokan beras medium di pasar.
Also Read
Pada tingkat grosir, inflasi beras pada November 2025 tercatat mengalami deflasi sebesar 0,93 persen (mtm) dan inflasi sebesar 5,03 persen (yoy). Sementara itu, di tingkat eceran, terjadi deflasi sebesar 0,59 persen (mtm) dan inflasi sebesar 3,72 persen (yoy). Data ini menunjukkan bahwa penurunan harga beras di tingkat penggilingan juga berdampak pada harga di tingkat grosir dan eceran. Deflasi bulanan di tingkat grosir dan eceran memberikan indikasi bahwa penurunan harga beras di tingkat penggilingan berhasil diteruskan ke konsumen. Namun, inflasi tahunan tetap menunjukkan adanya kenaikan harga beras secara umum dalam setahun terakhir.
Pudji Ismartini menekankan bahwa data harga beras yang disampaikan oleh BPS merupakan rata-rata harga beras yang mencakup berbagai jenis kualitas dan juga mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Hal ini penting untuk diperhatikan karena harga beras dapat bervariasi secara signifikan antar wilayah dan antar jenis kualitas. Data ini memberikan gambaran umum mengenai tren harga beras secara nasional, namun perlu dianalisis lebih lanjut berdasarkan kondisi lokal dan preferensi konsumen di masing-masing daerah.
Penurunan harga beras pada November 2025 menjadi momentum penting untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam pengendalian harga beras. Pemerintah perlu memastikan bahwa penurunan harga ini tidak merugikan petani dan pelaku usaha di sektor perberasan. Di sisi lain, pemerintah juga perlu menjaga stabilitas harga beras agar terjangkau oleh masyarakat luas. Kebijakan yang tepat perlu mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan petani, pelaku usaha, dan konsumen.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga stabilitas harga beras antara lain adalah:
-
Pengelolaan Pasokan Beras: Pemerintah perlu memastikan ketersediaan pasokan beras yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan produksi beras dalam negeri, impor beras jika diperlukan, dan pengelolaan stok beras nasional yang efektif.
-
Distribusi Beras yang Efisien: Pemerintah perlu memastikan bahwa beras dapat didistribusikan secara efisien dari produsen ke konsumen. Hal ini dapat dilakukan melalui perbaikan infrastruktur transportasi, pengurangan biaya logistik, dan penataan rantai pasok beras yang lebih transparan.
-
Pengendalian Harga Beras: Pemerintah dapat melakukan intervensi pasar untuk mengendalikan harga beras jika diperlukan. Hal ini dapat dilakukan melalui operasi pasar, subsidi harga, dan penetapan harga eceran tertinggi. Namun, intervensi pasar perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan distorsi pasar dan merugikan petani.
-
Peningkatan Produktivitas Pertanian: Pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan produktivitas pertanian agar petani dapat menghasilkan beras dengan biaya produksi yang lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan melalui penyediaan benih unggul, pupuk bersubsidi, irigasi yang memadai, dan pelatihan bagi petani.
-
Pengembangan Diversifikasi Pangan: Pemerintah perlu mendorong diversifikasi pangan agar masyarakat tidak terlalu bergantung pada beras. Hal ini dapat dilakukan melalui promosi konsumsi pangan lokal lainnya, seperti jagung, ubi jalar, singkong, dan sagu.
Selain faktor-faktor di atas, faktor eksternal seperti perubahan iklim dan fluktuasi harga pangan global juga dapat mempengaruhi harga beras di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus memantau perkembangan situasi global dan mengambil langkah-langkah antisipasi yang diperlukan.
Data BPS mengenai penurunan harga beras pada November 2025 menjadi dasar penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk merumuskan kebijakan yang tepat dalam menjaga stabilitas harga beras dan meningkatkan kesejahteraan petani. Analisis yang mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras perlu terus dilakukan agar kebijakan yang diambil dapat efektif dan berkelanjutan.
Media Nganjuk akan terus memantau perkembangan harga beras dan memberikan informasi yang akurat dan terpercaya kepada masyarakat. Kami berharap informasi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam mengambil keputusan yang tepat terkait konsumsi beras. Kami juga akan terus mengawal kebijakan pemerintah dalam pengendalian harga beras dan memberikan masukan yang konstruktif demi kepentingan petani, pelaku usaha, dan konsumen.
Penurunan harga beras ini juga menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan harga beras yang lebih terjangkau, masyarakat dapat mengalokasikan anggaran mereka untuk kebutuhan lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan. Hal ini akan berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Namun, perlu diingat bahwa penurunan harga beras juga dapat berdampak negatif pada petani jika tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan dukungan kepada petani agar mereka dapat menghasilkan beras dengan biaya produksi yang lebih rendah dan meningkatkan daya saing mereka di pasar.
Dukungan tersebut dapat berupa penyediaan benih unggul, pupuk bersubsidi, irigasi yang memadai, pelatihan bagi petani, dan akses ke teknologi pertanian modern. Selain itu, pemerintah juga perlu membantu petani dalam memasarkan hasil panen mereka dengan harga yang wajar. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan sistem informasi pasar, promosi produk pertanian lokal, dan kerjasama dengan pihak swasta.
Dengan adanya dukungan dari pemerintah dan peningkatan produktivitas dari petani, diharapkan penurunan harga beras dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, baik konsumen maupun produsen. Konsumen dapat menikmati harga beras yang lebih terjangkau, sementara petani tetap dapat memperoleh keuntungan yang wajar dari hasil panen mereka.
Pemerintah juga perlu terus berupaya untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor beras. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan produksi beras dalam negeri dan pengembangan diversifikasi pangan. Dengan mengurangi ketergantungan pada impor beras, Indonesia akan lebih tahan terhadap fluktuasi harga pangan global dan dapat menjaga stabilitas harga beras di dalam negeri.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan aspek lingkungan dalam produksi beras. Praktik pertanian yang berkelanjutan perlu diterapkan agar tidak merusak lingkungan dan menjaga kesuburan tanah. Hal ini dapat dilakukan melalui penggunaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit secara alami, dan konservasi air.
Dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, diharapkan sektor perberasan di Indonesia dapat berkembang secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi semua pihak. Pemerintah, petani, pelaku usaha, dan konsumen perlu bekerjasama untuk mewujudkan sektor perberasan yang tangguh dan berdaya saing.
Media Nganjuk akan terus berperan aktif dalam mengawal perkembangan sektor perberasan di Indonesia dan memberikan informasi yang akurat dan terpercaya kepada masyarakat. Kami berharap informasi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam memahami dinamika pasar beras dan mengambil keputusan yang tepat. Kami juga akan terus memberikan masukan yang konstruktif kepada pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya demi kemajuan sektor perberasan di Indonesia.











