BRICS Lanjutkan Dedolarisasi, China Buang Dolar AS Rp860 Triliun

Media Nganjuk

BRICS Lanjutkan Dedolarisasi, China Buang Dolar AS Rp860 Triliun

China, sebagai salah satu anggota utama aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), semakin gencar melakukan upaya dedolarisasi, sebuah langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi keuangan internasional. Terbaru, bank-bank di China dilaporkan telah membantu nasabah mereka melepaskan mata uang asing senilai USD51,8 miliar atau setara dengan Rp860 triliun. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2020, menandakan percepatan signifikan dalam upaya China untuk mengurangi eksposur terhadap dolar AS.

Aksi jual dolar AS oleh China ini terjadi di tengah meningkatnya optimisme terhadap mata uang yuan (renminbi), mata uang resmi negara tersebut. Pemerintah China secara aktif mendorong penggunaan yuan dalam perdagangan dan investasi internasional, sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk meningkatkan pengaruh ekonomi dan keuangan globalnya. Dedolarisasi menjadi agenda penting bagi negara-negara BRICS, yang berupaya menciptakan sistem keuangan internasional yang lebih multipolar dan kurang bergantung pada hegemoni dolar AS.

Menurut laporan Bloomberg, bank-bank di China menjual valuta asing bersih senilai USD51,8 miliar atas nama nasabah mereka sepanjang bulan September. Nasabah yang dimaksud meliputi berbagai entitas ekonomi, termasuk importir, eksportir, dan investor yang menanamkan modal di aset keuangan luar negeri. Langkah ini mencerminkan perubahan sentimen di kalangan pelaku ekonomi China, yang semakin percaya diri terhadap prospek yuan dan berupaya mengurangi risiko yang terkait dengan fluktuasi nilai tukar dolar AS.

Lonjakan konversi mata uang ini terjadi seiring dengan pertumbuhan ekspor China yang kuat pada bulan September. Ekspor yang tinggi menghasilkan surplus perdagangan yang signifikan, yang kemudian dikonversi menjadi yuan, sehingga meningkatkan permintaan terhadap mata uang tersebut. Selain itu, langkah ini juga membantu menutupi arus keluar dari investasi surat berharga, karena lembaga keuangan asing terus mengurangi kepemilikan obligasi domestik China.

Dedolarisasi merupakan proses kompleks yang melibatkan berbagai aspek ekonomi dan politik. Selain mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, negara-negara BRICS juga berupaya mengembangkan alternatif sistem pembayaran dan keuangan yang independen. Salah satu inisiatif penting adalah pengembangan mata uang BRICS, yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi antar negara anggota tanpa harus menggunakan dolar AS.

Inisiatif mata uang BRICS masih dalam tahap awal pengembangan, namun memiliki potensi untuk mengubah lanskap keuangan internasional secara signifikan. Jika berhasil diimplementasikan, mata uang BRICS dapat menjadi alternatif yang menarik bagi negara-negara yang ingin mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dan meningkatkan otonomi ekonomi mereka.

China memainkan peran kunci dalam upaya dedolarisasi BRICS. Sebagai ekonomi terbesar di antara negara-negara BRICS, China memiliki sumber daya dan pengaruh yang signifikan untuk mendorong agenda dedolarisasi. Selain itu, China juga memiliki ambisi yang jelas untuk meningkatkan peran yuan dalam sistem keuangan internasional.

Pemerintah China telah mengambil berbagai langkah untuk mempromosikan penggunaan yuan dalam perdagangan dan investasi internasional. Salah satunya adalah dengan mendirikan pusat-pusat kliring yuan di berbagai negara di seluruh dunia. Pusat-pusat ini memfasilitasi transaksi dalam yuan dan mengurangi biaya transaksi bagi perusahaan-perusahaan yang berdagang dengan China.

Selain itu, China juga telah menandatangani perjanjian swap mata uang dengan banyak negara, yang memungkinkan mereka untuk saling meminjamkan mata uang masing-masing dalam jumlah tertentu. Perjanjian ini membantu mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam perdagangan bilateral dan investasi.

Upaya dedolarisasi China dan BRICS tidak terlepas dari ketegangan geopolitik yang meningkat antara China dan Amerika Serikat. Perang dagang antara kedua negara telah mendorong China untuk mencari alternatif terhadap sistem keuangan yang didominasi oleh AS. Dedolarisasi dipandang sebagai cara untuk mengurangi kerentanan terhadap sanksi AS dan meningkatkan otonomi ekonomi China.

Meskipun dedolarisasi merupakan tren yang sedang berlangsung, dolar AS masih tetap menjadi mata uang cadangan dominan di dunia. Dolar AS menyumbang sekitar 60% dari cadangan devisa global dan digunakan dalam sebagian besar transaksi perdagangan internasional. Namun, pangsa dolar AS dalam cadangan devisa global telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan meningkatnya popularitas mata uang alternatif seperti yuan dan euro.

Masa depan dolar AS sebagai mata uang cadangan dominan tidak pasti. Upaya dedolarisasi oleh China dan BRICS, serta meningkatnya popularitas mata uang alternatif, dapat mengikis dominasi dolar AS dalam jangka panjang. Namun, dolar AS masih memiliki banyak keuntungan, termasuk likuiditas yang tinggi dan kepercayaan yang luas.

Dedolarisasi merupakan proses bertahap yang akan memakan waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, untuk sepenuhnya terwujud. Namun, tren ini menunjukkan perubahan signifikan dalam lanskap keuangan internasional. Negara-negara di seluruh dunia semakin mencari alternatif terhadap sistem keuangan yang didominasi oleh AS, dan China memainkan peran penting dalam memimpin perubahan ini.

Khoon Goh, Kepala Riset Asia di ANZ Bank, mengatakan bahwa surplus bersih dalam penyelesaian valuta asing menunjukkan adanya peningkatan arus modal masuk ke China yang membantu menopang yuan. Selain itu, konversi oleh eksportir juga meningkat, yang semakin memperkuat nilai tukar yuan.

Optimisme terhadap yuan juga didorong oleh kebijakan pemerintah China yang mendukung penguatan mata uang tersebut. Pemerintah China telah mengambil berbagai langkah untuk mengendalikan arus modal keluar dan menjaga stabilitas nilai tukar yuan. Langkah-langkah ini telah membantu meningkatkan kepercayaan investor terhadap yuan dan mendorong penggunaan mata uang tersebut dalam transaksi internasional.

Dedolarisasi bukan hanya tentang mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, tetapi juga tentang menciptakan sistem keuangan internasional yang lebih adil dan inklusif. Sistem keuangan saat ini didominasi oleh negara-negara maju, yang memiliki pengaruh yang tidak proporsional dalam pengambilan keputusan. Dedolarisasi dapat membantu menciptakan sistem yang lebih seimbang, di mana negara-negara berkembang memiliki suara yang lebih besar.

Upaya dedolarisasi oleh China dan BRICS memiliki implikasi yang luas bagi ekonomi global. Jika berhasil, dedolarisasi dapat mengurangi volatilitas nilai tukar, menurunkan biaya transaksi, dan meningkatkan stabilitas keuangan. Selain itu, dedolarisasi juga dapat membantu mengurangi ketidakseimbangan global dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.

Namun, dedolarisasi juga memiliki risiko. Transisi dari sistem keuangan yang didominasi oleh dolar AS ke sistem yang lebih multipolar dapat menjadi proses yang sulit dan bergejolak. Negara-negara perlu berhati-hati dalam mengelola transisi ini untuk menghindari guncangan ekonomi dan keuangan.

Pada akhirnya, keberhasilan upaya dedolarisasi akan bergantung pada berbagai faktor, termasuk kebijakan pemerintah, sentimen investor, dan perkembangan ekonomi global. Namun, tren dedolarisasi sudah jelas, dan China memainkan peran penting dalam memimpin perubahan ini.

Aksi China membuang dolar AS senilai Rp860 triliun merupakan sinyal kuat bahwa dedolarisasi bukan hanya sekadar wacana, melainkan sebuah tindakan nyata yang sedang berlangsung. Langkah ini menunjukkan komitmen China untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dan meningkatkan peran yuan dalam sistem keuangan internasional.

Dedolarisasi merupakan tantangan besar bagi hegemoni dolar AS, tetapi juga merupakan peluang bagi negara-negara berkembang untuk meningkatkan otonomi ekonomi mereka dan menciptakan sistem keuangan internasional yang lebih adil dan inklusif.

BRICS Lanjutkan Dedolarisasi, China Buang Dolar AS Rp860 Triliun

Popular Post

Biodata

Profil Biodata Bidan Rita yang Viral Lengkap dengan Fakta Menariknya – Lagi Trending

MediaNganjuk.com – Jagat maya kembali dihebohkan dengan kemunculan sosok yang dikenal sebagai Bidan Rita. Dalam waktu singkat, namanya menjadi perbincangan ...

Biodata

Profil Biodata Bu Guru Salsa Lengkap: Umur, Asal, dan Nama Suami – Kisah Inspiratif yang Sedang Trending

Profil Biodata Bu Guru Salsa Lengkap, Umur, Asal dan Nama Suami Hidup seringkali menghadirkan tantangan tak terduga yang menguji kekuatan ...

Biodata

Profil Biodata Mister Aloy Lengkap, Agama, Nama Asli dan Fakta Menarik – Lagi Trending

Profil Biodata Mister Aloy Lengkap, Agama, Nama Asli dan Fakta Menarik **MediaNganjuk.com** – **Biodata Mister Aloy.** Bagi pengguna aktif TikTok ...

Ada-ada Saja, Perempuan Ini Dirantai Pacarnya di Tempat Tidur agar Tak Selingkuh

Berita

Ada-ada Saja, Perempuan Ini Dirantai Pacarnya di Tempat Tidur agar Tak Selingkuh

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tingkat keekstreman yang mencengangkan mengguncang Australia. Seorang perempuan bernama Broadie McGugan menjadi korban ...

Berita

Saham DADA Berpeluang Tembus Rp230.000, Didorong Kabar Mega Akuisisi Vanguard

Saham PT Dada Indonesia Tbk (DADA) tengah menjadi primadona di pasar modal Indonesia, memicu spekulasi dan harapan baru di kalangan ...

Berita

Superstar Knockout Digelar Besok, Sajikan 10 Laga Termasuk Duel El Rumi Vs Jefri Nichol

Jakarta, Indonesia – Pecinta olahraga adu jotos di Tanah Air bersiaplah! Ajang Superstar Knockout Vol.3: King of The Ring akan ...

Leave a Comment