Media Nganjuk – Pengembangan bioenergi semakin diperkuat sebagai bagian integral dari strategi transisi energi nasional dan upaya signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Langkah ini menandai komitmen Indonesia dalam mencapai target-target keberlanjutan energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Monitoring dan Evaluasi Infrastruktur Migas, Anggawira, menekankan bahwa akselerasi pengembangan bioenergi harus sejalan dengan visi kebijakan energi yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto. Prioritas utama adalah memperkuat ketahanan energi nasional serta menyediakan akses listrik yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Anggawira menyoroti adanya ketidakseimbangan harga komoditas dan insentif yang belum memadai untuk menarik minat investasi di sektor biomassa dan bioenergi. Ia mengungkapkan keprihatinannya terkait fluktuasi harga batu bara yang dapat mempengaruhi keberlanjutan usaha di sektor energi.
Also Read
"Kita melihat dalam delapan tahun terakhir, harga batu bara cenderung stagnan, sementara biaya produksi terus mengalami peningkatan. Hal ini menciptakan tantangan bagi pelaku usaha di sektor pasokan energi," ujarnya di Jakarta, pada Sabtu, 29 November 2025.
Lebih lanjut, Anggawira menekankan bahwa pengembangan bioenergi memerlukan perhatian yang lebih serius mengingat potensi besar yang dimilikinya dalam memperkuat rantai pasok energi nasional. Ia juga menyoroti bahwa biomassa belum menjadi indikator kinerja utama (KPI) bagi seluruh subholding PLN Group, yang mengakibatkan adopsinya masih terbatas.
"Jika biomassa dijadikan KPI dan harga lebih kompetitif, hal ini dapat memberikan dampak positif bagi para pemasok, terutama UMKM. Jika tidak menjadi KPI, maka tidak ada kewajiban untuk menyerap biomassa. Padahal, jika bioenergi diberikan insentif harga, misalnya dinaikkan sedikit, hal ini bisa menjadi solusi yang lebih efektif," tambahnya.
Direktur Biomassa PLN EPI, Hokkop Situngkir, menegaskan bahwa penggunaan biomassa melalui program co-firing merupakan langkah strategis untuk menurunkan emisi tanpa harus membangun pembangkit listrik baru. Program co-firing melibatkan pencampuran biomassa dengan batu bara dalam proses pembakaran di PLTU.
Hingga tahun 2025, PLN telah berhasil mengimplementasikan co-firing di 48 PLTU dan terus berupaya memperluas cakupan implementasinya. Hal ini menunjukkan komitmen PLN dalam mendukung transisi energi dan mengurangi dampak lingkungan dari operasional PLTU.
"Kami berupaya menghijaukan listrik yang dihasilkan oleh PLTU melalui co-firing biomassa. Kontribusi program ini sangat signifikan dalam mengurangi emisi karena menggantikan sebagian batu bara dengan bahan bakar terbarukan," jelas Hokkop.
Potensi Biomassa Indonesia yang Melimpah
Indonesia memiliki potensi biomassa yang sangat besar dan beragam, mulai dari limbah pertanian, limbah perkebunan, limbah hutan, hingga sampah kota. Pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi dapat memberikan manfaat ganda, yaitu mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengatasi masalah limbah.
Limbah pertanian, seperti jerami padi, tongkol jagung, dan bagas tebu, dapat diolah menjadi berbagai jenis bahan bakar biomassa, seperti pellet biomassa, briket biomassa, dan biogas. Limbah perkebunan, seperti serbuk kelapa sawit, cangkang kelapa sawit, dan tandan kosong kelapa sawit, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar biomassa.
Limbah hutan, seperti serbuk gergaji, ranting, dan daun kering, dapat diolah menjadi pellet biomassa atau briket biomassa. Sampah kota, setelah dipilah dan diolah, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar biomassa melalui proses termal, seperti insinerasi atau gasifikasi.
Tantangan dan Peluang Pengembangan Bioenergi
Meskipun memiliki potensi yang besar, pengembangan bioenergi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa tantangan utama meliputi:
- Ketersediaan pasokan biomassa yang berkelanjutan: Pasokan biomassa harus terjamin keberlanjutannya agar program co-firing dapat berjalan lancar. Hal ini memerlukan pengelolaan limbah yang baik dan pengembangan tanaman energi yang berkelanjutan.
- Infrastruktur pengolahan dan transportasi biomassa: Infrastruktur pengolahan dan transportasi biomassa masih terbatas, sehingga biaya pengolahan dan transportasi menjadi mahal.
- Teknologi pengolahan biomassa yang efisien: Teknologi pengolahan biomassa yang efisien dan ekonomis masih perlu dikembangkan agar harga bahan bakar biomassa dapat bersaing dengan harga batu bara.
- Insentif yang memadai: Insentif yang memadai diperlukan untuk menarik minat investasi di sektor biomassa dan bioenergi.
Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang besar dalam pengembangan bioenergi di Indonesia. Beberapa peluang utama meliputi:
- Potensi pasar yang besar: Permintaan energi di Indonesia terus meningkat, sehingga potensi pasar untuk bioenergi sangat besar.
- Dukungan pemerintah: Pemerintah Indonesia memberikan dukungan yang kuat terhadap pengembangan bioenergi melalui berbagai kebijakan dan program.
- Teknologi yang semakin berkembang: Teknologi pengolahan biomassa terus berkembang, sehingga semakin efisien dan ekonomis.
- Kesadaran masyarakat yang meningkat: Kesadaran masyarakat akan pentingnya energi bersih dan berkelanjutan semakin meningkat, sehingga mendukung pengembangan bioenergi.
Co-firing Biomassa: Solusi Jangka Pendek yang Efektif
Co-firing biomassa merupakan solusi jangka pendek yang efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari PLTU. Program ini dapat diimplementasikan dengan cepat dan tidak memerlukan investasi yang besar.
Namun, co-firing biomassa bukanlah solusi jangka panjang. Dalam jangka panjang, Indonesia perlu mengembangkan sumber energi terbarukan lainnya, seperti tenaga surya, tenaga angin, dan tenaga air, untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Kebijakan Pemerintah yang Mendukung Pengembangan Bioenergi
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan program untuk mendukung pengembangan bioenergi, antara lain:
- Rencana Umum Energi Nasional (RUEN): RUEN menetapkan target peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, termasuk bioenergi, dalam bauran energi nasional.
- Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED): RUED mengamanatkan pemerintah daerah untuk menyusun rencana pengembangan energi terbarukan, termasuk bioenergi, di wilayah masing-masing.
- Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Biomassa untuk Pembangkit Listrik: Peraturan ini mengatur tata cara pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
- Program Co-firing Biomassa di PLTU: Program ini memberikan insentif kepada PLN untuk melakukan co-firing biomassa di PLTU.
Peran UMKM dalam Pengembangan Bioenergi
UMKM memiliki peran penting dalam pengembangan bioenergi di Indonesia. UMKM dapat berperan sebagai pemasok biomassa, produsen peralatan pengolahan biomassa, dan pengembang proyek bioenergi skala kecil.
Pemerintah perlu memberikan dukungan kepada UMKM agar dapat berperan aktif dalam pengembangan bioenergi. Dukungan tersebut dapat berupa pelatihan, pendampingan, akses permodalan, dan akses pasar.
Kesimpulan
Pengembangan bioenergi merupakan langkah strategis untuk mencapai target-target keberlanjutan energi dan mengurangi dampak lingkungan dari sektor energi. Program co-firing biomassa merupakan solusi jangka pendek yang efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari PLTU.
Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mengembangkan bioenergi di Indonesia. Dengan dukungan yang kuat, bioenergi dapat menjadi sumber energi yang andal, terjangkau, dan berkelanjutan bagi Indonesia. Potensi biomassa yang melimpah di Indonesia, jika dikelola dengan baik, dapat menjadi kunci dalam mewujudkan kemandirian energi dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.














