
Bareskrim Polri menjadwalkan pemeriksaan terhadap Lisa Mariana Presley Zulkandar (LM) sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan/atau fitnah terhadap Ridwan Kamil. Pemeriksaan akan dilakukan pada Senin, 20 Oktober 2025, pukul 11.00 WIB di kantor Bareskrim Polri. Penetapan status tersangka terhadap Lisa Mariana dilakukan pada Selasa, 14 Oktober 2025, setelah penyidik mengumpulkan bukti awal yang cukup untuk menduga adanya pelanggaran hukum yang dilakukan olehnya.
Kabar ini dikonfirmasi oleh Kabagpenum Ropenmas Divhumas Polri, Kombes Pol Erdi A. Chaniago. Menurutnya, Lisa Mariana dijerat dengan Pasal 310 ayat (1) dan/atau Pasal 311 ayat (1) KUHP. Pasal 310 ayat (1) KUHP mengatur tentang pencemaran nama baik, yang berbunyi: "Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah." Sementara itu, Pasal 311 ayat (1) KUHP mengatur tentang fitnah, yang berbunyi: "Barang siapa sengaja mengumumkan atau membiarkan diumumkan sesuatu tuduhan yang tidak benar, atau menyiarkan kabar yang tidak benar, diancam karena fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun."
Kombes Pol Erdi A. Chaniago menjelaskan bahwa surat pemanggilan terhadap Lisa Mariana sebagai tersangka telah dilayangkan dan diterima. Ia menegaskan bahwa proses hukum akan dilakukan secara profesional dan transparan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. "Polri berkomitmen menegakkan hukum secara adil dan profesional. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum," ujarnya.
Also Read
Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan tokoh publik, yaitu Ridwan Kamil, yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. Pencemaran nama baik, atau dikenal juga dengan istilah defamasi, merupakan tindakan menyerang kehormatan atau reputasi seseorang di mata publik. Defamasi dapat dilakukan melalui berbagai cara, termasuk pernyataan lisan, tulisan, atau bahkan melalui media sosial.
Dalam konteks hukum, defamasi memiliki dua kategori utama, yaitu pencemaran nama baik (slander) dan fitnah (libel). Pencemaran nama baik biasanya merujuk pada pernyataan lisan yang merusak reputasi seseorang, sedangkan fitnah merujuk pada pernyataan tertulis yang memiliki efek serupa. Perbedaan utama terletak pada media penyampaiannya. Namun, dalam praktiknya, kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian.
Unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk membuktikan adanya tindak pidana pencemaran nama baik atau fitnah meliputi:
- Adanya pernyataan yang merugikan: Pernyataan tersebut harus bersifat merugikan bagi reputasi atau kehormatan korban. Artinya, pernyataan tersebut harus dapat menurunkan pandangan orang lain terhadap korban.
- Pernyataan tersebut dipublikasikan: Pernyataan tersebut harus disampaikan kepada pihak ketiga, baik secara lisan maupun tertulis. Publikasi merupakan elemen penting karena tanpa publikasi, tidak ada kerusakan reputasi yang terjadi di mata publik.
- Pernyataan tersebut ditujukan kepada korban: Pernyataan tersebut harus secara jelas atau implisit mengidentifikasi korban sebagai target serangan.
- Pernyataan tersebut tidak benar: Pernyataan tersebut harus terbukti tidak benar atau mengandung unsur kebohongan. Kebenaran pernyataan merupakan pembelaan yang kuat terhadap tuduhan pencemaran nama baik atau fitnah.
- Adanya niat jahat (malice): Dalam beberapa yurisdiksi, terutama yang melibatkan tokoh publik, penggugat harus membuktikan bahwa tergugat memiliki niat jahat atau bertindak dengan mengabaikan kebenaran saat membuat pernyataan tersebut.
Dalam kasus Lisa Mariana, penyidik Bareskrim Polri telah menemukan bukti awal yang cukup untuk menduga bahwa ia telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dan/atau fitnah terhadap Ridwan Kamil. Bukti-bukti ini kemungkinan besar berupa pernyataan atau unggahan yang dibuat oleh Lisa Mariana yang dianggap merugikan reputasi Ridwan Kamil.
Penting untuk dicatat bahwa proses hukum masih berjalan dan Lisa Mariana memiliki hak untuk membela diri dan memberikan penjelasan atas tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Prinsip praduga tak bersalah harus dijunjung tinggi sampai pengadilan memutuskan bersalah.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya berhati-hati dalam menyampaikan pendapat atau informasi, terutama di media sosial. Unggahan atau komentar yang dianggap tidak pantas atau merugikan orang lain dapat berujung pada tuntutan hukum. Kebebasan berekspresi dijamin oleh undang-undang, tetapi kebebasan tersebut memiliki batasan dan tidak boleh melanggar hak-hak orang lain.
Selain itu, kasus ini juga menjadi pengingat bagi para tokoh publik untuk lebih berhati-hati dalam menjaga reputasi dan nama baik mereka. Sebagai figur yang dikenal oleh masyarakat luas, setiap tindakan dan perkataan tokoh publik akan menjadi sorotan dan dapat memengaruhi opini publik.
Pemeriksaan Lisa Mariana oleh Bareskrim Polri akan menjadi langkah penting dalam mengungkap fakta-fakta terkait kasus ini. Penyidik akan menggali lebih dalam motif dan tujuan Lisa Mariana dalam membuat pernyataan atau unggahan yang dianggap merugikan Ridwan Kamil. Hasil pemeriksaan ini akan menjadi dasar bagi penyidik untuk menentukan langkah selanjutnya, termasuk apakah akan melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan atau tidak.
Masyarakat akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dengan seksama. Transparansi dan profesionalisme Polri dalam menangani kasus ini akan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia. Kasus ini juga menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak tentang pentingnya menjaga etika dan moral dalam berkomunikasi, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Dampak dari ujaran kebencian dan fitnah dapat merusak reputasi, menghancurkan karier, dan bahkan memicu konflik sosial. Oleh karena itu, penting untuk selalu berpikir bijak sebelum berbicara atau menulis, dan untuk selalu menghormati hak-hak orang lain.
Pemeriksaan terhadap Lisa Mariana akan menjadi titik terang dalam kasus ini. Publik menanti hasil investigasi yang transparan dan adil, serta penegakan hukum yang profesional. Kasus ini menjadi cerminan bagi masyarakat tentang batasan kebebasan berpendapat dan pentingnya menjaga etika berkomunikasi di era digital.
