
JOMBANG, Celah.id – Gelombang dukungan terus bergulir agar Bupati Jombang, Warsubi, segera mengambil tindakan tegas terhadap desa-desa yang terindikasi melakukan penyelewengan Alokasi Dana Desa (ADD). Kali ini, desakan datang dari kalangan aktivis yang tergabung dalam berbagai organisasi masyarakat sipil di Jombang. Mereka mendesak Bupati Warsubi untuk segera merealisasikan usulan dari Inspektorat Kabupaten Jombang terkait pemotongan ADD sebesar 50 persen bagi desa-desa yang terbukti bermasalah dalam pengelolaan anggaran.
Joko Fattah Rochim, Ketua Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRJM), menjadi salah satu tokoh aktivis yang vokal menyuarakan aspirasi ini. Menurutnya, usulan pemotongan ADD merupakan langkah strategis yang dapat memberikan efek jera bagi pemerintah desa yang tidak amanah dalam mengelola anggaran. Apalagi, Bupati Warsubi dan Wakil Bupati Salman saat kampanye lalu mengusung jargon pemerintahan yang bersih dan transparan.
"Usulan pemotongan ADD ini kami kira menjadi solusi kebijakan yang bisa menimbulkan efek jera bagi pemerintah desa yang main-main dalam pengelolaan anggaran. Kami mendesak Bupati Jombang mampu merealisasikan usulan tersebut," tegas Fattah kepada Celah.id, Selasa, 5 Agustus 2025.
Also Read
Fattah menambahkan, desakan ini didasarkan pada hasil audit yang dilakukan oleh Inspektorat Jombang yang menemukan fakta mencengangkan bahwa sebanyak 150 desa di Kabupaten Jombang bermasalah dalam pengelolaan anggaran. Temuan ini, menurut Fattah, sejalan dengan hasil investigasi yang dilakukan oleh FRJM di lapangan.
"Saya kira hasil audit yang dilakukan Inspektorat benar adanya, kami sendiri menemukan banyak desa melakukan jual beli proyeknya," ungkap Fattah.
FRJM, lanjut Fattah, bahkan menemukan indikasi kuat keterlibatan oknum perangkat desa, termasuk kepala desa, dalam praktik jual beli proyek. Beberapa kasus bahkan telah dilaporkan ke Inspektorat dan aparat penegak hukum.
"Banyak yang seperti itu, bahkan sebagian sudah kami laporkan ke Inspektorat dan penegak hukum," imbuhnya.
Fattah menilai, temuan Inspektorat ini menjadi momentum yang tepat bagi kepemimpinan Warsubi-Salman untuk melakukan bersih-bersih di tingkat desa. Ia meyakini, jika tata kelola pemerintahan di tingkat desa berjalan baik, maka kesejahteraan masyarakat akan lebih mudah terealisasi.
"Seharusnya ini momentum mereka untuk bersih-bersih di tingkat bawah. Jika pemerintahan paling bawah bersih, kesejahteraan rakyat sangat mudah terealisasi," tandasnya.
Desakan serupa juga datang dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) Jombang. Koordinator Kompak Jombang, Agus Supriyanto, menyatakan bahwa pihaknya mendukung penuh langkah Inspektorat untuk memberikan sanksi tegas kepada desa-desa yang terbukti melakukan penyimpangan anggaran.
"Kami dari Kompak Jombang mendukung penuh usulan pemotongan ADD bagi desa-desa yang bermasalah. Ini adalah bentuk ketegasan yang harus ditunjukkan oleh pemerintah daerah dalam memberantas korupsi di tingkat desa," ujar Agus.
Agus menambahkan, Kompak Jombang juga akan terus melakukan pengawalan terhadap proses penegakan hukum terhadap pelaku korupsi di tingkat desa. Pihaknya akan terus memberikan informasi dan data kepada aparat penegak hukum jika menemukan indikasi korupsi di desa-desa di Jombang.
"Kami akan terus mengawal kasus-kasus korupsi di desa dan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum. Kami tidak akan membiarkan para koruptor desa bebas berkeliaran," tegasnya.
Sementara itu, Inspektorat Kabupaten Jombang telah mengusulkan kepada Bupati Warsubi untuk memberikan sanksi pemotongan ADD sebesar 50 persen kepada desa-desa yang terbukti melakukan penyimpangan anggaran. Usulan ini disampaikan sebagai bentuk sanksi tegas terhadap pemerintah desa yang tidak taat terhadap regulasi pengelolaan anggaran.
Inspektur Jombang, Abdul Majid Nindyagung, menjelaskan bahwa sanksi pemotongan ADD ini diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pemerintah desa yang masih bermain-main dengan anggaran. Ia menambahkan, temuan Inspektorat pada tahun 2024 menunjukkan bahwa 150 desa di Jombang bermasalah dalam pengelolaan anggaran.
"Nanti kami akan usulkan kepada Bapak Bupati, semoga nanti beliau berkenan sesuai dengan laporan kami, agar berupa sanksi pemotongan ADD untuk termin berikutnya. Jadi ADD itukan biasanya dicairkan per termin pertiga bulan. Misalnya di desa A, ada pekerjaan fisik yang dipihakketigakan, itu nanti diperbupnya, saya mohon nanti ada sanksi pemotongan ADD. Tahun ini saya usulkan agar pemotongan dilakukan 50 persen," jelas Majid beberapa waktu lalu.
Majid menambahkan, pemotongan ADD ini akan berdampak langsung pada penghasilan tetap (siltap) perangkat desa yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Dengan demikian, kepala desa akan mendapatkan tekanan dari perangkat desa jika melakukan penyimpangan anggaran.
"Kenapa ADD yang dipotong, karena ADD itu digunakan dalam tanda kutip, untuk Siltap. Kalau siltapnya gak terbagi, mesti nanti perangkat desanya akan bergejolak. Nah disinilah nanti kepala desa akan dituntut oleh perangkat desa. Karena apa, karena dia melakukan pengelolaan kegiatan fisik non prosuderal," tandasnya.
Menurut Majid, temuan masalah dalam pengelolaan anggaran desa bervariasi, mulai dari masalah administratif seperti Surat Pertanggungjawaban (SPJ) hingga masalah pembangunan fisik atau proyek desa. Pada persoalan proyek, banyak ditemukan desa yang belum mengerjakan pekerjaan fisik yang sebelumnya sudah dianggarkan, atau kekurangan pada volume proyek fisik yang mereka kerjakan.
"Memang ada 150 desa yang jadi temuan, namun temuan itu berupa administratif dan juga berupa temuan fisik," kata Majid.
Menanggapi usulan pemotongan ADD, Bupati Jombang, Warsubi, menyatakan bahwa pihaknya akan mempertimbangkan usulan tersebut dengan seksama. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan mentolerir praktik korupsi di tingkat desa.
"Kami akan pelajari dulu usulan dari Inspektorat. Yang jelas, kami tidak akan mentolerir praktik korupsi di tingkat desa. Jika terbukti ada penyimpangan, akan kami tindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku," tegas Warsubi.
Warsubi juga meminta kepada seluruh kepala desa di Jombang untuk mengelola anggaran desa secara transparan dan akuntabel. Ia mengingatkan bahwa anggaran desa adalah uang rakyat yang harus digunakan untuk kepentingan rakyat.
"Saya minta kepada seluruh kepala desa untuk mengelola anggaran desa secara transparan dan akuntabel. Jangan sampai ada penyimpangan yang merugikan masyarakat," pesannya.
Pemerintah Kabupaten Jombang juga telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan anggaran desa. Salah satunya adalah dengan memperkuat peran Inspektorat dan melibatkan masyarakat dalam pengawasan.
"Kami terus berupaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan anggaran desa. Kami juga melibatkan masyarakat dalam pengawasan agar pengelolaan anggaran desa lebih transparan dan akuntabel," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Jombang, Agus Purnomo.
Agus menambahkan, DPMD juga rutin memberikan pelatihan kepada perangkat desa tentang pengelolaan keuangan desa yang baik dan benar. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas perangkat desa dalam mengelola anggaran desa.
"Kami rutin memberikan pelatihan kepada perangkat desa tentang pengelolaan keuangan desa. Kami berharap, dengan pelatihan ini, perangkat desa dapat mengelola anggaran desa dengan baik dan benar," ujarnya.
Kasus dugaan penyelewengan ADD di Kabupaten Jombang ini menjadi perhatian serius dari berbagai pihak. Masyarakat berharap, pemerintah daerah dapat bertindak tegas dalam menindak para pelaku korupsi di tingkat desa. Dengan demikian, anggaran desa dapat digunakan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.