Polemik seputar keberadaan dan operasional Bandara Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah, terus bergulir. Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) sekaligus mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, angkat bicara. Luhut mengungkapkan serangkaian perjanjian dan kerja sama strategis dengan pihak Tiongkok yang mendasari pembangunan dan pengembangan kawasan industri tersebut, termasuk bandara yang menjadi sorotan.
Luhut menjelaskan bahwa inisiatif pembangunan kawasan industri Morowali sebenarnya telah dimulai sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, realisasi dan percepatan pembangunan baru terjadi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Visi utama dari pembangunan kawasan industri ini adalah untuk menghentikan praktik ekspor bahan mentah dan mendorong hilirisasi industri di dalam negeri, khususnya untuk komoditas nikel yang melimpah di wilayah Morowali.
"Ide besarnya adalah bagaimana kita bisa meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam kita. Kita tidak bisa terus-menerus hanya menjual bahan mentah. Hilirisasi adalah kunci untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan negara, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tegas Luhut.
Also Read
Namun, mewujudkan ambisi hilirisasi bukanlah perkara mudah. Luhut mengakui bahwa pemerintah menghadapi tantangan besar dalam mencari investor yang bersedia menanamkan modal dalam proyek-proyek hilirisasi yang membutuhkan investasi besar, teknologi canggih, dan pasar yang stabil. Setelah melakukan studi komparatif terhadap berbagai negara, pemerintah menyimpulkan bahwa Tiongkok adalah mitra yang paling siap dan mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
"Kami melihat bahwa Tiongkok memiliki keunggulan dalam hal investasi, teknologi, dan pasar. Mereka memiliki pengalaman yang luas dalam mengembangkan industri hilirisasi, dan mereka memiliki kebutuhan yang besar akan nikel untuk mendukung industri baterai dan baja mereka," papar Luhut.
Atas dasar pertimbangan tersebut, pemerintah Indonesia, dengan restu Presiden Joko Widodo, menjalin kerja sama strategis dengan Tiongkok untuk mengembangkan kawasan industri Morowali. Luhut secara pribadi bertemu dengan Perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang, untuk menyampaikan permintaan agar Tiongkok dapat berinvestasi dalam pengembangan industri hilirisasi di Indonesia.
"Saya sampaikan kepada Perdana Menteri Li Qiang bahwa Indonesia sangat terbuka untuk kerja sama dengan Tiongkok. Kami menawarkan peluang investasi yang menarik, dan kami menjamin kepastian hukum dan iklim investasi yang kondusif," ujar Luhut.
Gayung bersambut, Tiongkok menyambut baik tawaran kerja sama dari Indonesia. Setelah melalui serangkaian pembahasan mendalam, kedua negara menyepakati sejumlah perjanjian dan kontrak kerja sama yang mencakup berbagai bidang, mulai dari pembangunan infrastruktur, pengembangan industri pengolahan nikel, hingga transfer teknologi.
Luhut menjelaskan bahwa salah satu poin penting dalam perjanjian kerja sama tersebut adalah komitmen Tiongkok untuk membangun pabrik pengolahan nikel (smelter) di Morowali. Smelter ini akan mengolah bijih nikel menjadi produk-produk bernilai tambah tinggi, seperti nikel matte, nikel sulfat, dan stainless steel.
"Dengan adanya smelter ini, kita tidak perlu lagi mengekspor bijih nikel mentah. Kita bisa mengolahnya di dalam negeri dan menjual produk-produk yang lebih bernilai," kata Luhut.
Selain smelter, kerja sama dengan Tiongkok juga mencakup pembangunan infrastruktur pendukung, seperti pembangkit listrik, pelabuhan, dan jalan. Infrastruktur ini sangat penting untuk mendukung operasional kawasan industri dan memfasilitasi arus barang dan jasa.
Terkait dengan pembangunan Bandara IMIP Morowali, Luhut menjelaskan bahwa bandara tersebut merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas ke kawasan industri. Bandara ini diharapkan dapat mempermudah mobilitas tenaga kerja, pengiriman barang, dan kunjungan investor.
"Bandara ini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Morowali. Dengan adanya bandara, kita bisa menarik lebih banyak investor dan wisatawan ke Morowali," ujar Luhut.
Luhut mengakui bahwa pembangunan kawasan industri Morowali tidak lepas dari tantangan dan polemik. Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah dampak lingkungan dari aktivitas industri. Luhut menegaskan bahwa pemerintah sangat serius dalam menangani masalah lingkungan dan memastikan bahwa semua aktivitas industri dilakukan sesuai dengan standar yang ketat.
"Kami sangat memperhatikan masalah lingkungan. Kami tidak ingin pembangunan ekonomi mengorbankan lingkungan hidup. Kami akan terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum untuk memastikan bahwa semua perusahaan mematuhi peraturan lingkungan yang berlaku," tegas Luhut.
Selain masalah lingkungan, isu lain yang menjadi perhatian adalah masalah tenaga kerja. Luhut memastikan bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia lokal dan memberikan kesempatan kerja yang lebih besar bagi masyarakat Morowali.
"Kami ingin masyarakat Morowali menjadi bagian dari kesuksesan kawasan industri ini. Kami akan terus berupaya untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi tenaga kerja lokal agar mereka bisa bersaing di pasar kerja," kata Luhut.
Luhut meyakini bahwa kawasan industri Morowali memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah dan Indonesia secara keseluruhan. Dengan dukungan dari pemerintah, investor, dan masyarakat, kawasan industri ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan masyarakat.
"Saya optimistis bahwa kawasan industri Morowali akan menjadi contoh sukses hilirisasi industri di Indonesia. Ini adalah bukti bahwa kita bisa meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam kita dan menciptakan lapangan kerja yang berkualitas," pungkas Luhut.
Pernyataan Luhut ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai latar belakang dan tujuan pembangunan Bandara IMIP Morowali, serta keterlibatan pihak Tiongkok dalam pengembangan kawasan industri tersebut. Meskipun polemik masih terus berlanjut, penjelasan Luhut ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat mengenai kompleksitas isu ini.











