Menteri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menanggapi usulan sejumlah pedagang terkait pembatasan kuota thrifting. Menurutnya, penyampaian aspirasi oleh para pelaku usaha adalah hal yang wajar. Reaksi ini muncul di tengah perdebatan yang semakin intensif mengenai dampak thrifting terhadap industri lokal dan keberlanjutan ekonomi. Isu ini telah menjadi perhatian publik, memicu diskusi hangat di kalangan pelaku usaha, ekonom, dan pembuat kebijakan.
"Itu kan aspirasi. Wajar dong setiap orang menyampaikan aspirasi. Saya pikir itu hal yang wajar dan biasa aja," ungkapnya saat dijumpai dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia 2025, di Park Hyatt Jakarta, Senin (1/12/2025). Pernyataan ini mencerminkan sikap pemerintah yang terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak terkait isu thrifting. Namun, di balik pernyataan tersebut, terdapat kompleksitas permasalahan yang perlu diurai secara mendalam.
Maman menekankan bahwa ada dua hal penting yang menjadi fokus pemerintah dalam isu thrifting. Pertama, ia mengingatkan bahwa impor pakaian bekas secara aturan tetap dilarang. Kedua, pemerintah ingin memastikan keberlanjutan para pedagang yang selama ini menggantungkan pendapatan pada bisnis pakaian bekas. Kedua poin ini menjadi fondasi utama dalam merumuskan kebijakan terkait thrifting. Larangan impor pakaian bekas bertujuan untuk melindungi industri tekstil lokal dari persaingan yang tidak sehat, sementara keberlanjutan pedagang thrifting menjadi prioritas untuk menjaga stabilitas sosial dan ekonomi.
Also Read
Dia mengungkapkan bahwa pemerintah akan mendorong substitusi produk, yaitu peralihan pedagang thrifting untuk menjual produk-produk lokal dari UMKM sebagai pengganti barang impor bekas. Langkah ini dianggap sebagai solusi win-win, di mana industri lokal dapat berkembang dan pedagang thrifting tetap memiliki sumber pendapatan. Namun, implementasi substitusi produk tidaklah mudah, mengingat perbedaan karakteristik antara produk thrifting dan produk UMKM.
"Nah kemarin juga teman-teman di sana prinsipnya setuju substitusi produk. Cuma nanti tinggal mekanisme teknisnya saja yang akan kita bicarakan lebih lanjut," lanjutnya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pemerintah masih dalam tahap merumuskan mekanisme yang tepat untuk melaksanakan substitusi produk. Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi antara lain adalah bagaimana memastikan kualitas dan harga produk UMKM dapat bersaing dengan produk thrifting, serta bagaimana memberikan pelatihan dan pendampingan kepada pedagang thrifting agar mereka dapat menjual produk UMKM dengan sukses.
Untuk diketahui, sebelumnya sejumlah pedagang barang bekas (thrifting) mengadu ke DPR, menyusul rencana pemerintah yang ingin menertibkan barang bekas impor. Mereka meminta agar usaha thrifting tidak sepenuhnya dilarang, melainkan diatur melalui skema kuota. Aksi ini menunjukkan bahwa pedagang thrifting merasa khawatir dengan rencana pemerintah dan berusaha untuk mencari solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan mereka. Usulan skema kuota menjadi salah satu opsi yang diajukan, dengan harapan dapat memberikan kepastian hukum dan keberlanjutan usaha bagi pedagang thrifting.
Lebih lanjut, polemik mengenai thrifting bukan hanya sekadar masalah ekonomi, tetapi juga menyentuh aspek sosial, budaya, dan lingkungan. Thrifting telah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian masyarakat, terutama generasi muda, yang semakin peduli terhadap isu keberlanjutan dan lingkungan. Selain itu, thrifting juga memberikan akses kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan pakaian berkualitas dengan harga terjangkau. Namun, di sisi lain, impor pakaian bekas juga dapat berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti penumpukan limbah tekstil dan penggunaan bahan kimia berbahaya dalam proses produksi.
Dalam konteks ekonomi global, thrifting juga dapat dilihat sebagai bagian dari rantai pasok global yang kompleks. Pakaian bekas yang diimpor ke Indonesia seringkali berasal dari negara-negara maju, di mana pakaian tersebut dibuang setelah tidak lagi digunakan. Proses pengumpulan, pemilahan, dan pengiriman pakaian bekas ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari organisasi amal, perusahaan daur ulang, hingga pedagang grosir. Oleh karena itu, penanganan isu thrifting perlu dilakukan secara komprehensif dan melibatkan semua pihak terkait.
Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai aspek dalam merumuskan kebijakan terkait thrifting, termasuk dampak ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Kebijakan yang diambil harus mampu menyeimbangkan kepentingan berbagai pihak, mulai dari industri tekstil lokal, pedagang thrifting, konsumen, hingga lingkungan. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap impor pakaian bekas ilegal dan menindak tegas pelaku pelanggaran.
Di samping itu, pemerintah perlu memberikan dukungan kepada UMKM agar dapat menghasilkan produk-produk yang berkualitas dan kompetitif. Dukungan tersebut dapat berupa pelatihan, pendampingan, akses permodalan, dan promosi. Dengan demikian, UMKM dapat menjadi alternatif yang menarik bagi konsumen dan pedagang thrifting. Pemerintah juga perlu mendorong inovasi dan kreativitas di kalangan UMKM agar dapat menghasilkan produk-produk yang unik dan sesuai dengan tren pasar.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat mengenai dampak positif dan negatif thrifting juga penting dilakukan. Masyarakat perlu memahami bahwa thrifting dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial, tetapi juga dapat berdampak negatif terhadap lingkungan jika tidak dilakukan dengan bijak. Masyarakat perlu didorong untuk memilih produk-produk lokal yang ramah lingkungan dan mendukung UMKM.
Dalam jangka panjang, pemerintah perlu mengembangkan industri tekstil yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong penggunaan bahan baku yang berkelanjutan, proses produksi yang efisien, dan pengelolaan limbah yang baik. Pemerintah juga perlu mendorong inovasi teknologi di bidang tekstil agar dapat menghasilkan produk-produk yang berkualitas tinggi dan ramah lingkungan.
Dengan demikian, penanganan isu thrifting memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Pemerintah perlu melibatkan semua pihak terkait, mempertimbangkan berbagai aspek, dan mengambil kebijakan yang mampu menyeimbangkan kepentingan berbagai pihak. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan dukungan kepada UMKM, mengedukasi masyarakat, dan mengembangkan industri tekstil yang berkelanjutan. Hanya dengan cara ini, isu thrifting dapat diatasi secara efektif dan memberikan manfaat bagi semua pihak.
Penting untuk dicatat bahwa isu thrifting bukan hanya masalah Indonesia, tetapi juga masalah global. Banyak negara di dunia menghadapi tantangan serupa terkait impor pakaian bekas. Oleh karena itu, kerja sama internasional dalam penanganan isu thrifting sangat penting. Negara-negara perlu berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam merumuskan kebijakan terkait thrifting. Selain itu, negara-negara juga perlu bekerja sama dalam mengatasi masalah limbah tekstil dan mendorong produksi tekstil yang berkelanjutan.
Dalam konteks ASEAN, isu thrifting juga menjadi perhatian bersama. Negara-negara ASEAN perlu bekerja sama dalam mengembangkan standar dan regulasi terkait impor pakaian bekas. Selain itu, negara-negara ASEAN juga perlu bekerja sama dalam mempromosikan produk-produk tekstil lokal dan UMKM di kawasan. Dengan demikian, ASEAN dapat menjadi kawasan yang mandiri dan berdaya saing di bidang tekstil.
Sebagai penutup, isu thrifting merupakan isu yang kompleks dan multidimensional. Penanganannya memerlukan pendekatan yang holistik, berkelanjutan, dan melibatkan semua pihak terkait. Pemerintah perlu mengambil peran sentral dalam merumuskan kebijakan yang tepat dan memberikan dukungan kepada UMKM. Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam memilih produk-produk yang berkelanjutan dan mendukung UMKM. Dengan demikian, isu thrifting dapat diatasi secara efektif dan memberikan manfaat bagi semua pihak. Isu ini akan terus menjadi perhatian publik dan membutuhkan solusi yang inovatif dan berkelanjutan. Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan ekosistem thrifting yang sehat dan bermanfaat bagi semua.












