Media Nganjuk – Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan peringatan serius terkait peningkatan risiko gagal panen yang membayangi Indonesia menjelang akhir tahun 2025. Pemicu utama dari ancaman ini adalah cuaca ekstrem yang melanda berbagai wilayah, menyebabkan banjir dan bencana alam, khususnya di Pulau Sumatera. Kondisi ini mengkhawatirkan karena dapat mengganggu ketahanan pangan nasional dan berdampak signifikan pada perekonomian.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa bulan November dan Desember 2025 menjadi periode krusial dengan potensi gagal panen yang sangat tinggi. "Risiko atau potensi gagal panen ini berpeluang meningkat menjelang akhir 2025, termasuk di November dan Desember 2025, yang memiliki risiko lebih besar karena terkait cuaca ekstrem seperti adanya banjir kemudian juga bencana di beberapa wilayah," ujarnya dalam konferensi pers rilis BPS, Senin (1/12/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi betapa seriusnya dampak cuaca ekstrem terhadap sektor pertanian.
Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menjadi bukti nyata dari ancaman tersebut. Bencana ini secara langsung merusak lahan pertanian, termasuk sawah dan pertanaman padi, yang merupakan sumber pangan utama masyarakat Indonesia. Kerusakan ini tidak hanya merugikan petani secara individu, tetapi juga mengancam ketersediaan beras secara nasional.
Also Read
Melihat dampak yang begitu besar, BPS bahkan harus memperpanjang pengamatan lapangan melalui survei Kerangka Sampel Area (KSA) di tiga wilayah Sumatera yang terdampak. Langkah ini menunjukkan betapa seriusnya BPS dalam memantau dan mengukur dampak bencana terhadap sektor pertanian. "Sehingga saat ini sedang dilakukan perpanjangan pengamatan lapangan KSA untuk tiga wilayah yang terdampak tadi dan besaran luasan potensi gagal panen November akan disampaikan dalam rilis Januari 2026," ungkap Pudji. Data yang akurat dan terkini sangat penting untuk pengambilan kebijakan yang tepat dan efektif.
Berdasarkan perkiraan hasil KSA Padi Amatan per Oktober 2025, BPS memproyeksikan terjadinya kemerosotan luas panen padi hingga akhir tahun. Luas panen diperkirakan turun dari 860 ribu hektare pada Oktober 2025 menjadi 600 ribu hektare pada November, dan semakin merosot menjadi 440 ribu hektare pada Desember 2025. Penurunan yang signifikan ini mengindikasikan potensi krisis pangan jika tidak ada langkah-langkah mitigasi yang efektif.
Ancaman gagal panen ini bukan hanya sekadar angka-angka statistik. Di balik angka-angka tersebut, terdapat jutaan petani yang menggantungkan hidupnya pada hasil panen. Gagal panen berarti kehilangan mata pencaharian, meningkatnya kemiskinan, dan potensi kerawanan sosial. Selain itu, gagal panen juga dapat memicu inflasi harga pangan, yang akan semakin membebani masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah.
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret dan terkoordinasi untuk mengatasi ancaman gagal panen ini. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
-
Penguatan Sistem Peringatan Dini: Pemerintah perlu meningkatkan kemampuan dalam memprediksi dan mengantisipasi cuaca ekstrem. Sistem peringatan dini yang akurat dan tepat waktu akan memungkinkan petani dan pihak terkait untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan.
-
Peningkatan Infrastruktur Irigasi: Infrastruktur irigasi yang baik sangat penting untuk memastikan ketersediaan air yang cukup bagi tanaman, terutama saat musim kemarau atau saat terjadi banjir. Pemerintah perlu berinvestasi dalam pembangunan dan perbaikan infrastruktur irigasi.
-
Penggunaan Varietas Unggul Tahan Bencana: Pengembangan dan penggunaan varietas unggul tanaman yang tahan terhadap kekeringan, banjir, dan hama penyakit sangat penting untuk mengurangi risiko gagal panen. Pemerintah perlu mendukung penelitian dan pengembangan varietas unggul.
-
Asuransi Pertanian: Asuransi pertanian dapat memberikan perlindungan finansial bagi petani jika terjadi gagal panen akibat bencana alam. Pemerintah perlu mendorong petani untuk mengikuti program asuransi pertanian dan memberikan subsidi premi jika diperlukan.
-
Diversifikasi Tanaman: Diversifikasi tanaman dapat mengurangi ketergantungan pada satu jenis tanaman dan mengurangi risiko kerugian jika terjadi gagal panen. Pemerintah perlu mendorong petani untuk menanam berbagai jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim.
-
Peningkatan Kapasitas Petani: Pemerintah perlu memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani mengenai praktik pertanian yang baik dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Peningkatan kapasitas petani akan membantu mereka untuk lebih siap menghadapi tantangan dan meningkatkan produktivitas.
-
Pengendalian Tata Ruang: Pemerintah perlu melakukan pengendalian tata ruang yang ketat untuk mencegah pembangunan di daerah-daerah rawan bencana. Pembangunan di daerah rawan bencana dapat meningkatkan risiko kerusakan lahan pertanian dan gagal panen.
-
Rehabilitasi Lahan: Lahan pertanian yang rusak akibat bencana alam perlu segera direhabilitasi agar dapat kembali produktif. Pemerintah perlu memberikan bantuan kepada petani untuk merehabilitasi lahan mereka.
-
Stabilisasi Harga Pangan: Pemerintah perlu menjaga stabilitas harga pangan agar petani tidak merugi saat panen dan konsumen tidak terbebani saat harga pangan naik. Pemerintah dapat melakukan intervensi pasar jika diperlukan.
-
Kerjasama Antar Daerah: Kerjasama antar daerah sangat penting untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup di seluruh wilayah Indonesia. Daerah yang surplus pangan dapat membantu daerah yang kekurangan pangan.
Selain langkah-langkah di atas, pemerintah juga perlu meningkatkan koordinasi antar instansi terkait, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan pemerintah daerah. Koordinasi yang baik akan memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil efektif dan tepat sasaran.
Ancaman gagal panen menjelang akhir 2025 merupakan tantangan serius yang membutuhkan perhatian dan tindakan yang cepat dan tepat. Dengan kerjasama yang baik antara pemerintah, petani, dan masyarakat, diharapkan ancaman ini dapat diatasi dan ketahanan pangan nasional dapat terjaga. Kegagalan dalam mengatasi ancaman ini akan berdampak buruk bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, semua pihak harus bekerja sama untuk melindungi sektor pertanian dan memastikan ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu, penting untuk diingat bahwa perubahan iklim merupakan faktor utama yang menyebabkan cuaca ekstrem. Oleh karena itu, upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim perlu terus ditingkatkan. Hal ini meliputi pengurangan emisi gas rumah kaca, penggunaan energi terbarukan, dan praktik pertanian yang berkelanjutan. Dengan mengurangi dampak perubahan iklim, kita dapat mengurangi risiko bencana alam dan gagal panen di masa depan.
Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan juga sangat penting. Masyarakat perlu memahami bahwa tindakan-tindakan kecil yang kita lakukan sehari-hari dapat berdampak besar terhadap lingkungan. Dengan menjaga lingkungan, kita dapat membantu mengurangi risiko bencana alam dan melindungi sumber daya alam yang kita miliki.
Ancaman gagal panen menjelang akhir 2025 adalah panggilan untuk bertindak. Kita tidak bisa hanya duduk diam dan menunggu bencana datang. Kita harus mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi sektor pertanian dan memastikan ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kerjasama dan komitmen yang kuat, kita dapat mengatasi tantangan ini dan membangun masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.
Terakhir, mari kita hargai dan dukung para petani Indonesia. Mereka adalah pahlawan pangan yang telah bekerja keras untuk menyediakan makanan bagi kita semua. Dengan memberikan dukungan kepada mereka, kita turut berkontribusi dalam menjaga ketahanan pangan nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.














