Jakarta, Media Nganjuk – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, menyampaikan keprihatinannya terhadap tingginya angka pengangguran di Indonesia, khususnya di kalangan generasi Z (Gen Z). Pernyataan ini dilontarkan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin Indonesia 2025 yang diselenggarakan di Park Hyatt Jakarta, Senin (1/12/2025).
Anindya Bakrie menekankan bahwa meskipun kondisi ekonomi Indonesia secara umum menunjukkan perbaikan dibandingkan masa-masa krisis sebelumnya, isu pengangguran tetap menjadi tantangan serius yang perlu segera diatasi. Data yang dipaparkan menunjukkan bahwa tingkat pengangguran nasional berada di angka 4,85%, dan yang lebih mengkhawatirkan, 17% dari angka tersebut berasal dari kelompok usia muda, yaitu mereka yang berusia antara 16 hingga 24 tahun.
"Kita percaya dan optimis bahwa keadaan sekarang jauh lebih baik daripada keadaan-keadaan sebelumnya. Tapi pengangguran memang masih ada di kisaran 4,85%, dan 17% itu datang dari usia muda, 16-24 tahun," ujar Anindya dalam forum tersebut.
Also Read
Sorotan terhadap tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z ini bukan tanpa alasan. Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, merupakan kelompok usia produktif yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi bangsa. Jika sebagian besar dari mereka justru menganggur, hal ini akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial di masa depan.
Lebih lanjut, Anindya Bakrie juga menyoroti rasio Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang mencapai 6,3. ICOR adalah metrik yang mengukur efisiensi investasi dalam menghasilkan output ekonomi. Semakin tinggi angka ICOR, semakin tidak efisien investasi tersebut. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam (4,6), Thailand (4,4), dan Malaysia, rasio ICOR Indonesia tergolong tinggi.
"Ini yang akan kita coba gerakkan bersama-sama dalam pembenahan regulasi untuk memastikan setiap dolar investasi bisa lebih efektif," tegas Anindya.
Pernyataan Anindya Bakrie ini menggarisbawahi beberapa poin penting terkait tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia, khususnya terkait isu pengangguran di kalangan Gen Z dan efisiensi investasi. Berikut adalah elaborasi lebih lanjut mengenai poin-poin tersebut:
1. Tingginya Angka Pengangguran di Kalangan Gen Z: Akar Masalah dan Dampaknya
Mengapa angka pengangguran di kalangan Gen Z begitu tinggi? Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap fenomena ini:
- Keterampilan yang Tidak Sesuai dengan Kebutuhan Pasar: Sistem pendidikan dan pelatihan yang ada mungkin belum sepenuhnya relevan dengan kebutuhan industri saat ini. Akibatnya, banyak lulusan baru yang memiliki keterampilan yang tidak sesuai dengan lowongan pekerjaan yang tersedia.
- Persaingan yang Ketat: Jumlah lulusan baru yang memasuki pasar kerja setiap tahunnya terus meningkat, sementara jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia mungkin tidak sebanding. Hal ini menciptakan persaingan yang ketat, terutama bagi mereka yang kurang memiliki pengalaman atau keterampilan yang memadai.
- Kurangnya Informasi dan Akses ke Peluang Kerja: Banyak anak muda, terutama yang berasal dari daerah terpencil atau keluarga kurang mampu, kesulitan mendapatkan informasi mengenai peluang kerja yang tersedia. Mereka juga mungkin tidak memiliki akses ke jaringan atau sumber daya yang dapat membantu mereka mencari pekerjaan.
- Preferensi Kerja yang Berubah: Gen Z memiliki preferensi kerja yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka cenderung mencari pekerjaan yang menawarkan fleksibilitas, makna, dan kesempatan untuk berkembang. Jika perusahaan tidak dapat memenuhi harapan ini, mereka mungkin kesulitan menarik dan mempertahankan talenta muda.
- Dampak Pandemi Covid-19: Pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau mengurangi perekrutan. Hal ini semakin memperburuk situasi pengangguran, terutama di kalangan anak muda yang baru memasuki pasar kerja.
Dampak dari tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z sangat beragam dan signifikan:
- Kerugian Ekonomi: Ketika sebagian besar generasi muda menganggur, potensi produktivitas dan kontribusi mereka terhadap ekonomi hilang. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi daya saing bangsa.
- Masalah Sosial: Pengangguran dapat menyebabkan masalah sosial seperti kemiskinan, kriminalitas, dan masalah kesehatan mental. Anak muda yang menganggur mungkin merasa frustrasi, putus asa, dan kehilangan harapan akan masa depan.
- Ketidakstabilan Politik: Tingginya angka pengangguran dapat memicu ketidakpuasan sosial dan politik. Jika pemerintah tidak dapat mengatasi masalah ini dengan efektif, hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan dan konflik sosial.
- Hilangnya Generasi Produktif: Jika masalah pengangguran di kalangan Gen Z tidak segera diatasi, Indonesia berisiko kehilangan satu generasi produktif. Hal ini akan berdampak negatif terhadap pembangunan ekonomi dan sosial di masa depan.
2. Rasio ICOR yang Tinggi: Indikasi Inefisiensi Investasi
Rasio Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang tinggi menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi masalah dalam efisiensi investasi. Artinya, dibutuhkan investasi yang lebih besar untuk menghasilkan peningkatan output ekonomi yang sama dibandingkan dengan negara-negara lain. Ada beberapa faktor yang menyebabkan rasio ICOR Indonesia tinggi:
- Infrastruktur yang Belum Memadai: Kurangnya infrastruktur yang memadai, seperti jalan, pelabuhan, dan bandara, dapat menghambat efisiensi investasi. Biaya transportasi dan logistik yang tinggi dapat mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global.
- Regulasi yang Rumit dan Birokrasi yang Berbelit: Regulasi yang rumit dan birokrasi yang berbelit dapat menghambat investasi dan meningkatkan biaya operasional perusahaan. Investor mungkin enggan berinvestasi di Indonesia jika mereka harus menghadapi proses perizinan yang panjang dan mahal.
- Korupsi: Korupsi dapat merusak iklim investasi dan mengurangi efisiensi penggunaan dana publik. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur atau program-program sosial mungkin disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
- Kualitas Sumber Daya Manusia yang Rendah: Kualitas sumber daya manusia yang rendah dapat menghambat adopsi teknologi baru dan meningkatkan produktivitas. Perusahaan mungkin kesulitan menemukan tenaga kerja yang terampil dan terlatih untuk mengisi posisi-posisi penting.
- Ketidakpastian Ekonomi: Ketidakpastian ekonomi, seperti fluktuasi nilai tukar rupiah dan inflasi, dapat mengurangi minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Investor mungkin lebih memilih untuk menunda investasi mereka sampai kondisi ekonomi menjadi lebih stabil.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mengatasi masalah pengangguran di kalangan Gen Z dan meningkatkan efisiensi investasi, diperlukan tindakan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan:
- Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Pelatihan: Sistem pendidikan dan pelatihan harus direformasi agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Kurikulum harus diperbarui secara berkala untuk mencerminkan perkembangan teknologi dan tren industri terbaru. Program-program pelatihan vokasi harus diperluas dan ditingkatkan untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil dan siap kerja.
- Penciptaan Lapangan Kerja Baru: Pemerintah harus menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk menarik investor asing dan mendorong pertumbuhan sektor swasta. Insentif pajak dan kemudahan perizinan dapat diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang menciptakan lapangan kerja baru, terutama di sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi.
- Peningkatan Akses ke Informasi dan Peluang Kerja: Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) harus bekerja sama untuk meningkatkan akses anak muda ke informasi dan peluang kerja. Program-program bimbingan karir, pelatihan keterampilan, dan magang harus diperluas dan disosialisasikan secara luas. Platform online yang menghubungkan pencari kerja dengan perusahaan juga dapat dikembangkan.
- Peningkatan Keterampilan Digital: Gen Z harus dilengkapi dengan keterampilan digital yang memadai agar mereka dapat bersaing di pasar kerja yang semakin digital. Program-program pelatihan keterampilan digital, seperti coding, analisis data, dan pemasaran online, harus diperluas dan diakses oleh semua anak muda, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu.
- Pembenahan Regulasi dan Birokrasi: Pemerintah harus membenahi regulasi dan birokrasi yang menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Proses perizinan harus disederhanakan dan dipercepat. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik harus ditingkatkan.
- Pemberantasan Korupsi: Pemerintah harus berkomitmen untuk memberantas korupsi secara sistematis dan berkelanjutan. Aparat penegak hukum harus bertindak tegas terhadap pelaku korupsi tanpa pandang bulu. Sistem pengawasan dan pengendalian internal harus diperkuat untuk mencegah terjadinya korupsi.
- Peningkatan Infrastruktur: Pemerintah harus terus meningkatkan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, dan bandara, untuk mengurangi biaya transportasi dan logistik. Investasi di sektor energi dan telekomunikasi juga harus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital.
- Stabilitas Ekonomi: Pemerintah harus menjaga stabilitas ekonomi makro, seperti inflasi dan nilai tukar rupiah, agar investor memiliki keyakinan untuk berinvestasi di Indonesia. Kebijakan fiskal dan moneter harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab.
Dengan tindakan komprehensif dan terkoordinasi, Indonesia dapat mengatasi masalah pengangguran di kalangan Gen Z dan meningkatkan efisiensi investasi. Hal ini akan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Anindya Bakrie dan Kadin Indonesia memiliki peran penting dalam mendorong dialog dan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.














