Chainalysis: Inflasi Ganas Bikin Warga Mulai Ramai Simpan Kripto

Media Nganjuk

Chainalysis: Inflasi Ganas Bikin Warga Mulai Ramai Simpan Kripto

Sejumlah negara yang tengah berjuang melawan inflasi yang menggila menunjukkan peningkatan signifikan dalam adopsi aset digital sebagai benteng untuk melindungi nilai kekayaan mereka. Laporan terbaru dari Chainalysis mengungkap fenomena ini, menyoroti bagaimana krisis ekonomi global mendorong individu untuk mencari alternatif di luar sistem keuangan tradisional.

Laporan yang berjudul "Geografi Kripto 2025" dari Chainalysis, menganalisis aktivitas transaksi kripto di berbagai negara selama periode Juli 2024 hingga Juni 2025. Hasilnya menunjukkan bahwa negara-negara seperti Turki, Argentina, Nigeria, Venezuela, dan Bolivia mengalami pertumbuhan paling mencolok dalam penggunaan kripto, seiring dengan meroketnya tingkat inflasi di negara masing-masing. Volume transaksi yang besar menjadi indikator utama bagaimana warga negara tersebut semakin bergantung pada aset digital untuk menjaga daya beli mereka di tengah depresiasi mata uang lokal yang terus-menerus.

Fenomena ini menggarisbawahi bagaimana kripto, terutama stablecoin, semakin dipandang sebagai solusi praktis untuk mengamankan nilai aset ketika mata uang fiat kehilangan nilainya dengan cepat. Di tengah ketidakpastian ekonomi, banyak warga negara menganggap kripto sebagai cara tercepat dan paling efektif untuk "bertahan hidup" dari dampak buruk inflasi.

Inflasi Lokal Tidak Terkendali Memicu Eksodus ke Kripto

Laporan Chainalysis secara spesifik menyoroti Turki sebagai negara dengan aktivitas transaksi kripto tertinggi, mencapai sekitar US$200 miliar dalam setahun terakhir. Negara ini bergulat dengan inflasi yang mencapai sekitar 32%, mendorong masyarakat untuk mencari instrumen yang dianggap lebih stabil untuk menyimpan aset mereka atau sekadar mempertahankan nilai tabungan agar tidak tergerus inflasi. MediaNganjuk.com melaporkan bahwa sentimen serupa juga terjadi di beberapa negara berkembang lainnya.

Argentina menyusul dengan volume transaksi sekitar US$93,9 miliar dan tingkat inflasi yang mendekati 31%. Di kedua negara ini, penggunaan stablecoin seperti USDT dan USDC semakin umum, baik untuk menyimpan nilai maupun untuk transaksi sehari-hari di tengah pelemahan mata uang lokal.

Nigeria mencatat volume transaksi sekitar US$92,1 miliar dalam periode yang sama, dengan inflasi sekitar 16%. Penyusutan nilai Naira sepanjang 2024-2025 membuat kripto menjadi pilihan baru yang dianggap lebih aman, terutama di kalangan pekerja muda urban. Bahkan, menurut laporan tersebut, volume transaksi on-chain di negara tersebut sempat mendekati US$25 miliar hanya dalam satu bulan.

"Ketika mata uang lokal kehilangan daya beli terlalu cepat, masyarakat cenderung mencari aset yang dapat mempertahankan nilai lebih lama," ungkap laporan tersebut. Pernyataan ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan solusi alternatif di negara-negara yang ekonominya tidak stabil.

Venezuela menjadi contoh ekstrem, dengan inflasi yang melampaui 170%. Kondisi ekonomi yang terus memburuk membuat penduduk semakin aktif menggunakan aset digital, baik untuk pembayaran, pengiriman uang, maupun kebutuhan dasar lainnya. Laporan tersebut mencatat volume transaksi sebesar US$44,6 miliar, sebagian besar berupa stablecoin yang lebih mudah diakses dan lebih stabil dibandingkan Bolivar. Sementara itu, Bolivia mencatat volume US$14,8 miliar dengan inflasi sekitar 22%. Negara tersebut mulai mengalami peningkatan adopsi setelah pelonggaran kebijakan kripto pada 2024, yang ikut mendorong lonjakan penggunaan aset digital sebagai alat untuk menyimpan nilai dan mengamankan tabungan.

Aset Digital Sebagai Opsi Lindung Nilai yang Semakin Populer

Analisis Chainalysis menegaskan bahwa lonjakan adopsi kripto di negara-negara inflasi tinggi bukan hanya dipicu oleh melemahnya mata uang lokal, tetapi juga oleh kebutuhan masyarakat untuk memiliki alternatif simpanan yang lebih cepat diakses. Stablecoin menjadi jenis aset yang paling banyak digunakan lantaran volatilitasnya relatif rendah dan harganya berpatokan pada dolar AS.

Bagi warga yang berjuang mempertahankan daya beli, menyimpan aset digital dianggap sebagai opsi praktis yang dapat dilakukan tanpa bank, tanpa batas wilayah, dan dapat diakses 24 jam. Kemudahan akses dan fleksibilitas ini menjadikan kripto sebagai solusi menarik bagi mereka yang terpinggirkan dari sistem keuangan tradisional.

Kawasan Amerika Latin dan Afrika Sub-Sahara menjadi dua wilayah yang mengalami pertumbuhan paling agresif dalam adopsi kripto. Laporan itu menunjukkan bahwa ketidakstabilan ekonomi, kebutuhan remittance, dan biaya konversi mata uang yang tinggi membuat kripto menjadi pilihan menarik untuk menyimpan nilai.

Di sejumlah negara, banyak bisnis kecil mulai menerima pembayaran menggunakan aset digital, sementara sebagian pekerja migran memilih mengirimkan uang dalam bentuk kripto karena lebih murah dan cepat. Efisiensi dan biaya yang lebih rendah menjadi daya tarik utama bagi bisnis dan individu yang ingin menghindari biaya transaksi yang mahal dalam sistem keuangan tradisional.

Selain itu, warga di banyak negara tersebut juga menggunakan kripto untuk menjaga stabilitas tabungan jangka pendek. Ketika inflasi meningkat dari bulan ke bulan, menyimpan dana dalam bentuk uang lokal dinilai tidak lagi aman. Karena itu, tren menyimpan kripto semakin meluas, terutama di wilayah yang memiliki tingkat inflasi tahunan di atas dua digit. Media Nganjuk juga melaporkan bahwa pemerintah di beberapa negara mulai mempertimbangkan adopsi kripto sebagai bagian dari strategi ekonomi mereka.

Implikasi dan Tantangan Adopsi Kripto di Negara Inflasi Tinggi

Meningkatnya adopsi kripto di negara-negara dengan inflasi tinggi memiliki implikasi yang signifikan bagi sistem keuangan global. Di satu sisi, hal ini menunjukkan potensi aset digital sebagai alat untuk memberdayakan individu dan memberikan akses ke layanan keuangan bagi mereka yang sebelumnya tidak terjangkau. Di sisi lain, hal ini juga menimbulkan tantangan terkait regulasi, stabilitas keuangan, dan perlindungan konsumen.

Pemerintah dan regulator di seluruh dunia perlu mengembangkan kerangka kerja yang komprehensif untuk mengatur pasar kripto, memastikan transparansi, dan mencegah aktivitas ilegal. Selain itu, penting untuk meningkatkan literasi keuangan dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang risiko dan manfaat yang terkait dengan investasi kripto.

Masa Depan Kripto di Negara Inflasi Tinggi

Masa depan kripto di negara-negara dengan inflasi tinggi sangat bergantung pada bagaimana pemerintah dan regulator menanggapi tantangan dan peluang yang ditawarkan oleh aset digital. Jika regulasi yang bijaksana diterapkan dan edukasi keuangan ditingkatkan, kripto berpotensi memainkan peran penting dalam meningkatkan stabilitas ekonomi dan memberdayakan masyarakat di negara-negara yang terkena dampak inflasi.

Namun, jika regulasi yang ketat menghambat inovasi dan membatasi akses ke pasar kripto, adopsi kripto mungkin akan terhambat dan manfaat potensialnya tidak akan terwujud sepenuhnya. Penting bagi pemerintah untuk mengambil pendekatan yang seimbang, yang mendorong inovasi sambil melindungi konsumen dan menjaga stabilitas keuangan.

Kesimpulan

Laporan Chainalysis menyoroti tren yang mengkhawatirkan namun juga menjanjikan: di tengah inflasi yang merajalela, warga negara di berbagai belahan dunia beralih ke kripto sebagai benteng pertahanan untuk melindungi nilai kekayaan mereka. Fenomena ini menggarisbawahi potensi aset digital sebagai solusi alternatif di tengah ketidakpastian ekonomi global. Namun, untuk mewujudkan potensi ini sepenuhnya, diperlukan regulasi yang bijaksana, edukasi keuangan yang memadai, dan kerjasama internasional untuk mengatasi tantangan yang terkait dengan adopsi kripto. MediaNganjuk.com akan terus memantau perkembangan ini dan memberikan informasi terkini kepada pembaca tentang evolusi lanskap kripto di seluruh dunia.

Kata Kunci SEO: Inflasi, Kripto, Chainalysis, Stablecoin, Adopsi Kripto, Ekonomi, Investasi, Aset Digital, Lindung Nilai, Negara Inflasi Tinggi, Bitcoin, Ethereum, MediaNganjuk.com.

Meta Deskripsi: Laporan Chainalysis mengungkap bagaimana inflasi mendorong warga di Turki, Argentina, Nigeria, dan negara lain untuk beralih ke kripto sebagai lindung nilai. Temukan analisis lengkapnya di MediaNganjuk.com.

Chainalysis: Inflasi Ganas Bikin Warga Mulai Ramai Simpan Kripto

Popular Post

Biodata

Profil Biodata Bidan Rita yang Viral Lengkap dengan Fakta Menariknya – Lagi Trending

MediaNganjuk.com – Jagat maya kembali dihebohkan dengan kemunculan sosok yang dikenal sebagai Bidan Rita. Dalam waktu singkat, namanya menjadi perbincangan ...

Berita

ICONPLAY Menyatu dengan Gaya Hidup Digital Indonesia

Di era digital yang serba cepat ini, hiburan telah bertransformasi dari sekadar pengisi waktu luang menjadi bagian integral dari gaya ...

Ekonomi

Nama Kamu Termasuk Penerima BLT Kesra Rp900.000 Oktober 2025? Cek di Sini Link dan Kriteria Penerima.

Media Nganjuk – Feby Novalius, Jurnalis-Selasa, 21 Oktober 2025 | 20:02 WIB Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Melalui BLT Kesra: Penjelasan Lengkap ...

Ekonomi

Ini Batas Waktu Pencairan BLT Kesra Rp900.000 untuk Penerima Bansos 2025

JAKARTA – Pemerintah telah menetapkan batas waktu pencairan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Kesejahteraan Rakyat (Kesra) sebesar Rp900.000 bagi penerima bantuan ...

Biodata

Profil Biodata Bu Guru Salsa Lengkap: Umur, Asal, dan Nama Suami – Kisah Inspiratif yang Sedang Trending

Profil Biodata Bu Guru Salsa Lengkap, Umur, Asal dan Nama Suami Hidup seringkali menghadirkan tantangan tak terduga yang menguji kekuatan ...

Berita

Saham DADA Berpeluang Tembus Rp230.000, Didorong Kabar Mega Akuisisi Vanguard

Saham PT Dada Indonesia Tbk (DADA) tengah menjadi primadona di pasar modal Indonesia, memicu spekulasi dan harapan baru di kalangan ...

Leave a Comment