Media Nganjuk – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) kini berada di persimpangan jalan. Reputasi yang tercoreng akibat serangkaian kasus yang melibatkan oknum pegawai telah memicu ancaman serius: pembubaran dan penggantian dengan pihak eksternal. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa citra Bea Cukai saat ini sangat buruk di mata publik, media, dan bahkan pimpinan tertinggi negara.
Menyadari urgensi situasi ini, Purbaya telah meminta waktu satu tahun kepada Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan pembenahan menyeluruh. Permohonan ini diajukan agar tidak ada gangguan selama proses restrukturisasi dan perbaikan kinerja DJBC.
"Saya bilang begini, image Bea Cukai kurang bagus di media, di masyarakat, di pimpinan yang tertinggi kita. Jadi kita harus perbaiki dengan serius. Saya bilang dengan mereka, saya sudah minta waktu Presiden, satu tahun untuk tidak diganggu dulu. Biarkan saya bereskan, (berikan) waktu saya untuk memperbaiki Bea Cukai," jelas Purbaya usai Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (27/11/2025).
Also Read
Purbaya menegaskan bahwa perbaikan kinerja Bea Cukai bukan lagi sekadar opsi, melainkan keharusan mutlak. Ancaman pembubaran dan penggantian dengan pihak eksternal, seperti SGS (Société Générale de Surveillance), menjadi momok yang menghantui seluruh jajaran DJBC.
"Kalau kita Bea Cukai tidak bisa memperbaiki kinerjanya dan masyarakat masih tidak puas, Bea Cukai bisa dibuka diganti dengan SGS. Seperti zaman dulu lagi. Jadi sekarang orang-orang Bea Cukai mengerti betul ancaman yang mereka hadapi," jelas Purbaya.
Ancaman ini bukan hanya sekadar gertakan sambal. Purbaya secara blak-blakan menyatakan bahwa jika perbaikan tidak membuahkan hasil, sekitar 16.000 pegawai Bea Cukai terancam dirumahkan.
"Karena gini saya bilang, kalau kita gagal memperbaiki, nanti 16 ribu orang pegawai Bea Cukai dirumahkan," tegasnya.
Mimpi Buruk 16.000 Pegawai: Realitas atau Sekadar Ancaman?
Pernyataan Purbaya tentang potensi dirumahkannya 16.000 pegawai Bea Cukai tentu menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian di kalangan internal DJBC. Jumlah tersebut bukan angka yang kecil, dan dampaknya akan sangat signifikan terhadap kehidupan ribuan keluarga.
Namun, apakah ancaman ini benar-benar akan menjadi kenyataan? Atau hanya sekadar strategi untuk memacu kinerja dan menumbuhkan kesadaran di kalangan pegawai?
Beberapa pengamat menilai bahwa pernyataan Purbaya lebih bersifat sebagai "shock therapy" untuk menggugah kesadaran para pegawai Bea Cukai. Dengan menyadari konsekuensi yang sangat berat jika gagal berbenah, diharapkan para pegawai akan termotivasi untuk bekerja lebih profesional, transparan, dan akuntabel.
Di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa ancaman tersebut cukup realistis. Pemerintah, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, dikenal tegas dan tidak ragu untuk mengambil langkah-langkah drastis jika diperlukan. Jika Bea Cukai gagal menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam waktu satu tahun, bukan tidak mungkin pembubaran dan penggantian dengan pihak eksternal akan benar-benar terjadi.
SGS: Solusi atau Sekadar Mengulang Sejarah Kelam?
Nama SGS (Société Générale de Surveillance) kembali mencuat sebagai opsi pengganti Bea Cukai jika DJBC gagal memperbaiki kinerjanya. Bagi sebagian orang, nama ini mungkin terdengar asing. Namun, bagi sebagian lainnya, SGS mengingatkan pada masa lalu yang kelam.
Pada era Orde Baru, SGS pernah ditunjuk sebagai surveyor untuk mengawasi impor di Indonesia. Namun, kerja sama ini justru menimbulkan berbagai masalah, termasuk praktik korupsi dan kolusi yang merugikan negara.
Penunjukan SGS sebagai surveyor impor kemudian dihentikan pada masa reformasi. Banyak pihak yang menilai bahwa kehadiran SGS justru memperburuk tata kelola impor di Indonesia.
Lantas, mengapa nama SGS kembali muncul sebagai opsi pengganti Bea Cukai? Apakah pemerintah benar-benar mempertimbangkan untuk mengulang sejarah kelam tersebut?
Purbaya menjelaskan bahwa opsi penggantian dengan SGS hanya akan diambil jika Bea Cukai benar-benar gagal memperbaiki kinerjanya. Pemerintah berharap agar DJBC dapat berbenah dan membuktikan diri mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional dan akuntabel.
Momentum Pembenahan: Peluang Emas bagi Bea Cukai
Terlepas dari ancaman pembubaran dan penggantian dengan pihak eksternal, momentum ini sebenarnya dapat menjadi peluang emas bagi Bea Cukai untuk melakukan pembenahan menyeluruh. Dengan adanya tekanan yang kuat dari pemerintah dan masyarakat, DJBC memiliki kesempatan untuk mereformasi diri dan membangun kembali citra positifnya.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan Bea Cukai untuk memperbaiki kinerjanya antara lain:
- Peningkatan Integritas dan Profesionalisme Pegawai: Bea Cukai harus melakukan seleksi yang ketat dalam perekrutan pegawai baru dan memberikan pelatihan yang komprehensif untuk meningkatkan integritas dan profesionalisme pegawai yang sudah ada.
- Penerapan Teknologi Informasi: Bea Cukai harus memanfaatkan teknologi informasi secara optimal untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi proses kepabeanan.
- Peningkatan Pengawasan dan Penindakan: Bea Cukai harus meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap praktik-praktik ilegal, seperti penyelundupan dan pemalsuan dokumen.
- Peningkatan Pelayanan Publik: Bea Cukai harus meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan memberikan informasi yang jelas dan mudah diakses, serta mempermudah proses kepabeanan bagi para pelaku usaha.
- Peningkatan Koordinasi dengan Instansi Terkait: Bea Cukai harus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait, seperti kepolisian, kejaksaan, dan lembaga pengawas lainnya, untuk memberantas praktik-praktik ilegal yang melibatkan lintas instansi.
Dengan melakukan langkah-langkah tersebut secara konsisten dan berkelanjutan, Bea Cukai diharapkan dapat memulihkan kepercayaan publik dan membuktikan diri mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional dan akuntabel.
Masa Depan Bea Cukai: Antara Harapan dan Kecemasan
Masa depan Bea Cukai saat ini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada harapan untuk melakukan pembenahan dan membangun kembali citra positif. Di sisi lain, ada kecemasan akan ancaman pembubaran dan penggantian dengan pihak eksternal.
Keputusan akhir tentang masa depan Bea Cukai berada di tangan pemerintah. Namun, yang pasti, kinerja dan integritas DJBC dalam satu tahun ke depan akan menjadi penentu arah bagi lembaga ini.
Jika Bea Cukai mampu menunjukkan perbaikan yang signifikan, bukan tidak mungkin ancaman pembubaran akan menguap dan DJBC akan tetap eksis sebagai lembaga yang vital bagi perekonomian negara. Namun, jika Bea Cukai gagal berbenah, mimpi buruk 16.000 pegawai dirumahkan bisa menjadi kenyataan.
Waktu terus berjalan. Bea Cukai harus segera bertindak dan membuktikan diri layak untuk dipercaya.















