Jakarta, Media Nganjuk – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan dirinya tidak kesal atas kinerja Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Meski demikian, Purbaya memastikan keseriusan untuk membekukan unit eselon I di Kemenkeu tersebut jika tidak memperbaiki kinerjanya.
"Saya nggak kesal Bea Cukai," kata Purbaya kepada awak media di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Purbaya menegaskan pembekuan Bea Cukai merupakan bagian dari rencana untuk memperbaiki kinerja Bea Cukai. Dirinya ingin mengambil kebijakan sebagaimana yang pernah dilakukan era Orde Baru, yakni membekukan Bea Cukai dan menyerahkan operasionalnya ke operator swasta SGS (Société Générale de Surveillance) asal Swiss. Dengan catatan Bea Cukai tidak juga bisa memperbaiki kinerja mereka.
Also Read
"Waktu zaman Orde Baru, SDS yang menjalankan pengecekan di custom kita. Jadi saya pikir dengan adanya seperti itu orang-orang Bea Cukai, tim saya di Bea Cukai semakin semangat. Pengembangan software-nya juga cepat sekali," kata Purbaya.
Meski begitu, Purbaya masih pikir-pikir menyerahkan operasional Bea Cukai kepada operator swasta asal Swiss tersebut. Dia justru ingin Bea Cukai berjalan seperti saat ini. Hanya saja kualitas dan kinerja harus benar-benar diperbaiki dan ditingkatkan.
"Saya pikir kita akan bisa menjalankan program-program yang di Bea Cukai dengan lebih bersih tanpa harus menyerahkan ini ke tangan orang lain. Jadi teman-teman saya di Bea Cukai, staf saya, saya peringatkan itu dan mereka amat semangat untuk memperbaiki bersama-sama," tutur Purbaya.
Analisis Mendalam dan Konteks Sejarah:
Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengenai kemungkinan pembekuan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan pengalihan operasional kepada pihak swasta asing, khususnya SGS asal Swiss, memicu perdebatan sengit dan menarik perhatian publik. Ancaman ini, yang dilandasi oleh kekecewaan terhadap kinerja DJBC, bukan tanpa preseden. Seperti yang diungkapkan Purbaya sendiri, kebijakan serupa pernah diterapkan pada era Orde Baru.
Untuk memahami sepenuhnya implikasi dari pernyataan ini, penting untuk menelusuri latar belakang sejarah, menganalisis konteks ekonomi dan politik saat ini, serta mempertimbangkan potensi dampak positif dan negatif dari langkah tersebut.
Kilasan Sejarah: Peran SGS di Era Orde Baru
Pada era Orde Baru, tepatnya di pertengahan tahun 1980-an, pemerintah Indonesia menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan kepabeanan. Korupsi, inefisiensi, dan praktik penyelundupan merajalela, menyebabkan kerugian negara yang signifikan. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengambil langkah kontroversial dengan menggandeng SGS, sebuah perusahaan inspeksi asal Swiss, untuk melakukan pra-pemeriksaan impor (Pre-Shipment Inspection atau PSI).
Melalui skema PSI, SGS diberi wewenang untuk memeriksa barang-barang yang akan diimpor ke Indonesia di negara asal. Pemeriksaan ini meliputi verifikasi kuantitas, kualitas, dan harga barang. Hasil pemeriksaan SGS kemudian menjadi dasar bagi penetapan bea masuk dan pajak impor yang harus dibayarkan oleh importir.
Kebijakan ini sempat menuai pro dan kontra. Di satu sisi, PSI dinilai berhasil meningkatkan penerimaan negara dari sektor kepabeanan, mengurangi praktik korupsi dan penyelundupan, serta mempercepat proses impor. Di sisi lain, PSI juga dikritik karena dianggap melanggar kedaulatan negara, membebani importir dengan biaya tambahan, dan menciptakan ketergantungan pada pihak asing.
Konteks Ekonomi dan Politik Saat Ini:
Kondisi ekonomi dan politik Indonesia saat ini jauh berbeda dibandingkan dengan era Orde Baru. Indonesia telah mengalami reformasi politik dan ekonomi yang signifikan, dengan sistem pemerintahan yang lebih demokratis dan pasar yang lebih terbuka. Namun, tantangan dalam pengelolaan kepabeanan tetap ada.
Korupsi, inefisiensi, dan praktik ilegal lainnya masih menjadi masalah yang menghantui DJBC. Selain itu, DJBC juga dihadapkan pada tantangan baru, seperti peningkatan volume perdagangan internasional, perkembangan teknologi yang pesat, dan ancaman kejahatan transnasional.
Dalam konteks ini, ancaman pembekuan DJBC dan pengalihan operasional kepada pihak swasta asing dapat dilihat sebagai upaya pemerintah untuk melakukan reformasi birokrasi dan meningkatkan efisiensi. Namun, langkah ini juga mengandung risiko politik dan ekonomi yang perlu dipertimbangkan dengan matang.
Potensi Dampak Positif dan Negatif:
Dampak Positif:
- Peningkatan Efisiensi dan Transparansi: Pengalihan operasional kepada pihak swasta asing yang memiliki reputasi baik dan teknologi canggih dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses kepabeanan.
- Peningkatan Penerimaan Negara: Dengan mengurangi praktik korupsi dan penyelundupan, penerimaan negara dari sektor kepabeanan dapat meningkat secara signifikan.
- Transfer Teknologi dan Keahlian: Keterlibatan pihak swasta asing dapat mendorong transfer teknologi dan keahlian kepada sumber daya manusia di DJBC.
- Peningkatan Daya Saing: Proses kepabeanan yang lebih efisien dan transparan dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Dampak Negatif:
- Hilangnya Kedaulatan Negara: Pengalihan operasional kepada pihak asing dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan negara dan mengurangi kontrol pemerintah atas sektor kepabeanan.
- Biaya Tambahan: Keterlibatan pihak swasta asing dapat membebani importir dengan biaya tambahan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga barang dan jasa.
- Ketergantungan pada Pihak Asing: Pengalihan operasional dapat menciptakan ketergantungan pada pihak asing dan mengurangi kemampuan DJBC untuk mengelola kepabeanan secara mandiri.
- Resistensi dari Internal DJBC: Kebijakan ini dapat menimbulkan resistensi dari internal DJBC, yang merasa terancam kehilangan pekerjaan dan wewenang.
Alternatif Solusi:
Sebelum mengambil keputusan untuk membekukan DJBC dan mengalihkan operasional kepada pihak swasta asing, pemerintah perlu mempertimbangkan alternatif solusi lain yang mungkin lebih efektif dan tidak menimbulkan dampak negatif yang signifikan. Beberapa alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan antara lain:
- Reformasi Birokrasi Internal: Melakukan reformasi birokrasi internal secara menyeluruh, termasuk peningkatan sistem pengawasan, penegakan hukum yang lebih tegas, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
- Penerapan Teknologi Informasi: Mempercepat penerapan teknologi informasi dalam proses kepabeanan, seperti sistem otomasi, sistem deteksi dini, dan sistem manajemen risiko.
- Kerjasama dengan Negara Lain: Meningkatkan kerjasama dengan negara lain dalam bidang kepabeanan, seperti pertukaran informasi, pelatihan bersama, dan operasi penegakan hukum bersama.
- Peningkatan Gaji dan Tunjangan: Meningkatkan gaji dan tunjangan pegawai DJBC untuk mengurangi godaan korupsi dan meningkatkan motivasi kerja.
Kesimpulan:
Ancaman pembekuan DJBC dan pengalihan operasional kepada pihak swasta asing merupakan langkah yang kontroversial dan berisiko. Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan matang potensi dampak positif dan negatif dari langkah ini, serta mempertimbangkan alternatif solusi lain yang mungkin lebih efektif dan tidak menimbulkan dampak negatif yang signifikan.
Keputusan akhir harus didasarkan pada pertimbangan yang matang dan komprehensif, dengan mempertimbangkan kepentingan nasional, kedaulatan negara, dan kesejahteraan masyarakat. Reformasi di tubuh DJBC memang mendesak, namun harus dilakukan dengan cara yang bijaksana dan berkelanjutan.
Penting untuk diingat bahwa solusi jangka panjang untuk masalah di DJBC terletak pada reformasi internal yang komprehensif, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan penerapan teknologi informasi yang canggih. Keterlibatan pihak swasta asing dapat menjadi solusi sementara, namun tidak boleh menjadi pengganti untuk upaya reformasi yang berkelanjutan.
Pada akhirnya, keberhasilan reformasi DJBC akan sangat bergantung pada komitmen dan dukungan dari seluruh pihak terkait, termasuk pemerintah, DJBC, pelaku usaha, dan masyarakat. Dengan kerjasama dan kerja keras, Indonesia dapat memiliki sistem kepabeanan yang efisien, transparan, dan berintegritas, yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.














