
Jombang, MediaNganjuk.com – Inspektorat Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mengusulkan langkah tegas berupa pemotongan alokasi dana desa (ADD) hingga 50 persen bagi pemerintah desa (Pemdes) yang terbukti bermasalah dalam pengelolaan anggaran. Usulan ini diajukan sebagai bentuk sanksi yang diharapkan memberikan efek jera bagi desa-desa yang masih melakukan praktik penyimpangan dari regulasi penggunaan anggaran yang seharusnya.
Langkah pemotongan ADD ini dinilai sebagai cara yang efektif untuk menertibkan desa-desa yang terindikasi bermain-main dalam pengelolaan keuangan desa. Apalagi, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Jombang pada tahun 2024, ditemukan adanya 150 desa yang bermasalah. Jumlah ini tentu menjadi perhatian serius dan memerlukan tindakan konkret.
"Nanti kami akan usulkan kepada Bapak Bupati, semoga nanti beliau berkenan sesuai dengan laporan kami, agar berupa sanksi pemotongan ADD untuk termin berikutnya. Jadi ADD itukan biasanya dicairkan per termin pertiga bulan. Misalnya di desa A, ada pekerjaan fisik yang dipihakketigakan, itu nanti diperbupnya, saya mohon nanti ada sanksi pemotongan ADD. Tahun ini saya usulkan agar pemotongan dilakukan 50 persen," tegas Inspektur Jombang, Abdul Majid Nindyagung, beberapa waktu lalu.
Also Read
Abdul Majid Nindyagung menjelaskan bahwa pemotongan ADD ini diharapkan dapat menjadi sanksi yang memberikan efek jera kepada pemerintah desa yang melakukan pelanggaran dalam pengelolaan anggaran alokasi dana desa. Dampak dari pemotongan ADD ini akan langsung dirasakan oleh pemerintah desa yang bersangkutan.
Salah satu konsekuensi dari pemotongan ADD adalah terganggunya pembayaran penghasilan tetap (siltap) perangkat desa, yang sebenarnya dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Hal ini dapat memicu gejolak di kalangan perangkat desa, yang pada akhirnya akan menuntut pertanggungjawaban dari kepala desa.
"Kenapa ADD yang dipotong, karena ADD itu digunakan dalam tanda kutip, untuk Siltap. Kalau siltapnya gak terbagi, mesti nanti perangkat desanya akan bergejolak. Nah disinilah nanti kepala desa akan dituntut oleh perangkat desa. Karena apa, karena dia melakukan pengelolaan kegiatan fisik non prosuderal," tandasnya.
Inspektorat Jombang menegaskan komitmennya untuk menegakkan aturan terkait pengelolaan anggaran desa. Salah satu fokus perhatian adalah praktik jual beli proyek desa, yang seharusnya dikelola sebagai proyek padat karya yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat desa.
"Ini salah satu upaya kami, agar tidak ada lagi proyek desa yang dipihakketigakan. Kecuali kegiatan fisik yang rumit, seperti jembatan dan proyek lain yang tidak bisa dikerjakan secara gotong royong monggo, silahkanlah. Namun kalau proyek ringan yang bisa dikerjakan swakelola, seharusnya dikerjakan sendiri," tegasnya.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, di mana belum ada ketentuan yang mewajibkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sebagai salah satu syarat pencairan alokasi dana desa (ADD), Inspektorat Jombang mengambil inisiatif untuk mengusulkan agar APBDes menjadi persyaratan wajib. Hasilnya, semua desa menjadi tertib dalam administrasi keuangan.
"Saya ingat, pada saat melakukan pemeriksaan tahunan. Dimana di desa itu tidak pernah ada yang namanya APBDES, kemudian saya punya ide, yang saya sampaikan ke DPMPD supaya pembuatan APBDES itu dimasukan dalam syarat pencarian ADD. Karena menjadi persyaratan, sehingga semua desa, ada 304 desa membuat APBDes. Soalnya kalau gak seperti itu, desa itu tidak punya unsur jera," pungkasnya.
Usulan sanksi pemotongan ADD ini merupakan respons terhadap hasil pemeriksaan tahun 2024 yang menemukan 150 desa bermasalah dalam pengelolaan anggaran. Data dari Inspektorat menunjukkan bahwa dari 302 desa yang ada di Jombang, hampir separuhnya ditemukan melakukan pelanggaran.
"Memang ada 150 desa yang jadi temuan, namun temuan itu berupa administratif dan juga berupa temuan fisik," kata Inspektur Jombang, Abdul Madjid Nindyagung, kepada MediaNganjuk.com Jumat, 18 Juli 2025.
Masalah yang ditemukan bervariasi, mulai dari proses administratif yang tidak sesuai ketentuan, seperti Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang bermasalah, hingga persoalan pembangunan fisik atau proyek desa yang tidak sesuai dengan rencana.
"Kami memang melakukan pemeriksaan setiap tahun, tapi kami karena sekarang banyak yang kita kerjakan akhirnya pemeriksaan kita sampling, jadi tidak semua desa kami periksa. Jadi kemarin ada sekitar 150 desa yang kita periksa dan temuannya itu ada dua, yang pertama terkait administratif, dimana Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang belum dikerjakan atau salah dikerjakan itu juga ada," jelasnya.
Selain masalah administratif, banyak juga ditemukan desa yang belum mengerjakan pekerjaan fisik yang sebelumnya sudah dianggarkan. Temuan lain yang sering terjadi adalah kekurangan volume pada proyek fisik yang dikerjakan.
"Ada temuan-temuan berupa bangunan fisik yang belum dikerjakan juga ada, atau volumenya yang kurang. Kalau itu terjadi, karena kami ini APIP dan sifatnya masih pembinaan maka kita minta dari temuan itu untuk dikembalikan ke khas desa, atau kami minta dilakukan perbaikan," tegas Agung.
Meskipun demikian, Inspektorat Jombang tidak mengungkapkan secara detail desa mana saja yang ditemukan bermasalah. Abdul Majid Nindyagung hanya menyampaikan bahwa temuan-temuan di tahun 2024 berdasarkan sampling pemeriksaan yang dilakukan telah tuntas dalam tindak lanjutnya.
Tindak lanjut yang dilakukan bervariasi, mulai dari pengembalian uang terkait kekurangan volume dalam pengerjaan proyek, hingga perbaikan administrasi. Namun, Inspektorat Jombang juga memberikan peringatan bahwa potensi jeratan hukum bisa saja dilakukan terhadap pemerintah desa yang tidak segera menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkan oleh Inspektorat.
"Karena kami (Inspektorat/red) sifatnya pembinaan sepanjang temuan itu sudah ditindaklanjuti, kami tidak sampai mambawa temuan itu ke ranah hukum, jika desa menindaklanjuti temuan itu. Tapi kalau tidak ya kami bisa melaporkan temuan itu ke APH," tegasnya.
Untuk mencegah terjadinya potensi korupsi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan anggaran desa, Inspektorat Jombang telah membangun kesepakatan dengan aparat penegak hukum (APH). Kesepakatan ini bertujuan untuk memperkuat sinergi dalam pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran yang terjadi.
"Kami punya MoU antara APIP dan APH. Dimana APH bisa melimpahkan perkaranya ke kami dan kami juga bisa minta bantuan APH untuk menindaklanjuti adanya kerugian negara yang tidak ditindaklanjuti atau tidak di kembalikan," pungkasnya.
Dengan adanya usulan sanksi pemotongan ADD dan kerjasama yang erat dengan APH, Inspektorat Jombang berharap dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan desa. Langkah ini diharapkan dapat mendorong pembangunan desa yang lebih efektif dan berkelanjutan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Pemerintah Kabupaten Jombang juga diharapkan memberikan dukungan penuh terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh Inspektorat Jombang dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang baik dan bersih.
Selain itu, perlu adanya peningkatan kapasitas aparatur desa dalam pengelolaan keuangan. Pelatihan dan pendampingan secara berkala dapat membantu aparatur desa dalam memahami regulasi dan prosedur pengelolaan keuangan yang benar. Hal ini akan mengurangi potensi terjadinya kesalahan administratif maupun penyimpangan dalam pengelolaan anggaran.
Partisipasi aktif masyarakat desa juga sangat penting dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa. Masyarakat berhak untuk mengetahui dan mengawasi penggunaan dana desa. Dengan adanya transparansi dan partisipasi masyarakat, diharapkan pengelolaan keuangan desa dapat dilakukan secara lebih akuntabel dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Usulan pemotongan ADD bagi desa bermasalah ini merupakan langkah yang berani dan patut diapresiasi. Namun, perlu diingat bahwa sanksi ini hanyalah salah satu bagian dari upaya yang lebih besar untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang baik. Perlu adanya upaya-upaya lain yang bersifat preventif dan edukatif, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa. Dengan demikian, diharapkan dana desa dapat benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan memajukan pembangunan desa. [dayat]
