Promosi jabatan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) menuai sorotan tajam. Langkah ini dianggap kontradiktif mengingat yang bersangkutan dinilai gagal dalam menunaikan tugas krusial, yakni mengeksekusi terpidana kasus korupsi, Silfester Matutina, ke penjara. Kegagalan ini memunculkan pertanyaan serius mengenai dasar pertimbangan promosi tersebut dan memicu polemik di kalangan penggiat antikorupsi serta masyarakat luas.
Direktur Eksekutif KPK Watch, Yusuf Sahide, secara tegas menyatakan keheranannya atas promosi ini. "Ini aneh, kok Kajari Jaksel yang gagal mengeksekusi Silfester malah dipromosikan ke Kejaksaan Agung. Ini harus dipertanyakan," ujarnya dengan nada kritis pada Senin, 27 Oktober 2025. Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan dan keraguan publik terhadap transparansi serta akuntabilitas dalam proses promosi jabatan di lingkungan kejaksaan.
Mutasi jabatan di lingkungan kejaksaan, termasuk Kajari Jakarta Selatan, tertuang dalam Surat Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: KEP-IV-1425/10/2025 tertanggal 1 Oktober 2025. Surat keputusan ini mengatur tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil Kejaksaan Republik Indonesia. Namun, di balik formalitas surat keputusan tersebut, tersimpan pertanyaan besar mengenai efektivitas pengawasan dan evaluasi kinerja pejabat kejaksaan sebelum dipromosikan.
Also Read
Kasus Silfester Matutina sendiri merupakan ujian berat bagi integritas dan profesionalisme Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Matutina adalah terpidana kasus korupsi yang telah divonis bersalah oleh pengadilan. Namun, eksekusi terhadapnya tak kunjung terlaksana, menimbulkan spekulasi dan kecurigaan di kalangan masyarakat. Kegagalan mengeksekusi Matutina bukan hanya sekadar masalah teknis, tetapi juga mencoreng citra kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang seharusnya tanpa pandang bulu menindak para pelaku korupsi.
Promosi Kajari Jakarta Selatan di tengah kegagalan mengeksekusi Matutina memunculkan beberapa pertanyaan mendasar. Pertama, apakah promosi ini merupakan bentuk apresiasi atas kinerja yang dianggap baik di bidang lain, ataukah ada faktor lain yang mempengaruhi keputusan tersebut? Kedua, apakah kegagalan mengeksekusi Matutina telah dievaluasi secara mendalam dan transparan sebelum promosi diberikan? Ketiga, apakah promosi ini tidak akan menimbulkan preseden buruk bagi pejabat kejaksaan lainnya, yaitu bahwa kegagalan dalam menangani kasus korupsi tidak akan menghalangi karir mereka?
KPK Watch, sebagai lembaga pengawas kinerja aparat penegak hukum, memiliki peran penting dalam mengawal kasus ini. Yusuf Sahide menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau perkembangan kasus Silfester Matutina dan mendesak Kejaksaan Agung untuk memberikan penjelasan yang komprehensif dan transparan mengenai alasan promosi Kajari Jakarta Selatan. KPK Watch juga akan mendorong Kejaksaan Agung untuk segera menuntaskan eksekusi terhadap Matutina dan menunjukkan komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi.
Selain KPK Watch, masyarakat sipil dan media massa juga memiliki peran penting dalam mengawasi kasus ini. Media massa diharapkan dapat terus memberitakan perkembangan kasus Silfester Matutina secara objektif dan berimbang, serta memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat mereka. Masyarakat sipil dapat berperan aktif dalam memberikan masukan kepada Kejaksaan Agung dan lembaga terkait, serta menggalang dukungan publik untuk mendorong penegakan hukum yang adil dan transparan.
Kasus Silfester Matutina bukan hanya sekadar kasus korupsi biasa, tetapi juga merupakan cermin bagi sistem penegakan hukum di Indonesia. Kegagalan mengeksekusi Matutina dan promosi Kajari Jakarta Selatan di tengah kegagalan tersebut menunjukkan adanya masalah serius dalam sistem pengawasan dan evaluasi kinerja aparat penegak hukum. Jika masalah ini tidak segera diatasi, maka kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum akan semakin menurun dan upaya pemberantasan korupsi akan semakin sulit untuk diwujudkan.
Kejaksaan Agung sebagai lembaga tertinggi dalam sistem kejaksaan memiliki tanggung jawab besar untuk memulihkan kepercayaan publik. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan evaluasi ulang terhadap promosi Kajari Jakarta Selatan dan memberikan penjelasan yang transparan kepada publik mengenai alasan di balik keputusan tersebut. Selain itu, Kejaksaan Agung juga harus segera menuntaskan eksekusi terhadap Silfester Matutina dan menunjukkan komitmen yang kuat dalam memberantas korupsi.
Kasus ini juga menjadi momentum bagi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan reformasi sistem penegakan hukum secara menyeluruh. Reformasi ini harus mencakup perbaikan sistem pengawasan dan evaluasi kinerja aparat penegak hukum, peningkatan transparansi dan akuntabilitas lembaga penegak hukum, serta penguatan independensi lembaga penegak hukum dari intervensi politik. Dengan reformasi yang komprehensif, diharapkan sistem penegakan hukum di Indonesia akan menjadi lebih efektif, efisien, dan adil, sehingga dapat memberikan rasa keadilan bagi seluruh masyarakat.
Penting untuk diingat bahwa pemberantasan korupsi adalah tugas bersama seluruh elemen bangsa. Pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat sipil, media massa, dan seluruh warga negara harus bersatu padu dalam memerangi korupsi. Korupsi bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak moral bangsa dan menghambat pembangunan. Dengan semangat gotong royong dan komitmen yang kuat, kita dapat mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi dan sejahtera bagi seluruh rakyat.
Kejaksaan Agung memiliki kesempatan untuk membuktikan diri sebagai lembaga penegak hukum yang profesional, transparan, dan akuntabel. Dengan menangani kasus Silfester Matutina secara serius dan memberikan penjelasan yang komprehensif kepada publik, Kejaksaan Agung dapat memulihkan kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi. Keberhasilan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus ini akan menjadi modal penting dalam membangun citra positif lembaga kejaksaan dan meningkatkan efektivitas penegakan hukum di Indonesia.
Kasus ini juga menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pejabat publik, bahwa jabatan adalah amanah yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab. Pejabat publik harus selalu mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Pejabat publik juga harus menjunjung tinggi integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga negara akan semakin meningkat dan pembangunan akan berjalan lancar.
Akhirnya, kasus Silfester Matutina dan promosi Kajari Jakarta Selatan menjadi pengingat bagi kita semua bahwa pemberantasan korupsi adalah perjuangan yang panjang dan berat. Namun, dengan semangat pantang menyerah dan komitmen yang kuat, kita pasti dapat mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi dan sejahtera bagi seluruh rakyat. Mari kita terus mengawal kasus ini dan memberikan dukungan kepada aparat penegak hukum yang berintegritas dalam menjalankan tugasnya.












