
Dalam lanskap seni dan budaya Islam, pertanyaan mengenai pembuatan patung tokoh-tokoh berpengaruh seringkali memicu perdebatan yang kompleks. Di satu sisi, terdapat dorongan untuk mengabadikan warisan dan jasa para pemimpin, ilmuwan, dan tokoh agama yang telah memberikan kontribusi signifikan bagi peradaban Islam. Di sisi lain, terdapat kekhawatiran terhadap potensi munculnya praktik pemujaan berlebihan atau penyimpangan dari prinsip-prinsip tauhid yang mendasar.
Syaikh Yusuf Qardhawi, seorang ulama terkemuka, memberikan pandangannya yang bijaksana mengenai isu ini. Beliau menekankan bahwa Islam sangat menghargai penghormatan terhadap orang-orang yang berjasa, namun menolak segala bentuk pengkultusan yang berlebihan. Menurut beliau, mengabadikan nama dan jasa seseorang tidak harus selalu diwujudkan dalam bentuk patung atau monumen fisik yang megah.
Qardhawi menjelaskan bahwa cara terbaik untuk mengabadikan tokoh-tokoh besar dalam Islam adalah dengan menanamkan nilai-nilai dan teladan mereka dalam hati dan pikiran generasi penerus. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti menceritakan kisah-kisah inspiratif tentang perjuangan dan kesuksesan mereka, mempelajari karya-karya ilmiah dan pemikiran mereka, serta meneladani akhlak dan perilaku mereka yang mulia.
Also Read
Dengan demikian, nama dan jasa para tokoh tersebut akan tetap hidup dan relevan dari generasi ke generasi, tanpa harus diabadikan dalam bentuk patung yang berpotensi disalahgunakan sebagai objek pemujaan. Qardhawi mencontohkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam sendiri, beserta para sahabat dan tokoh-tokoh Islam lainnya, tidak pernah diabadikan dalam bentuk patung atau monumen fisik.
Keabadian mereka justru terletak pada sifat-sifat mulia dan teladan yang mereka tinggalkan, yang terus diceritakan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sifat-sifat tersebut tertanam dalam hati, terucap dalam lisan, dan menginspirasi tindakan-tindakan positif dalam kehidupan sehari-hari.
Islam sangat menekankan pentingnya menjaga tauhid, yaitu keyakinan akan keesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Oleh karena itu, segala bentuk praktik yang dapat mengarah pada penyekutuan Allah atau pengkultusan makhluk ciptaan-Nya harus dihindari. Pembuatan patung tokoh-tokoh berpengaruh, jika tidak dilakukan dengan hati-hati dan dengan niat yang benar, berpotensi membuka pintu bagi praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip tauhid.
Selain itu, Islam juga mengajarkan untuk tidak berlebih-lebihan dalam menghormati atau mengagungkan seseorang, betapapun tinggi kedudukannya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda, "Janganlah kalian berlebih-lebihan memuji (menyanjung) diriku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan memuji Ibnu Maryam (Nabi Isa). Sesungguhnya aku adalah hamba, maka katakanlah, ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya’." (HR. Bukhari no. 3445).
Hadis ini menunjukkan bahwa sikap yang berlebihan dalam memuji atau mengagungkan seseorang dapat menjerumuskan pada perbuatan yang dilarang dalam agama. Oleh karena itu, umat Islam harus senantiasa berhati-hati dan proporsional dalam menghormati dan mengagumi tokoh-tokoh yang berjasa, tanpa melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh syariat.
Namun, perlu dicatat bahwa pandangan mengenai pembuatan patung dalam Islam tidaklah seragam. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum membuat patung, terutama jika patung tersebut tidak ditujukan untuk disembah atau diagungkan secara berlebihan.
Sebagian ulama berpendapat bahwa membuat patung makhluk bernyawa, termasuk manusia, hukumnya haram secara mutlak, berdasarkan dalil-dalil yang melarang pembuatan gambar atau patung yang menyerupai makhluk ciptaan Allah. Mereka berpendapat bahwa pembuatan patung dapat mengarah pada praktik penyembahan berhala atau pengkultusan makhluk, yang bertentangan dengan prinsip tauhid.
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa membuat patung makhluk bernyawa hukumnya makruh, yaitu tidak disukai, kecuali jika ada kebutuhan atau maslahat yang mendesak. Mereka berpendapat bahwa larangan membuat patung lebih ditujukan untuk mencegah praktik penyembahan berhala, dan jika patung tersebut tidak ditujukan untuk disembah atau diagungkan, maka hukumnya tidak sampai haram.
Sementara itu, sebagian ulama lainnya lagi berpendapat bahwa membuat patung makhluk bernyawa hukumnya mubah, yaitu boleh, asalkan tidak ditujukan untuk disembah atau diagungkan, dan tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Mereka berpendapat bahwa seni patung dapat menjadi sarana untuk mengekspresikan kreativitas dan keindahan, serta untuk mengabadikan sejarah dan budaya.
Perbedaan pendapat ini menunjukkan bahwa isu pembuatan patung dalam Islam merupakan masalah yang kompleks dan nuanced, yang memerlukan pemahaman yang mendalam tentang dalil-dalil agama dan konteks sosial budaya yang relevan. Oleh karena itu, umat Islam sebaiknya merujuk pada pendapat ulama yang terpercaya dan berhati-hati dalam mengambil keputusan mengenai masalah ini.
Dalam konteks pembuatan patung tokoh-tokoh berpengaruh dalam Islam, perlu dipertimbangkan beberapa faktor penting, seperti niat dan tujuan pembuatan patung, bentuk dan ukuran patung, serta lokasi penempatan patung. Jika pembuatan patung tersebut bertujuan untuk mengabadikan jasa dan teladan tokoh tersebut, serta untuk menginspirasi generasi penerus, dan dilakukan dengan cara yang tidak melanggar prinsip-prinsip Islam, maka hal itu mungkin diperbolehkan.
Namun, jika pembuatan patung tersebut bertujuan untuk mengagungkan atau mengkultuskan tokoh tersebut secara berlebihan, atau jika patung tersebut ditempatkan di lokasi yang dapat mengarah pada praktik penyembahan berhala, maka hal itu jelas dilarang dalam agama. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan dampak sosial dan budaya dari pembuatan patung tersebut, serta potensi munculnya kontroversi atau konflik di masyarakat.
Sebagai kesimpulan, pembuatan patung tokoh-tokoh berpengaruh dalam Islam merupakan isu yang kompleks dan nuanced, yang memerlukan pertimbangan yang matang dan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip agama dan konteks sosial budaya yang relevan. Umat Islam sebaiknya merujuk pada pendapat ulama yang terpercaya dan berhati-hati dalam mengambil keputusan mengenai masalah ini, serta senantiasa mengutamakan prinsip tauhid dan menghindari segala bentuk praktik yang dapat mengarah pada penyekutuan Allah atau pengkultusan makhluk ciptaan-Nya.
Cara terbaik untuk mengabadikan nama dan jasa para tokoh berpengaruh dalam Islam adalah dengan menanamkan nilai-nilai dan teladan mereka dalam hati dan pikiran generasi penerus, melalui pendidikan, dakwah, dan berbagai kegiatan positif lainnya. Dengan demikian, nama dan jasa mereka akan tetap hidup dan relevan dari generasi ke generasi, tanpa harus diabadikan dalam bentuk patung yang berpotensi disalahgunakan sebagai objek pemujaan.
