Amerika Serikat menjatuhkan bom nuklir di Hiroshima, Jepang, 80 tahun silam. Kini opini rakyat Amerika terpecah antara mendukung dan menentang pengeboman tersebut. Foto/Matrixmag
WASHINGTON – Pada 6 Agustus 1945 atau 80 tahun lalu, Amerika Serikat (AS) menjadi negara pertama dan satu-satunya dalam sejarah yang melakukan serangan nuklir ketika menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima, Jepang.
Meskipun jumlah total korban tewas akibat pengeboman tersebut masih menjadi bahan perdebatan, setidaknya 70.000 orang tewas, dan juga angka-angka lain yang hampir dua kali lipat lebih tinggi.
Also Read
Tiga hari kemudian, AS menjatuhkan bom atom lagi di kota Nagasaki, menewaskan sedikitnya 40.000 orang.
Jumlah korban jiwa warga sipil Jepang yang mencengangkan pada awalnya tampaknya tidak terlalu memengaruhi opini publik di AS, di mana lembaga survei menemukan tingkat persetujuan atas pengeboman tersebut mencapai 85 persen beberapa hari setelahnya.
Hingga saat ini, politisi AS terus menganggap pengeboman tersebut telah menyelamatkan nyawa warga Amerika dan mengakhiri Perang Dunia II.
Namun, seiring AS memperingati 80 tahun pengeboman Hiroshima, persepsi masyarakat Amerika semakin terpecah. Sebuah jajak pendapat Pew Research Center bulan lalu menunjukkan bahwa warga Amerika terbagi hampir merata ke dalam tiga kategori.
Hampir sepertiga responden meyakini penggunaan bom tersebut dibenarkan. Sepertiga lainnya merasa tidak. Dan sisanya tidak yakin untuk memutuskan.
"Trennya menunjukkan adanya penurunan yang stabil dalam persentase warga Amerika yang meyakini pengeboman ini dibenarkan pada saat itu," ujar Eileen Yam, direktur penelitian sains dan masyarakat di Pew Research Center, kepada Al Jazeera, yang dilansir Kamis (7/8/2025).
"Ini adalah sesuatu yang semakin tidak didukung oleh warga Amerika seiring berjalannya waktu," katanya lagi.
Mereka yang Mengecam Serangan Nuklir AS
Keraguan tentang pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, dan kemunculan senjata nuklir secara umum, tidak butuh waktu lama untuk muncul.
“Sejak awal, sudah dipahami bahwa ini adalah sesuatu yang berbeda, senjata yang dapat menghancurkan seluruh kota,” kata Kai Bird, seorang penulis AS yang telah menulis tentang Hiroshima dan Nagasaki.
Bukunya yang memenangkan Hadiah Pulitzer, American Prometheus, menjadi dasar untuk film sutradara Christopher Nolan yang dirilis pada tahun 2023; "Oppenheimer".
Bird menunjukkan bahwa, bahkan segera setelah pengeboman, beberapa politisi dan tokoh masyarakat penting mengecamnya sebagai kejahatan perang.
Kritikus awal termasuk fisikawan Albert Einstein dan mantan Presiden Herbert Hoover, yang segera menyuarakan penolakannya terhadap pertumpahan darah warga sipil.
"Penggunaan bom atom, dengan pembunuhan tanpa pandang bulu terhadap perempuan dan anak-anak, membuat saya muak," tulis Hoover beberapa hari setelah pengeboman.
Seiring waktu, para sejarawan semakin meragukan pembenaran paling umum untuk serangan nuklir atau atom: bahwa serangan tersebut memainkan peran yang menentukan dalam mengakhiri Perang Dunia II.
Memahami Perpecahan Opini di Amerika Serikat: Lebih dari Sekadar Sejarah
Perpecahan opini di Amerika Serikat mengenai pengeboman Hiroshima dan Nagasaki bukanlah sekadar perdebatan sejarah. Ini mencerminkan pergulatan yang lebih dalam dengan moralitas perang, konsekuensi teknologi baru, dan identitas nasional. Untuk memahami perpecahan ini, kita perlu melihat lebih dekat berbagai faktor yang mempengaruhinya:
1. Narasi Perang dan Patriotisme:
Selama beberapa dekade setelah Perang Dunia II, narasi dominan di Amerika Serikat adalah bahwa pengeboman itu diperlukan untuk mengakhiri perang dengan cepat dan menghindari invasi yang mahal ke Jepang, yang diperkirakan akan menelan banyak nyawa Amerika. Narasi ini terkait erat dengan patriotisme dan keyakinan bahwa Amerika Serikat bertindak demi kebaikan yang lebih besar.
2. Kesadaran Akan Korban Sipil:
Seiring berjalannya waktu, dan dengan meningkatnya akses ke informasi tentang dampak pengeboman terhadap warga sipil Jepang, semakin banyak orang Amerika yang mulai mempertanyakan moralitas tindakan tersebut. Gambar-gambar mengerikan dari korban luka bakar, penyakit radiasi, dan kehancuran total kota Hiroshima dan Nagasaki memicu perdebatan tentang apakah tujuan militer membenarkan pembunuhan massal warga sipil.
3. Peran Sejarahwan dan Aktivis:
Para sejarawan dan aktivis memainkan peran penting dalam menantang narasi dominan dan menyoroti perspektif alternatif. Mereka menunjukkan bahwa Jepang sudah hampir menyerah sebelum pengeboman, dan bahwa motif utama Amerika Serikat mungkin adalah untuk mengintimidasi Uni Soviet, saingan Perang Dingin.
4. Pengaruh Budaya Populer:
Film, buku, dan karya seni lainnya telah berkontribusi pada pembentukan opini publik tentang pengeboman tersebut. Film "Oppenheimer," misalnya, memicu perdebatan baru tentang tanggung jawab moral para ilmuwan yang mengembangkan senjata nuklir.
5. Generasi yang Berubah:
Generasi yang tumbuh setelah Perang Dunia II memiliki pandangan yang berbeda tentang pengeboman dibandingkan dengan generasi yang mengalaminya secara langsung. Mereka lebih mungkin untuk mempertanyakan narasi tradisional dan mempertimbangkan perspektif yang berbeda.
Implikasi dari Perpecahan Opini:
Perpecahan opini di Amerika Serikat tentang pengeboman Hiroshima dan Nagasaki memiliki implikasi yang luas. Ini memengaruhi cara Amerika Serikat memandang perannya di dunia, kebijakan luar negerinya, dan hubungan dengan negara-negara lain. Ini juga memengaruhi perdebatan tentang proliferasi nuklir dan kebutuhan untuk melucuti senjata nuklir.
Melihat ke Depan: Belajar dari Sejarah
Peringatan 80 tahun pengeboman Hiroshima adalah kesempatan untuk merenungkan sejarah, belajar dari kesalahan masa lalu, dan bekerja menuju masa depan yang lebih damai. Penting untuk mengakui penderitaan para korban, menghormati ingatan mereka, dan berkomitmen untuk mencegah tragedi serupa terjadi lagi.
Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan mempromosikan pendidikan tentang sejarah pengeboman dan konsekuensi senjata nuklir. Hal ini dapat membantu orang memahami bahaya senjata ini dan pentingnya bekerja untuk perlucutan senjata nuklir.
Selain itu, penting untuk membangun jembatan pemahaman dan rekonsiliasi antara Amerika Serikat dan Jepang. Kedua negara telah membangun hubungan yang kuat sejak Perang Dunia II, tetapi penting untuk terus bekerja untuk mengatasi masa lalu dan membangun masa depan yang lebih baik bersama.
Dengan belajar dari sejarah dan bekerja sama, kita dapat memastikan bahwa tragedi Hiroshima dan Nagasaki tidak akan pernah terulang kembali. Kita dapat menciptakan dunia yang lebih aman dan lebih damai untuk semua.
Lebih dari Sekadar Angka: Kisah di Balik Tragedi Hiroshima dan Nagasaki
Di balik angka-angka statistik yang mencengangkan tentang korban tewas, terdapat jutaan kisah individu yang hidupnya hancur akibat pengeboman Hiroshima dan Nagasaki. Kisah-kisah ini, seringkali terlupakan dalam perdebatan politik dan strategis, memberikan dimensi manusiawi pada tragedi tersebut dan mengingatkan kita akan konsekuensi mengerikan dari perang.
Kisah seorang ibu yang kehilangan seluruh keluarganya dalam sekejap, seorang anak laki-laki yang menderita penyakit radiasi selama bertahun-tahun, seorang dokter yang bekerja tanpa lelah untuk merawat korban luka bakar dan cedera lainnya, dan seorang wanita yang berjuang untuk membangun kembali hidupnya di tengah reruntuhan kota yang hancur adalah sebagian kecil dari jutaan kisah yang tak terhitung jumlahnya.
Kisah-kisah ini mengingatkan kita bahwa perang bukanlah abstrak, melainkan pengalaman nyata yang memengaruhi kehidupan orang-orang secara mendalam. Mereka mengingatkan kita akan pentingnya mencari solusi damai untuk konflik dan mencegah tragedi serupa terjadi lagi.
Dengan mendengarkan dan berbagi kisah-kisah ini, kita dapat menghormati ingatan para korban dan menginspirasi generasi mendatang untuk bekerja menuju dunia yang lebih adil dan damai.











