
Wuih, ada kabar seru nih buat warga Surabaya dan Jawa Timur! Kabarnya, nggak tanggung-tanggung, 20 rumah sakit (RS) dari Singapura siap-siap melebarkan sayapnya ke Kota Pahlawan. Kedatangan mereka ini tentu jadi angin segar buat dunia kesehatan di Jatim, sekaligus jadi tantangan buat RS lokal untuk terus berbenah.
Kabar gembira ini pertama kali diungkapkan oleh Direktur RSUD dr. Soetomo, Dr. dr. Slamet R Yuwono DTM&H MARS, di sela-sela kunjungan kerja Komisi IX DPR RI ke Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Beliau bilang, para pimpinan dari 20 RS Singapura itu bahkan sudah menjadwalkan pertemuan dengan Gubernur Jawa Timur pada Kamis, 24 Maret lalu.
"Rencananya, mereka bertemu dengan Gubernur Jatim pada Kamis (24/3)," kata Dr. Slamet.
Also Read
Wah, serius amat ya sampai langsung ketemu Gubernur segala. Pasti ada sesuatu yang besar nih di balik rencana ekspansi ini.
Singapura Kalah Saing?
Meski belum jelas bentuk investasi yang akan mereka lakukan, Dr. Slamet memberikan sedikit bocoran. Katanya, RS-RS Singapura ini mulai melirik Indonesia karena persaingan di negaranya sendiri semakin ketat. Mereka merasa sudah "kalah" dengan Korea Selatan dan Vietnam.
"Yang jelas, mereka beralih ke Indonesia, karena mereka sudah kalah dengan Korea dan Vietnam, sehingga mereka bermaksud menjemput bola dengan datang langsung ke Indonesia, di antaranya masuk Jatim," jelasnya.
Nah, ini menarik nih. Artinya, RS Singapura melihat potensi besar di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Dengan populasi yang besar dan kebutuhan akan layanan kesehatan yang terus meningkat, Jatim jadi pasar yang sangat menggiurkan.
Harapan untuk Layanan Kesehatan yang Lebih Baik
Kedatangan para wakil rakyat dari Komisi IX DPR RI ke Surabaya ini juga diharapkan bisa memberikan angin segar bagi dunia kesehatan di Indonesia. Komisi yang membidangi kesehatan ini diharapkan bisa membantu RS-RS di Indonesia untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
Selama ini, masyarakat seringkali merasa kurang percaya dengan layanan kesehatan di dalam negeri. Salah satu penyebabnya adalah mahalnya biaya pengobatan. Dr. Slamet menjelaskan bahwa mahalnya biaya kesehatan ini salah satunya disebabkan oleh pajak yang tinggi untuk alat-alat kesehatan impor.
"Masyarakat belum mempunyai trust (kepercayaan) akibat mahalnya biaya kesehatan, padahal mahalnya biaya kesehatan itu akibat harga alat-alat kesehatan dari luar ke Indonesia dikenai pajak. Di Singapura, pajak untuk alat-alat kesehatan itu nol persen," ungkapnya.
Beliau mencontohkan, di Singapura, pajak untuk alat-alat kesehatan itu nol persen. Bayangkan, kalau pajak alat kesehatan di Indonesia juga dihilangkan atau dikurangi, pasti biaya pengobatan bisa lebih terjangkau.
Pemerintah Dapat Rp4 Triliun dari Pajak Alat Kesehatan?
Dr. Slamet juga menyinggung soal potensi pendapatan negara dari pajak alat-alat kesehatan. Menurutnya, pemerintah mungkin bisa meraup sekitar Rp4 triliun dari pajak tersebut. Tapi, di sisi lain, pemerintah juga harus mengeluarkan biaya yang sama besarnya untuk memberikan pelayanan pengobatan kepada masyarakat.
"Menurut dia, pajak dari alat-alat kesehatan itu mungkin membuat pemerintah dapat meraup Rp4 triliun, tapi pemerintah akan tetap mengeluarkan biaya sebesar itu untuk memberikan pelayanan pengobatan kepada masyarakat," paparnya.
Jadi, ibaratnya, pemerintah dapat uang dari satu sisi, tapi harus mengeluarkan uang lagi di sisi lain. Kalau biaya layanan kesehatan bisa ditekan, masyarakat bisa lebih mandiri dalam membiayai pengobatannya sendiri. Dana yang tadinya untuk subsidi kesehatan bisa dialihkan untuk peningkatan mutu layanan kesehatan.
Jangan Sampai Dokter Kita "Dibajak" Singapura
Satu hal lagi yang menjadi perhatian adalah soal tenaga ahli kesehatan. Dr. Slamet menyayangkan banyak tenaga ahli Indonesia yang justru "dibajak" oleh Singapura untuk melayani masyarakat Indonesia sendiri yang lebih percaya dengan RS di sana.
"Ironisnya, tenaga ahli kita diambil Singapura untuk melayani masyarakat kita sendiri yang telanjur memiliki ‘trust’ kepada rumah sakit di Singapura dan negara lainnya. Kami tidak akan melarang mereka, tapi mereka perlu diatur, baik dengan UU maupun Perda," ujarnya.
Beliau tidak melarang masyarakat untuk berobat ke luar negeri. Tapi, beliau berharap pemerintah bisa membuat regulasi yang jelas untuk mengatur keberadaan RS asing di Indonesia. Tujuannya, agar RS asing ini tidak hanya mencari keuntungan semata, tapi juga berkontribusi positif bagi pengembangan dunia kesehatan di Indonesia.
Tantangan dan Peluang untuk RS Lokal
Kedatangan 20 RS Singapura ini tentu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi RS-RS lokal di Surabaya dan Jawa Timur. Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan kualitas layanan agar bisa bersaing dengan RS asing yang biasanya memiliki teknologi dan fasilitas yang lebih canggih.
Tapi, di sisi lain, ini juga menjadi peluang untuk belajar dan berkolaborasi dengan RS Singapura. RS lokal bisa belajar bagaimana RS Singapura mengelola rumah sakit dengan efisien, memberikan pelayanan yang berkualitas, dan membangun kepercayaan masyarakat.
Selain itu, kehadiran RS Singapura juga bisa membuka lapangan kerja baru bagi tenaga kesehatan di Indonesia. Para dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya bisa mendapatkan kesempatan untuk bekerja di RS internasional dengan standar yang tinggi.
Semoga Bermanfaat untuk Masyarakat
Kita berharap, rencana ekspansi 20 RS Singapura ke Surabaya ini bisa berjalan lancar dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Dengan semakin banyaknya pilihan layanan kesehatan, masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang lebih baik, lebih terjangkau, dan lebih berkualitas.
Selain itu, kita juga berharap pemerintah bisa membuat regulasi yang bijak dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Jangan sampai kedatangan RS asing ini justru merugikan RS lokal atau membuat biaya kesehatan semakin mahal.
Mari kita kawal bersama perkembangan dunia kesehatan di Indonesia. Semoga ke depan, layanan kesehatan di negara kita semakin maju dan bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Sumber: Antara
