Jombang, MediaNganjuk.com – Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, melaporkan adanya perubahan signifikan dalam data kependudukan. Sebanyak 19 warga Jombang telah mencatatkan keyakinan mereka dalam kolom agama di Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Perubahan ini menandai langkah penting dalam pengakuan dan perlindungan hak-hak kelompok minoritas kepercayaan di Indonesia.
Kepala Disdukcapil Jombang, melalui Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk, Mufattichatul Ma’rufah, menjelaskan bahwa perubahan ini merupakan tindak lanjut dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan hak konstitusional kepada para penghayat kepercayaan untuk mencantumkan keyakinan mereka secara resmi dalam dokumen kependudukan. Keputusan MK ini menjadi landasan hukum yang kuat bagi Disdukcapil Jombang untuk mengakomodasi permohonan warga yang ingin mencatatkan diri sebagai penghayat kepercayaan.
“Ini bagian dari perintah MK yang sudah wajib kami tindak lanjuti. Sekarang di sistem kami memang sudah tersedia pilihan untuk ‘penghayat kepercayaan’ sebagai ganti agama,” ujarnya.
Also Read
Perubahan ini tidak terjadi secara instan. Proses pencatatan penghayat kepercayaan di Jombang dimulai sejak tahun 2020, dan secara bertahap jumlahnya terus bertambah. Awalnya, belum ada warga yang mencatatkan diri sebagai penghayat kepercayaan. Namun, seiring dengan sosialisasi dan pemahaman yang lebih baik tentang hak-hak mereka, semakin banyak warga yang berani mengambil langkah untuk mencatatkan identitas keyakinan mereka secara resmi.
“Awalnya belum ada. Tapi sejak tahun 2020 sudah mulai ada yang mendaftar, dan sekarang totalnya menjadi 19 orang,” ungkap Mufattichatul Ma’rufah.
Warga yang melakukan perubahan kolom agama menjadi penghayat kepercayaan berasal dari berbagai kecamatan di Jombang, menunjukkan bahwa fenomena ini tidak terbatas pada wilayah tertentu saja. Mereka juga berasal dari berbagai latar belakang kepercayaan, seperti kejawen dan bentuk penghayatan spiritual lainnya. Kejawen, sebagai salah satu bentuk kepercayaan tradisional Jawa, memiliki akar sejarah yang panjang dan kaya akan nilai-nilai kearifan lokal. Sementara itu, bentuk penghayatan spiritual lainnya mencerminkan keberagaman ekspresi keyakinan yang ada di masyarakat Jombang.
Pencatatan identitas sebagai penghayat kepercayaan memberikan pengakuan legal bagi warga di luar enam agama resmi yang diakui negara, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Pengakuan ini sangat penting karena memberikan jaminan perlindungan hukum dan akses terhadap hak-hak sipil yang sama dengan warga negara lainnya. Dengan memiliki identitas yang jelas dan diakui oleh negara, para penghayat kepercayaan dapat berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tanpa diskriminasi.
Dasar hukum pencatatan ini merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016. Putusan tersebut membatalkan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Administrasi Kependudukan, yang sebelumnya membatasi pencatatan agama hanya bagi pemeluk enam agama resmi. MK berpendapat bahwa pembatasan tersebut bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dijamin oleh konstitusi. Dengan dibatalkannya pasal-pasal tersebut, negara memberikan pengakuan dan perlindungan yang sama kepada semua warga negara, tanpa memandang agama atau keyakinan yang dianut.
Disdukcapil Jombang memastikan bahwa proses pencatatan penghayat kepercayaan tidak menimbulkan dampak teknis apapun. Sistem aplikasi kependudukan yang ada telah dirancang untuk menerima data dari kelompok penghayat kepercayaan. Hal ini menunjukkan kesiapan pemerintah daerah dalam mengakomodasi keberagaman keyakinan yang ada di masyarakat.
“Tidak ada dampak teknis apa pun, karena sistem aplikasi kami memang sudah dirancang untuk menerima data dari kelompok penghayat kepercayaan,” papar Mufattichatul Ma’rufah.
Langkah yang diambil oleh Disdukcapil Jombang merupakan bentuk pelayanan publik yang inklusif dan memberikan hak administratif yang setara bagi seluruh warga, termasuk kelompok minoritas kepercayaan. Pelayanan publik yang inklusif berarti memberikan akses yang sama terhadap semua layanan publik tanpa memandang latar belakang agama, etnis, gender, atau status sosial. Dengan memberikan hak administratif yang setara, negara memastikan bahwa semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Bagi 19 warga Jombang yang telah mencatatkan diri sebagai penghayat kepercayaan, langkah ini bukan sekadar urusan administrasi. Ini adalah tentang identitas, keyakinan, dan kejujuran terhadap apa yang mereka yakini dalam hidup. Identitas adalah bagian penting dari diri seseorang, dan hak untuk menentukan identitas sendiri merupakan hak asasi manusia yang fundamental. Dengan mencatatkan diri sebagai penghayat kepercayaan, mereka menegaskan identitas mereka dan menolak untuk menyembunyikan keyakinan mereka.
Perubahan ini juga mencerminkan dinamika sosial dan politik yang lebih luas di Indonesia. Semakin banyak warga negara yang menyadari hak-hak mereka sebagai kelompok minoritas dan berani memperjuangkannya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin terbuka dan inklusif terhadap keberagaman.
Namun, tantangan masih ada. Meskipun secara hukum para penghayat kepercayaan telah diakui, dalam praktiknya mereka masih sering menghadapi diskriminasi dan stigma sosial. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih besar untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak-hak kelompok minoritas kepercayaan dan menghilangkan segala bentuk diskriminasi.
Pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan media massa memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan toleran terhadap keberagaman. Pemerintah daerah perlu terus melakukan sosialisasi tentang hak-hak kelompok minoritas kepercayaan dan memastikan bahwa semua layanan publik dapat diakses oleh semua warga negara tanpa diskriminasi. Tokoh agama dan tokoh masyarakat perlu memberikan contoh yang baik dalam menghargai perbedaan dan mempromosikan dialog antaragama dan antarkeyakinan. Media massa perlu memberitakan secara akurat dan berimbang tentang isu-isu yang berkaitan dengan kelompok minoritas kepercayaan dan menghindari stereotip dan prasangka.
Selain itu, pendidikan juga merupakan kunci untuk membangun masyarakat yang inklusif dan toleran. Kurikulum pendidikan perlu memasukkan materi tentang keberagaman agama dan keyakinan, serta nilai-nilai toleransi, empati, dan saling menghormati. Dengan memberikan pendidikan yang komprehensif tentang keberagaman, generasi muda akan tumbuh menjadi warga negara yang menghargai perbedaan dan mampu hidup berdampingan secara damai dengan orang-orang yang berbeda keyakinan.
Kasus di Jombang ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia. Dengan memberikan pengakuan dan perlindungan kepada kelompok minoritas kepercayaan, negara dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan harmonis.
Penting untuk diingat bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk, dengan berbagai macam suku, agama, bahasa, dan budaya. Keberagaman ini adalah kekayaan bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan. Dengan menghargai perbedaan dan mempromosikan toleransi, kita dapat membangun Indonesia yang lebih kuat dan sejahtera.
Keberanian 19 warga Jombang untuk mencatatkan diri sebagai penghayat kepercayaan adalah inspirasi bagi kita semua. Mereka telah menunjukkan bahwa identitas dan keyakinan adalah hak yang harus dihormati dan dilindungi. Mari kita bersama-sama menciptakan lingkungan yang inklusif dan toleran, di mana semua warga negara dapat hidup dengan damai dan harmonis, tanpa memandang agama atau keyakinan yang dianut.
Dengan demikian, kisah 19 warga Jombang ini bukan hanya sekadar berita tentang perubahan data kependudukan. Ini adalah kisah tentang perjuangan untuk pengakuan, identitas, dan hak asasi manusia. Ini adalah kisah tentang Indonesia yang lebih inklusif dan toleran. Ini adalah kisah yang patut kita banggakan dan kita jadikan inspirasi untuk terus berjuang demi keadilan dan kesetaraan bagi semua.
[dayat]











